Petani Riau-Sumbar, Beda Cara Menggarap Lahan Non Gambut

Pekanbaru — Meski mendiami wilayah dengan tanah non gambut, warga Desa Cipang Kiri Hilir, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, memilih membuka lahan tanpa dibakar.
Menurut Anggota DPRD Provinsi Riau, Adam Syafaat, opsi tersebut sejatinya memberatkan warga yang tinggal di desa perbatasan Riau-Sumbar, sebab untuk membuka lahan, warga harus menguras kocek Rp5 juta perhari untuk sewa alat berat.  “Sementara disisi Sumbar, bagian Pasaman, warga bisa membuka lahan dengan membakar maksimal 2 hektare. Padahal tanahnya sama-sama non gambut (mineral) ,” ujarnya di Pekanbaru, Senin (21/6).
Menurut legislator PKS itu, faktor takut ditangkap menjadi alasan utama warga Desa Cipang Kiri Hilir enggan membuka lahan dengan cara dibakar.  “Padahal ada aturan yang membolehkan membakar maksimal 2 hektare, itu sebabnya petani yang ada di Sumbar bisa melakukannya. Disini (Riau) mungkin karena sering terjadi karhutla, dan mendapat sorotan nasional,membakar lahan berpotensi digaruk polisi. Jadi alasannya karena takut,” urainya.
Dalam  Pasal 22 angka 24 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang mengubah Pasal 69 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).  Membuka lahan dengan cara membakar hutan merupakan hal yang secara tegas dilarang.
Hanya saja ketentuan itu dikecualikan bagi masyarakat yang melakukan pembukaan lahan dengan memperhatikan kearifan lokal di daerah masing-masing. Adapun kearifan lokal yang dimaksud yaitu melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. Singkat kata, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan persyaratan tertentu.
Adam pun berharap keengganan warga membuka lahan dengan cara di bakar, tidak mematikan sumber pendapatan warga setempat dari sektor pengolahan lahan untuk berkebun. Ia mengakui pemerintah daerah Provinsi Riau telah membuka opsi penyediaan alat berat untuk membuka lahan.  Namun, belum jelasnya regulasi teknis (juknis) membuat opsi tersebut kurang optimal digarap masyarakat.
“Memang sudah ada pengerahan alat berat dari pemda, tapi tidak jelas juknisnya semacam apa, dan seperti apa sebaran alat beratnya untuk kabupaten. Yang jelas untuk menggarap lahan warga harus menyewa alat berat Rp5 juta perhari, itu sangat memberatkan,” tukasnya.
Diketahui, jumlah penduduk Desa Cipang Kiri Hilir diperkirakan sekitar 2.000 jiwa dengan penghasilan perekonomian yang beragam, meliputi karet sekitar 75 persen, sawit sekitar 20 persen, dan lain-lain sekitar 5 persen.
Sumber: gatra.com

Baca Juga

Diprediksi Masuk Putaran Dua, Pengamat: Kampanye Massif PKS Dorong Elektoral AMIN

JAKARTA – Kampanye terakhir pasangan calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar …