RIAU MENATAP 2022

Tahun 2021 berlalu, tahun 2022 babak baru. Banyak asa dan harapan datang dari diri pribadi, komunitas, masyarakat termasuk urusan berbangsa dan bernegara. Semua menginginkan hal baik meski kadangkala pencapaian tak selalu apik. Oleh karena itu perlu kiranya menerapkan perkataan bijak, berharap yang terbaik berencana menghadapi yang terburuk. Pola pikir ini secara tak langsung menghendaki setiap urusan wajib ada perencanaan matang. Sehingga setiap keinginan tidak sekedar ungkapan optimis tetapi juga terukur dan realistis. Tindakan dan aksi yang ditempuh tidak grasa-grusu dan spontanitas, yang akibatnya bukan menyelesaikan masalah malah menambah masalah baru.

Kami selaku pihak yang diamanahkan sebagai penyelenggara pemerintahan daerah tentu saja menaruh perhatian besar pada lingkup urusan pemerintahan dalam rangka menyikapi peluang dan tantangan di hadapan. Dengan begitu tergambar kesiapan dari aspek kebijakan. Untuk itu, evaluasi perlu ditempuh atas perjalanan selama tahun berjalan sebagai bahan pokok proyeksi ke depan. Secara faktual, tantangan masih sama yakni wabah atau pandemi. Pengalaman dua tahun belakangan semestinya cukup sebagai modal berharga guna mengambil langkah lebih baik di tahun 2022. Apalagi pandemi memberi momentum lompatan pembelajaran di segala bidang dan bagi semua pihak. Termasuk pihak penyelenggara pemerintahan, dituntut lebih sensitif dan responsif terhadap urusan publik. Pemerintahan dipaksa mengalami upgrade besar-besaran akibat perubahan mendadak situasi dan kondisi. Ditambah meningkatnya kesadaran masyarakat atas hak-hak dasar mereka sebagai warga.

Berkaca pada fenomena dan menghadapi tantangan di tahun 2022, ada hal substansial untuk dibahas. Diawali urgensi optimalisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang berperan dalam rangka pemenuhan barang publik semisal infrastruktur mendasar, sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi hingga menjaga masyarakat terdampak pandemi tak jatuh lebih dalam ke jurang kemiskinan. Oleh karena itu, secara nasional, agenda Pemerintah Pusat tahun 2022 masih dalam periode keberlanjutan pemulihan ekonomi dan reformasi struktural. Belanja daerah wajib berorientasi sama. Dilemanya di sini. Kebutuhan belanja meningkat sedangkan penerimaan menyusut. Menyoal mengejar pendapatan daerah, Pemerintah Daerah (Pemda) juga diminta pandai-pandai. Apalagi dibalik Undang-Undang Harmonisasi Pengaturan Pajak (UU HPP) yang belum lama disahkan, terselip tujuan di luar unsur formal. Banyak pihak menduga niat Pemerintah hendak “menagih” berbagai insentif dan bantuan fiskal yang dikeluarkan selama pandemi. Jika cara dan timing eksekusi nanti tidak tepat bisa-bisa blunder. Agenda pemulihan ekonomi malah buyar. Bukannya bangkit malah kembali sakit. Belum lagi bicara paska UU Cipta Kerja yang diputus inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Mengingat beleid itu merubah banyak aturan, aktivitas daerah bisa terganggu dan dihantui ketidakpastian.

Terkait terbatasnya ruang belanja pada APBD, sebenarnya jika dikaji seksama akar persoalan bukan semata ketersediaan anggaran. Sorotan justru pada ketidakefektifan dan ketidakefisien penganggaran. Sudah rahasia umum belanja pemerintah pusat hingga daerah banyak kurang tepat, pemborosan, banyak kebocoran dan lain-lain. Saat pandemi cela-cela tata kelola keuangan terungkap ke permukaan. Inilah kemudian mendorong reformasi struktural. Kita menginginkan reformasi dimaksud serius diterapkan demi pengelolaan dan penggunaan anggaran lebih baik lagi. Sebagaimana pidato Presiden saat penyampaian RAPBN TA 2022, satu dari enam kebijakan utama menyasar reformasi penganggaran dengan menerapkan zero-based budgeting agar belanja lebih efektif dan efisien.

APBD Riau turut dijangkiti “wabah” serupa. Mengatasi ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau perlu berbenah. Kami di legislatif berkeyakinan, bila belanja tepat guna dan terukur menjawab kebutuhan mendasar masyarakat, APBD Riau 2022 bisa berbicara banyak ke depan. Syarat lain mesti dipenuhi adalah komit dan konsisten laksanakan blueprint daerah. Adapun kebutuhan dan prioritas Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2022 yaitu “meningkatkan kemandirian ekonomi berbasis industri, pertanian dan pariwisata dengan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang prima”. Dijabarkan ke dalam 6 prioritas, yakni: Pengembangan industri; Pengembangan pertanian; Pengembangan pariwisata; Pembangunan infrastruktur dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang beriman, berkualitas dan berdaya saing; Tata Kelola dan pelayanan publik yang prima. Cuman muncul pertanyaan. Setakad ini nyaris tak jelas apakah indikator-indikator perencanaan daerah di tahun anggaran sebelumnya sudah terpenuhi, dan jika ada yang meleset lantas apa tindak lanjutnya?

Prioritas

Tren ekonomi Riau di tahun 2022 berpeluang terus membaik. Arus investasi yang masuk berikut ekspor dipicu tingginya permintaan komoditas Riau seperti kelapa sawit dan Migas. Namun kita butuh perspektif baru. Menggaet investasi berkualitas dan ekspor bukan lagi bahan baku. Berkaca ke prioritas daerah 2022 dan merealisasikan perspektif baru dimaksud, PR terberat memang di infrastruktur dan SDM. Dua ini titik lemah Riau menarik investasi yang berkualitas (investasi yang memberi nilai tambah bagi daerah). Terkhusus SDM, Pemprov Riau mesti mencurahkan perhatian pada sektor-sektor vital. Pembenahan sarana dan prasarana sekolah yang cukup banyak dalam kondisi kurang layak hingga rusak, penyediaan hingga revitalisasi fasilitas kesehatan serta kebutuhan mendasar lain terangkum dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Aspek teknis semisal aktivitas pendidikan di sekolah yang terhambat di masa pandemi sedikit banyak mengganggu capaian daya saing. Di sisi lain, keinginan masyarakat agar kegiatan sekolah tatap muka dapat terus berjalan meski harus beradaptasi dengan kondisi. Karena banyak meragukan efektivitas metode pembelajaran online juga bertambah beratnya beban biaya. Dalam situasi terdampak pandemi, wajar masyarakat lebih ketat urusan keuangan.

Selain itu, penggunaan anggaran diarahkan untuk merekayasa pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat. Sebab daya beli menentukan porsi terbesar dari ekonomi yaitu komponen konsumsi. Pemerataan pembangunan juga kunci agar pertumbuhan ekonomi tidak terkonsentrasi di beberapa titik saja. Pemprov Riau memang telah beritikad dan berupaya memperbaiki kualitas pemerataan pembangunan ke Kabupaten/Kota. Apalagi isu tersebut janji kampanye pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. Tinggal sekarang menanti terwujudnya komitmen secara totalitas di tataran implementasi. Sangat disayangkan, tantangan semakin bertambah akibat berkurangnya Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Tahun Anggaran 2022, terutama Dana Desa sebagai komponen penting. Menurut informasi, penurunan sekitar 3,1 persen dibanding APBN 2021. Penurunan tentu bisa berimplikasi serius. Mengingat besarnya penyerapan dana desa di tahun 2020 tak lepas dari kontribusinya sebagai jaring pengaman sosial.

Setelah membahas optimalisasi belanja Pemda, tahun 2022 memerlukan sentuhan kebijakan guna memperkuat sektor-sektor berkontribusi signifikan dan alternatif pengungkit ekonomi daerah selama pandemi. Kepala Daerah saat penyampaian nota keuangan Ranperda APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2022 mengakui bahwa belum pulihnya produksi minyak di lapangan-lapangan minyak Riau seiring transisi pengelolaan blok Rokan ke Pertamina, dikhawatirkan memberi tekanan hebat terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan. Bahkan bisa membawa laju pertumbuhan ekonomi Riau ke level tidak diharapkan. Untung ada sektor-sektor lain menggeliat seperti perkebunan dan pertanian. Subsektor perkebunan sawit jadi primadona. Potensi tak hanya itu. Komoditas selain sawit menjanjikan untuk dikembangkan. Bahkan berkontribusi saat agenda ekspor serentak se-Indonesia pertengahan tahun 2021. Menurut catatan Kementerian Pertanian, dari nilai ekspor komoditi pertanian periode 9-14 Agustus 2021, tertinggi melalui pelabuhan laut Tanjung Perak Surabaya Jawa Timur sebanyak Rp1.287 triliun kemudian disusul pelabuhan laut di Riau senilai Rp1.077 triliun. Capaian itu membuat ekspor komoditas pertanian Riau nomor 2 di Indonesia dan terbesar di Sumatera!

Melihat potensi, sudah selayaknya Pemprov Riau memberi perhatian eksklusif terhadap sektor pertanian dan perkebunan. Ditampakkan melalui perumusan perencanaan yang merangkum secara detail strategi dan pendekatan multi sektor dalam bentuk rencana induk. Perencanaan tidak semata bicara produksi, tetapi juga keberlangsungan Sumber Daya Alam (SDA). Supaya pengelolaan SDA tidak menimbulkan kerugian lingkungan seperti bencana banjir dan Karhutla. Sehubungan wilayah Provinsi Riau memiliki ekosistem lahan gambut dan Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) mencapai 64 persen, tata kelola yang baik dan bijaksana bekal memperoleh manfaat berkelanjutan. Secara konsep sudah termaktub dalam RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024 tujuan pembangunan Riau Hijau. Sekarang tinggal instrumen agar pengelolaan ekosistem gambut dapat terlaksana sistematis dan terpadu. Meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Disamping perkebunan dan pertanian, adapula sektor lain yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi lokal yakni pariwisata. Namun kiat ke depan menjadikan wisatawan nusantara sebagai tulang punggung. Menimbang pandemi ujungnya tak jelas, potensi wisatawan lokal layak dilirik. Disamping lebih mampu beradaptasi dan terbiasa serta bisa mengikuti arahan Pemerintah menerapkan protokol kesehatan, juga sangat menjanjikan. Secara jumlah penduduk kita banyak. Destinasi wisata cukup bagus. Tinggal mengolah daya tarik dan memastikan dukungan infrastruktur. Sektor pariwisata bisa dikombinasikan dengan sektor perkebunan dan pertanian dengan konsep agrowisata dan sejenisnya.

Demikianlah sedikit penyampaian dalam kesempatan serba terbatas ini mengenai peluang dan tantangan di 2022 beserta prioritas perlu dikedepankan oleh pihak penyelenggara pemerintah daerah. Tentu saja melihat beratnya pekerjaan, sulit menjalankan peran secara sendiri. Oleh karena itu, kolaborasi dan sinergitas adalah kunci utama. Secara vertikal komunikasi dua arah antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan secara horizontal meliputi pihak penyelenggara pemerintahan daerah dalam hal ini eksekutif bermitra dengan legislatif serta dengan pemangku kepentingan di daerah.

Penulis: Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota DPRD Provinsi Riau, Fraksi PKS
Editor: Ari Abdullah

Baca Juga

ISRA’ MI’RAJ DAN SPIRIT PERUBAHAN

 “Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil …