Pandemi benar-benar memaksa Pemerintah Daerah (Pemda) putar otak mencari pundi-pundi pendapatan daerah. Kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat dan pelaku usaha menambah pelik persoalan. Mengandalkan pemasukan dari pajak rutin bakal dihadapkan pada dilema. Karena dalam keadaan penuh tekanan seperti sekarang, kebijakan relaksasi bagi masyarakat dan pelaku usaha justru paling dinanti bukan menambah beban pajak. Bahkan pemerintah di banyak negara menempuh langkah menunda, memotong bahkan menghapus sejumlah bentuk pajak yang dinilai memberatkan dan menambah beban masyarakat dan pelaku usaha. Adapun sekilas cerita Indonesia, kebijakan relaksasi justru tak jelas. Pajak mobil baru yang tidak berdampak terhadap ekonomi kelompok masyarakat kebanyakan justru dibebaskan, sementara tarif PPN malah ingin dinaikan padahal akan menggerus daya beli masyarakat.
Bagi Pemda, bekerja nyaman di zona aman di saat seperti ini sama saja bunuh diri. Kalau pola lama tetap dipertahankan, siap-siap menanggung beban dan menerima hujan kritikan. Kondisi sama juga dialami oleh Provinsi Riau, dimana terjadi penurunan pendapatan daerah cukup signifikan. Kondisi tadi berdampak terhadap belanja daerah yang ujungnya mempengaruhi jalannya agenda pembangunan. Apalagi daerah punya RPJMD sebagai tolak ukur pencapaian kinerja. Dokumen tersebut tentu bukan sekedar di atas kertas. Apa yang dilakukan dilakukan kepemimpinan kini akan menentukan masa ke depan. Apabila banyak target tidak tercapai maka akan menjadi catatan negatif bagi kepemimpinan saat ini dan beban bagi kepemimpinan di masa mendatang.
Kembali ke soal menyiasati pendapatan, Pemprov Riau dituntut semakin giat berimprovisasi dan berinovasi untuk menyiasatinya. Tidak semata mengandalkan DBH meski itu hak yang wajib ditagih, namun juga berpikir bagaimana caranya mencari sumber lain, diantaranya melalui retribusi. Berangkat dari sini, Pemda harus menanamkan dalam-dalam mindset perlunya optimalisasi fasilitas pelayanan. Disamping memberi layanan publik yang sifatnya wajib sebagai fungsi utama pihak penyelanggara pemerintahan, Pemda juga dapat menerapkan retribusi atas penggunaan fasilitas dan layananan yang diberikan Pemda. Untuk Riau setakad ini belum dilirik secara serius.
Pelayanan
Pandemi hanya jadi beban jika terus dipikirkan tanpa diiringi tindakan. Walaupun banyak sektor babak-belur selama pandemi, banyak pula sektor yang menggeliat dan muncul selama pandemi namun luput dari perhatian pemerintah. Kebangkitan sektor ekonomi ini semestinya dibarengi perhatian Pemda. Terkait potensi, banyak peluang Pemprov menggenjot pendapatan diantaranya melalui retribusi. Seperti yang pernah disampaikan Komisi IV DPRD Provinsi Riau berupa potensi pengurusan sertifikasi kelayakan perusahaan. Hingga kini belum bisa dilakukan sebab Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) belum memiliki laboratorium. Akibatnya potensi PAD tersebut lari ke provinsi lain atau malah ke swasta. Padahal jika Pemprov Riau bersungguh-sungguh mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM), peralatan dan gedung yang representatif bisa menambah pundi-pundi pendapatan. Belajar dari pengalaman Pemda lain, seiring pembenahan sarana dan prasarana, pemasukan dari pemakaian fasilitas semakin meningkat. Sebagai contoh Unit Pelaksana Teknis (UPT) laboratorium DLH Provinsi Lampung, semula tahun 2013 perolehannya hanya 27 juta, di tahun 2020 mencapai 1,3 milyar. Mereka terus meningkatkan ruang lingkup pengujian dan akreditasi demi memaksimal layanan baik itu perusahaan, masyarakat umum, akademisi, rumah tangga dan industri rumah tangga.
Apalagi melihat ekonomi Riau, kejelian menangkap peluang sangat menentukan. Sebagaimana data berbicara, ekspor Riau terus menunjukkan peningkatan yang menjanjikan termasuk selama pandemi. Khususnya kontribusi sektor pertanian dan perkebunan. Sektor industri pun pemain utama terbesar kedua (24,52%) setelah pertambangan dan penggalian (27,82%) dalam struktur PDRB provinsi Riau. Angka tadi menggambarkan prospek ke depan. Ditambah angka lain bahwa mayoritas industri di Riau merupakan sektor industri kecil dan menengah (IKM). Terdapat komoditas SDA berbasis agro yang dapat dikembangkan oleh IKM di samping kelapa sawit. Semisal pengembangan produk berbasis SDA lokal yang masih potensial, antara lain kelapa, nanas, kopi, keladi, berikut produk perikanan atau hasil laut. Potensi ekonomi ini butuh perhatian untuk memacu pengembangannya sekaligus peluang ekstensifikasi pendapatan melalui penyediaan fasilitas layanan.
Ekonomi Daerah
Terutama terkait ekspor komoditas peran laboratorium sangat vital untuk pengujian sebagai syarat utama ekspor langsung produksi daerah ke mancanegara. Ekspor langsung nilai kontribusi tentu semakin besar bagi PAD dan pembangunan ekonomi daerah. Namun seperti diketahui, untuk “mengapalkan” komoditas dan produk ke negara-negara maju tentu tidak sembarangan. Ekspor seperti hasil perkebunan dan perikanan wajib memenuhi banyak aspek. Di beberapa provinsi seperti Bangka Belitung (Babel), ekspor komoditas atau produk pertanian dan perkebunan, di samping ekspor langsung, juga akan dilakukan melalui bursa. Sehingga pembeli bisa membeli langsung ke bursa tanpa perantara dan petani bisa langsung menjual hasil produksi langsung ke bursa. Demi mewujudkan langkah progresif itu, Pemprov Babel terus mengembangkan UPTD balai pengujian dan sertifikasi mutu barang guna memenuhi persyaratan dan ketentuan yang disyaratkan pembeli dari negara Eropa dan Amerika Serikat. Seperti hasil uji laboratorium yang menyatakan produk terbebas dari bakteri tertentu dan sehat untuk dikonsumsi.
Keberadaan fasilitas pengujian dimaksud, disamping sebagai potensi pendapatan bagi Pemda secara langsung juga akan menggenjot kualitas produk dan komoditas daerah. Para pelaku usaha akan meningkat kesadarannya dan meng-upgrade unit usahanya untuk mengejar standar baik itu nasional dan internasional. Sebagai contoh pengujian kimia fisika laboratorium Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB yang diperuntukan menjamin kualitas hasil laut dan komoditi ekspor hasil laut. Fasilitas laboratorium yang disediakan Pemda untuk menguji dan memastikan hasil laut terutama yang akan diekspor ke beberapa negara agar bebas dari kandungan yang tidak aman untuk dikonsumsi, secara perlahan membawa pengaruh positif. Para pemilik tambak perlahan mulai sadar dan menghindari pemakaian obat-obatan dalam proses pembudidayaan. Dari sini jelas bahwa inovasi Pemda kunci utama. Penyediaan fasilitas dan pelayanan yang memadai bukan semata menggenjot pendapatan daerah, tetapi akan berdampak pada perekonomian daerah secara masif.
Sofyan Siroj Abdul Wahab, Lc, MM. Anggota Komisi III DPRD Provinsi Riau