AGAR SAMPAH MEMBAWA BERKAH

Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM.  
ANGGOTA BAPEMPERDA DPRD PROVINSI RIAU

Pekan lalu (16/5/2024), Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Riau menggelar Rapat Kerja (Raker) membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengelolaan Sampah. Raker dihadiri pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau yakni Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah. Banyak asa terhadap Ranperda yang masuk prioritas Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2024 ini. Diawali urgensi yang mana penyusunan Ranperda dalam rangka ingin menciptakan kesehatan lingkungan. Lingkungan sehat menentukan kesehatan manusia. Adapun insan sehat merupakan salah satu indikator kesejahteraan. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya, lingkungan harus dikelola secara baik. Peningkatan jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi dan pesatnya pembangunan, efeknya ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi bernilai positif bagi kehidupan masyarakat. Namun sisi lain terdapat ekses negatif, diantaranya potensi kerusakan lingkungan hidup. Salah satunya berasal dari sampah.

Sampah bukan sebatas isu nasional tapi global. Seiring pertumbuhan penduduk, teknologi dan gaya hidup, maka jumlah, volume dan jenis timbunan sampah semakin beragam. Khusus Indonesia, sampah masalah laten. Sebagai negara berpenduduk kurang lebih 270 juta jiwa, produksi sampah termasuk besar di dunia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, produksi sampah nasional mencapai 69,2 juta ton di tahun 2022. Problem muncul manakala tidak diiringi pengelolaan yang baik. Akhirnya jutaan ton sampah dihasilkan setiap tahun berimplikasi ke lingkungan. Dari aspek kesehatan biang penyakit. Segi lingkungan sumber pencemaran ke air, tanah, sungai, laut maupun udara. Contoh nyata kebiasaan buruk buang sampah ke aliran air menyebabkan banjir, padahal hujan sebentar saja. Sampah turut menyumbang meningkatnya emisi gas rumah kaca. Dari segi sosial, sampah mengganggu kerukunan ketika ada warga buang sembarangan dan mengotori lingkungan. Kesimpulannya sampah tak terkelola memicu penyakit, penurunan kualitas tanah dan air karena pencemaran serta semua berujung kerugian sosial dan ekonomi yang tak sedikit.

Sistematis

Berkaca pada besarnya dampak sudah seharusnya dikelola secara sistematis; Hulu ke hilir. Berdasarkan itu, penting disusun aturan pengelolaan sampah di tingkat provinsi. Memang sudah ada regulasi persampahan di level provinsi terlebih di kabupaten/kota. Teruntuk Provinsi Riau antara lain Peraturan Gubernur (Pergub) 64/2018 tentang Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga Provinsi Riau yang mengatur penyusunan rencana dan target penanganan sampah kabupaten/kota. Selanjutnya Pergub 50/2019 tentang Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai (PSP) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau untuk membatasi penggunaan sampah PSP. Namun ruang lingkupnya sampah rumah tangga. Belum mencakup aturan seperti Perpres 783/2018 tentang Sampah Laut, Permen LHK RI 14/2021 tentang Pengelolaan Sampah pada Bank Sampah dan Peraturan Menteri LHK RI P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Baku Mutu Lindi dan lainnya. Inilah yang mendorong Ranperda tentang Pengelolaan Sampah. Selain mencakup objek lebih luas, paling utama berupaya mengonsolidasikan langkah dan agenda bersama. Kendati permasalahan sampah tiap kabupaten/kota tak sama, namun punya titik pertemuan di tata kelola.

Menyoal sampah juga membutuhkan pendekatan komprehensif. Setakad ini kami menilai sampah di Riau condong dilihat sebagai objek retribusi semata. Alhasil warga rajin hasilkan sampah sebab merasa sudah bayar jasa. Sementara agenda membangun kesadaran guna mengurangi dan mendaur-ulang sampah belum ditempuh secara optimal. Penilaian tadi selaras dengan data SIPSN Provinsi Riau Tahun 2022 tentang perencanaan dan capaian masalah masing-masing kabupaten/kota. Dipaparkan bahwa pengurangan sampah di kabupaten/kota realisasinya masih jauh dibawah target. Rendahnya realisasi capaian pengelolaan sampah disebabkan berbagai faktor, seperti volume sampah besar dan melebihi daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA), lahan TPA semakin sempit, faktor jarak mengakibatkan pengangkutan sampah kurang efektif, teknologi pengolahan sampah tidak optimal, terbatasnya Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS), kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai pengelolaan sampah, minimnya edukasi dan manajemen diri mengenai pengelolaan sampah dan manajemen sampah tidak efektif.

Partisipasi

Di lapangan kendati sudah banyak kabupaten/kota menerapkan program kayak Bank Sampah, tetapi lagi-lagi terkesan proyek. Bank Sampah diadakan tapi terbengkalai tanpa operator dan pembekalan ke masyarakat. Kita sama-sama tahu, tanpa keterlibatan Pemerintah, komunitas hingga kalangan swasta tak bakal jalan. Orientasinya terbentuk partisipasi. Tahapan harus dimaksimalkan agar jadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Kendati peran publik terbilang rendah, tapi tidak adil kesalahan melulu ditimpakan ke warga. Membentuk kesadaran bukan proses simsalabim. Butuh keberkelanjutan. Pemerintah semestinya belajar kala masa pandemi Covid. Terbukti melalui intervensi kebijakan dan edukasi protokol kesehatan berhasil membentuk pola pikir dan sikap peduli hidup sehat. Artinya masyarakat bukan tak bisa diatur. Semua tergantung Pemerintah Pusat hingga Daerah selaku faktor penentu. Karena tata kelola sampah butuh kemauan politik tinggi. Sosialisasi dan implementasi program di level tapak mesti lebih digiatkan lagi. Berharap inisiatif dan kepedulian segelintir komunitas warga tidak akan optimal mengatasi permasalahan sampah. Karena kuasa dan daya jangkau mereka terbatas.

Terakhir, kita ingin perubahan perspektif. Melihat sampah yang terlintas di benak jangan hanya retribusi dan pungutan belaka. Perlu berpikir dan bertindak lebih progresif. Diharapkan pola pengelolaan sampah berubah dari paradigma lama yang bertumpu pada aktivitas menampung, diganti paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan untuk sumber energi, kompos, pupuk dan bahan baku industri. Sehingga sampah yang semula dipandang membawa wabah bisa mendatangkan manfaat dan berkah. Tentu banyak masukan, saran dan ide yang bisa dieksplorasi nantinya di tataran teknis. Misal Pemprov Riau memaksimalkan badan penelitian dan pengembangan serta dinas terkait berkolaborasi dengan pendidikan tinggi di Riau. Bisa pula melibatkan unit pendidikan di bawah kewenangan terutama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Toh sudah banyak pelajar SMK melahirkan inovasi. Tujuannya bagaimana mengembangkan teknologi pengolahan atau pemanfaatan sampah supaya menghasilkan sesuatu yang bernilai dan bermanfaat.

Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM.  
ANGGOTA BAPEMPERDA DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

Samsuri Daris: Infrastruktur Jalan dan Jembatan di Inhil Sangat Memprihatinkan, Pemprov Riau Jangan Lepas Tangan

Pekanbaru – Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) sebagai kabupaten dengan banyak parit dan jembatan membutuhkan perhatian …