Asa Keberkahan di HUT BRK

1 April 2021 lalu, Bank Riau Kepri (BRK) menapaki usianya ke 55 tahun. Layaknya mengenang hari jadi, banyak harapan agar Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Riau tersebut berkembang dan maju. Namun di hari istimewa ironi terjadi. Sedianya berdasarkan agenda yang dirancang dan dipaparkan di hadapan Komisi 3 DPRD Provinsi Riau mengenai timeline kerangka kerja konversi, di momen HUT BRK 1 April 2021 direncanakan grand launching BRK Syariah. Sebagai informasi saat ini draf Rancangan Perda hasil pembahasan tingkat Pansus DPRD Provinsi Riau terkait konversi BRK ke Syariah sedang memasuki fase finalisasi di Kemendagri. Namun bukan tahapan tak sesuai rencana tadi yang patut disesali. Tapi di hari jadi BRK malah dihadapkan dengan kasus pembobolan rekening oleh pegawainya sendiri.

Ya, BRK kembali menjadi sorotan terkait aspek keamanan dan manajemen. Pemberitaan yang menghiasi headline media lokal hingga nasional yakni pembobolan rekening Rp 1,3 miliar melibatkan teller dan head teller BRK cabang Pasir Pangaraian di Kabupaten Rokan Hulu. Pihak BRK sendiri menyebut pembobolan rekening terjadi di tahun 2012 hingga 2015. Ketahuan setelah auditor internal menemukan kejanggalan. Kasus pembobolan rekening nasabah di BRK bukan kali pertama. Bahkan saat sama turut diungkap kasus serupa di BRK Cabang Ahmad Yani Pekanbaru. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau turut menanggapi. Adapun yang bikin miris dari pernyataan Kepala OJK saat diwawancarai salah satu media lokal adalah pengakuan bahwa selama bertugas di Riau laporan kasus pembobolan hanya terjadi BRK.

Kepercayaan

Di satu sisi kita mengapresiasi langkah BRK melaporkan pelaku ke pihak berwajib. Namun disisi lain banyak pihak mempertanyakan kenapa baru sekarang ditempuh. Kasus sudah terjadi sejak lama dan bahkan orangnya sudah diberhentikan sejak tahun 2015. Ditambah ada statement dari pihak BRK yang menyebutkan bahwa sejak tahun 2016 sudah diproses secara internal dan sudah diminta agar uang dikembalikan, tapi pelaku tidak mampu mengembalikan sehingga dilaporkan. Pernyataan seperti ini bisa mengundang salah tafsir. Seakan saat terjadi kasus penegakan hukum dinomorsekiankan. Padahal OJK sendiri mendesak pihak bank jangan melindungi kejahatan di Perbankan. Apabila dalih pihak BRK demi menjaga kepercayaan dan mencegah kepanikan nasabah, logika tadi justru sesat. Memang kepercayaan modal paling utama bisnis perbankan, namun penerapannya harus tepat. Ketika didapati penyimpangan dan kejahatan perbankan didiamkan tanpa upaya hukum saat kejadian serta hanya menempuh jalur “kekeluargaan”, jangan harap ada efek jera. Malah penyimpangan akan terulang. Kekhawatiran efek bom waktu yang suatu saat dapat meledak dan kasus-kasus muncul ke permukaan di saat bersamaan. Persis saat ini terjadi.

Oleh karena itu, mumpung BRK masih berada dalam fase metamorphosis menuju prinsip syariah, maka pembenahan harus ditempuh secara totalitas. Penyempurnaan pendekatan Informasi Teknologi (IT), peningkatan pengawasan internal, coaching clinic dan beragam bentuk kegiatan lain terkait manajemen untuk meningkatkan rasa kenyamanan dan keamanan dana dan aset nasabah. Disamping itu paling utama perlu dibenahi sehubungan konversi ke syariah adalah pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM). Mestinya jika niat berhijrah, benar-benar selektif. Sudah banyak laporan dan bahkan menjadi rahasia bahwa “orang titipan” adalah hal yang lumrah dalam proses rekruitmen di BUMD termasuk di BRK. Persoalan muncul ketika nepotisme lebih ditonjolkan dibandingkan kualitas SDM. Jadi tidak heran benih tidak sehat menghasilkan buah tidak sehat. Menghadapi peralihan ke syariah, pengetahuan sama sekali tidak sama dengan konvensional.

Sebagaimana selalu kami sampaikan di berbagai kesempatan terkait konversi BRK, label syariah bukan pelaris bisnis semata atau “pelarian” menjanjikan menghindari ketatnya kompetisi dengan bank lain. Apalagi sebagai BPD hanya mengandalkan dana dan transaksi Pemda tapi kesulitan merebut Dana Pihak Ketiga (DPK). Penerapan syariah harus integral dan holistik. Berangkat dari niat dan keyakinan syariah satu-satunya jalan sempurna. Jika dalam perspektif manajemen perbankan, optimalnya mitigasi risiko salah satunya dicapai melalui pengawasan internal, dalam konsep syariah itu saja belum cukup. Dalam pandangan syariah SDM faktor kunci. Harus ada pembinaan berkala agar insan BRK benar-benar memahami prinsip perekonomian syariah. Dengan begitu mereka beraktivitas bukan semata urusan bisnis tapi ada unsur ibadah di situ. Output-nya ketika melayani nasabah totalitas, ramah dan memudahkan; ketika mengelola dana profesional dan amanah; melahirkan inovasi perbankan yang memberi manfaat luas berikut fungsi sosial. Ketika hal tadi terwujud, yakinlah, bukan BRK menjemput keberkahan tetapi keberkahan menghampiri BRK.

Oleh:
Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM.

Anggota Pansus Konversi BRK ke Syariah DPRD Provinsi Riau

Baca Juga

KESADARAN BERSAMA CEGAH KEKERASAN SEKSUAL

Baru-baru ini Kepala Negara meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan …