PEMDA DAN MENTALITAS BISNIS

Ada banyak asa manakala Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar menjamu Mahyeldi Ansharullah di rumah dinas, pada Jumat (5/2/2021). Meski Mahyeldi ke Pekanbaru kunjungan kerja dalam kapasitas sebagai Walikota Padang, namun status beliau juga Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) terpilih hasil Pilkada serentak 2020. Pertemuan tentu diharapkan lebih dari dari sekedar kunjungan, berdampak pada pembicaraan peluang ke depan. Sebagaimana sabda Nabi bahwa siapa ingin dilapangkan rezeki hendaklah menyambungkan tali silaturahim. Sebagai informasi dalam pertemuan Gubri sempat memaparkan berbagai potensi yang dimiliki Provinsi Riau. Cara ini diharapkan lebih sering ditempuh Pemprov Riau ke depan. Namun bukan pasif menerima kunjungan, tapi secara aktif menawarkan kerjasama.

Tujuannya adalah menkreasi momentum untuk meraih keuntungan dari daerah lain melalui kerjasama konkrit. Baik itu dengan daerah yang bertetangga dengan Provinsi Riau maupun yang berjauhan. Inilah hakikat perbedaan karakteristik daerah di Indonesia. Supaya kita bisa saling mengisi kekosongan dan memanfaatkan potensi masing-masing. Terus terang, Riau belum mampu mengkapitalisasi potensi yang dimiliki dan mengkapitalisasi kebutuhan daerah lain. Sebaliknya, justru provinsi lain lebih punya determinasi “mengeksploitasi” nilai ekonomi Riau. Logika awam, pola transaksi begini tentu bikin uang banyak mengalir keluar. Urusan pangan saja misalnya, Riau sangat tergantung dengan Sumbar. Dalam kondisi tertentu, seperti akses jalan terhambat, harga pangan bisa merangkak naik yang disaat sama bikin darah masyarakat Riau juga ikutan naik.

Persoalan makin kompleks mendapati kenyataan bahwa sumber perekonomian Riau sangat mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA). Bank Indonesia menyebutkan ketergantungan Provinsi Riau mencapai 60 persen. Sifat “manja” berharap hanya dari SDA tentu membuat perekonomian daerah rentan lantaran sangat dipengaruhi naik turunnya harga komoditas SDA. Terbukti dalam pidato Gubri saat sidang paripurna istimewa HUT Riau Ke-63 disampaikan bahwa angka pertumbuhan ekonomi Riau triwulan II tahun 2020 tercatat minus 3,2 persen. Angka itu disebut-sebut terendah dalam sejarah Provinsi Riau. Penurunan angka pertumbuhan ekonomi akibat menurunnya ekspor komoditas utama Riau: pulp and paper, CPO dan komoditi perkebunan lainnya termasuk paling fatal turunnya produksi dan harga Migas.

Ubah Mindset

Pengalaman pahit mestinya memotivasi Pemprov Riau merubah pola pikir: Riau tidak bisa begini terus. Kejayaan Riau di masa dahulu bukan diperoleh dengan berharap pada nasib baik dan merasa cukup dengan kekayaan alam saja. Kesultanan Siak dikenal sebagai kerajaan bahari yang kekuatan diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya. Beradu dengan imprealis Eropa. Spirit “penaklukan” itu semestinya dapat diresapi dan ditarik untuk diterapkan dalam konteks kekinian. Bersikap manja mengharapkan SDA semata jelas menodai sejarah emas masa lalu Riau. Berangkat dari nilai historis pula, Pemprov Riau dituntut untuk mampu mendiversifikasi sumber pertumbuhan ekonominya lebih giat lagi.

Apalagi di tengah dampak ekonomi global akibat perang dagang hingga pandemi, misi dagang antar daerah alternatif menjanjikan. Kuncinya bagaimana Pemprov Riau mampu memanfaatkan peluang kerjasama dengan daerah lain secara apik. Dalam hal ini mentalitas bisnis faktor penentu. Setakad ini, kerjasama Pemprov Riau dengan daerah lain perlu diapresiasi. Dengan Jawa Timur (Jatim) menembus transaksi Rp. 240 miliar. Namun perlu diakui misi dagang tersebut diinisiasi Pemprov Jatim. Artinya sah-sah saja bila Jatim mendapat keuntungan lebih. Ide dan gagasan Jatim terbilang brilian sebab tidak hanya menyoal trading, tapi menyinggung aspek lain. Semisal pemberdayaan sektor peternakan ketika Riau ingin belajar budidaya sapi bisa ke Jatim, lalu Jatim menawarkan supaya Riau juga bisa budidaya secara masif. Ide-ide yang mutualistis seperti ini dibutuhkan.

Keadaan Riau pelik karena mentalitas bisnis organisasi Pemprov Riau bisa dibilang belum teruji. Kerjasama pengelolaan dalam daerah saja malah merugikan. Lihat kerjasama Bangun Guna Serah (BGS) Tanah Bandar Serai yang masalahnya berlarut-larut. Kita pantas malu dengan provinsi tetangga seperti Sumbar. Baik dalam mengkapitalisasi kebutuhan dari daerah lain juga segi pembangunan menggenjot pendapatan. Berkaca dari polemik PLTA Koto Panjang. Meski Riau bersyukur mendapat tambahan pendapatan dari pajak air permukaan (PAP) Bendungan Koto Panjang, namun dalam perjuangan pembangunan dan pengelolaan PLTA Koto Panjang totalitas Pemda dan masyarakat Sumbar patut diacungi jempol. Mereka berjuang sampai ke Jepang untuk mendapatkan dana pembangunan waduk tersebut. Lantas Riau sampai kapan berharap nasib baik terus menghampiri?

Proaktif

Secara konsep, kehadiran Pemda berperan sebagai fasilitator dan akselerator pembangunan dan perekonomian daerah. Dalam menjalankan konsep dimaksud Pemda diharapkan proaktif. Selama ini organisasi Pemprov Riau belum totalitas. Realisasi investasi Provinsi Riau tahun 2020 memang meningkat dan tertinggi di Sumatera. Akan tetapi dari analisis banyak pihak, minat investor lebih disebabkan posisi strategis Riau secara geografis daripada aspek pelayanan. Malah beberapa sektor para investor enggan menanamkan modal karena kendala infrastruktur, teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karena itu diharapkan kerja keras Pemda mengejar ketertinggalan. Pembenahan infrastruktur dan teknologi serta pembangunan hilirisasi komoditas yang bisa meningkatkan nilai dagang. Perihal SDM, berkah demografi Riau berupa dominannya generasi milenial, Z dan post Z butuh fasilitasi kebijakan dan porsi perhatian dari Pemda. Patut disayangkan jika Riau dilirik sebatas pasar. Berkah usia produktif modal perekonomian berharga. Seiring makin menguatnya sektor niaga online, Riau juga punya peluang sama dengan daerah di pulau Jawa menghasilkan start-up yang mengisi berbagai lini usaha.

Mengenai mentalitas bisnis yang diinginkan adalah bagaimana Pemda berpikir “ekspansi” ke luar. Perlu ditiru provinsi semisal Jatim. Dengan strategi perdagangannya memperkuat pasar domestik dengan memanfaatkan model ekonomi negara kepulauan. Mereka cukup berhasil memberdayakan perwakilan dagang guna mendukung dan memfasilitasi kerjasama. Strategi pun dibekali sistem informasi perdagangan yang memberi informasi perdagangan secara real time. Selain Jatim jelas ada Provinsi lain bisa dicontoh mentalitas berbisnis dan keseriusan. Riau punya kesempatan unggul di pentas nasional bahkan global. Nilai strategis secara geografis modal ekonomi berharga dilingkup sumatera dan nasional serta mudahnya akses ke negara tetangga. Kuncinya atasi dulu hambatan di lingkup internal melalui rencana aksi segera dan terukur. Selain hambatan yang dipaparkan sebelumnya, juga konsolidasi Kabupaten/Kota, pemerataan pembangunan mendasar dan pendukung berbasis keunggulan Kabupaten/Kota. Dengan begitu kerjasama dan transaksi ekonomi ke luar output-nya membawa keuntungan secara merata dan kesejahteraan dirasakan manusia Riau seutuhnya.

SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI III DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

BANSOS TANPA PAMRIH

Bantuan Sosial (Bansos) menjadi topik pembicaraan di berbagai media. Berawal dari keputusan Pemerintahan di bawah …