Ayah, Engkaulah Pelurus Kesalahan Anak-Anak

By: Setiyati (Dirut Rumah Curhat Keluarga Kepulauan Meranti, Riau)

Pernahkah anak Anda bilang begini:
“Bunda, ayah mana..kok nggak pulang-pulang..?” padahal si doi baru lima menit meninggalkan rumah.
Atau, “Bunda.., kok lama sekali ayah perginya ya..??, Kakak kan rindu ayah..!” padahal bundanya di depan mata lengkap dengan makanan resep barunya tidak dipandang..😅

Barangkali ayah akan bangga bila ia tahu anak-anaknya selalu mendambakan bersamanya kapan dan di mana saja. Lima menit serasa sehari atau malah seperti sepekan bagi mereka.

Giliran bundanya yang keluar rumah,,:
“Bunda jangan lupa mobil-mobilan biru pesenan aku tadi pagi ya..” atau
“Coklat bulat dan gelang-gelang pink itu lho..bunda belikan ya..” bundanya dibuat kayak kasir semua dipesan..😅

Jika dialog di atas pernah terjadi maka bersyukurlah, anak kita masih bisa meminta kepada orang yang dia nyaman dan tidak ada tekanan apapun. Tidak ada idola lain kecuali orang tuanya.

Para ayah adalah orang yang paling dirindukan kehadirannya oleh anak-anak, sehingga apa-apa yang keluar dari lisan ayah cenderung lebih diperhatikan. Karena karakter ayah yang tidak suka mengulang-ulang perkataan (versi bunda cerewet) dan lebih pada substansi inilah si anak menjadi lebih perhatian.

Kondisi demikian posisi ayah sangat baik dijadikan cara untuk meluruskan kesalahan anak. Bila anak melanggar aturan yang bersifat beban syariah (aqidah, ibadah dan akhlak, dll) atau kesepakatan yang sifatnya kedisiplinan sehari-hari (bangun pagi, jadwal pegang gadget, dll) orang tua boleh memberikan nasehat, teguran sampai kepada hukuman.

Nasehat : ini dilakukan sebelum datangnya kesalahan pada anak. Ayah yang menasehati dalam keadaan iman dan ruhiyah yang baik bukan dengan emosi.

Ada tiga kondisi paling tepat menasehati anak yang pernah diajarkan Nabi Saw:

1). Sewaktu dikendaraan atau jalan-jalan. Kepada Ibnu Abbas ra Nabi Saw memberikan nasehat ringkas dan mudah diingat.
“Wahai anak muda..”
“Saya ya Rasulullah..” jawabnya.
“Jagalah Allah, kamu pasti dijaga-Nya..”(H.R Tirmidzi).

2). Sewaktu makan. Saat itu Nabi Saw menemani anak-anak makan, beberapa kesalahan langsung diluruskan oleh beliau dengan baik dan mengesankan. Umar bin Salamah ra berkata: “Ketika masih anak-anak aku pernah dipangku Rasulullah saw, lalu tanganku melayang ke arah sebuah nampan yang berisi makanan, Rasulullah berkata kepadaku “Nak, bacalah basmallah, lalu makanlah dengan tangan kanan dan ambillah makanan yang terdekat denganmu” (H.R Bukhari dan Muslim).

3). Waktu anak sakit. Anak ketika sakit biasanya lembut dan gampang menerima nasehat. Ketika Nabi Saw menjenguk seorang anak Yahudi yang biasa melayani beliau sedang sakit. Lalu Nabi sambil duduk di atas kepalanya dan berkata, “Islamlah..!”. Anak itu memandang ke arah ayahnya dan ayahnya berkata “Ikutilah Abul Qasim (Yakni Rasulullah saw), anak itupun menyatakan ke Islamannya. “Alhamdulillah Allah telah menyelamatkanya dari api neraka” (H.R Bukhari).

Semua cara di atas harus dilakukan tanpa perantara, misal tidak bisa nasehat itu lewat WA atau telpon karena bisa jadi punya makna berbeda. Karena setiap gerak, air muka dan tatapan mata ayah akan membuktikan kasih sayangnya, bisa-bisa belum diberi nasehat sudah takluk duluan anaknya. Ingat, ayah adalah “magnet people” bagi anak-anak.

Demikianlah cara ayah menyampaikan nasehat dengan bijak sehingga mengundang keteladanan bagi anak-anaknya. Apakah semua para ayah bisa melakukannya??

Jawabnya: Bisa..! Bila ia punya hubungan baik dengan Allah Swt Sang Maha Pemilik hati anak-anak kita yang masih bersih.
DEMI ANAK, ibadah seorang ayah harus baik. Jika biasanya ayah bekerja siang malam selalu dikatakan demi anak maka ganti brand hari ini, beramal dan ibadah yang banyak demi anak.

Said bin Musayyab berkata “Wahai anakku, bila aku selesai shalat lalu teringat dirimu maka aku menambah shalatku lebih banyak lagi..”
Intinya jangan pernah ada masalah dengan Allah.

Teguran: ini sifatnya mengingatkan pada tugas dan kewajiban atau pun kesepakatan yang diban

SAPARI, [15.01.18 10:32] gun dengan anak. Menegur adakalanya tidak perlu dengan nada tinggi, cukup dengan teladan. Misal ayah menginginkan ketika azdan berkumandang anaknya harus ke mesjid. Maka ayah harus meneladani pertama ia langsung bergegas mengambil air wudhu, lalu pergi ke mesjid. Kebanyakan, saat adzan maghrib ayah bilang:

“Ayo..sudah adzan, shalat dan ngaji ya.. matikan tv-nya..bla..bla..” anaknya lihat ayahnya belum mandi, malah sibuk ngurusin bebeknya yang belum masuk kandang..hehe

Hukuman.
Hukuman diberikan apabila anak bila saat melakukan kesalahan perbaikan melalui nasehat, merubah mindset pemikiran tidak juga dipenuhi maka dibolehkannya ta’dib (hukuman). Ta’dib mempunyai tahapan, yakni:

1). Diperlihatkan cemeti (alat untuk menghukum).
Banyak anak ketakutan hanya dengan diperlihatkan cemeti atau alat penghukum, diharapkan dengan sekedar diperlihatkan itu anak tidak lagi mengulangi kesalahan.

Dalam kitab Adab Mufrad, Ibnu Abbas diperintahkan oleh Rasulullah agar mereka menggantungkan cemeti di rumah agar dapat meluruskan perilaku anak-anak.

Jadi, setiap rumah kita diharuskan menggantungkan alat untuk menghukum, bukan untuk memukuli bila anak bersalah apalagi usia mereka masih kecil tapi hanya UNTUK MENAKUT-NAKUTI mereka agar tidak sengaja melakukan kesalahan.

2). Dijewer.
Wah.. ini yang jarang dilakukan para ayah, kebanyakan mereka menghukum langsung dengan memukul. Tapi ingat jewernya bukan sampai telinganya melintir 360 derajat, cukup anak bisa meringis saja dan tanpa emosi.

Jewer ini bisa juga dilakukan oleh ibu. Abdullah bin Bishr Al Muzani raenceritakan kenakalannya sewaktu kecil, “Ibuku pernah menyuruhku mengantarkan setangkai anggur ke rumah Rasulullah saw, sebelum sampai kepada beliau sebagian buah itu saya makan. Setelah pulang telingaku dijewer oleh ibuku”.

3). Memukul.
Bab ini panjang penjelasannya. Bila semua cara sudah ditempuh namun anak masih melakukan kesalahan maka memukul adalah cara terakhir.

Memukul hanya untuk anak berumur di atas sepuluh tahun, itupun karena mengabaikan shalat, amalan pertama yang akan dihisab setelah aqidah.

Nabi Saw tidak membolehkan memukul anak di bawah sepuluh tahun apalagi karena urusan sepele, orang tua harus sabar dan tidak boleh dengan cara kasar untuk meluruskannya. Ketentuan lain adalah memukul dengan alat yang tidak menyakiti karena pada dasarnya bukan untuk melampiaskan marah tapi sebagai rasa kasih sayang untuk memperbaiki.

Jumlah pukulan minimal tiga kali dan maksimal sepuluh kali pada tempat yang berbeda-beda. Tidak boleh memukul wajah, kemaluan atau bagian-bagian yang rawan cedera.

Abul A’laa al Maududi ra berkata, “Isyarat yang menunjukkan memukul dari kata “fajlidu” yakni “jaldun” berarti kulit”. Maka memukul hanya boleh pada bagian permukaan kulit saja tidak boleh ke dalam daging atau mengoyak kulit atau berbekas pada kulit.

Perlu diketahui untuk semua hukuman baik menjewer atau memukul, HENTIKAN HUKUMAN SAAT ANAK MENYEBUT NAMA ALLAH. Berarti jiwa anak masih bersih, telah bersemi dalam hati mereka pengagungan kepada Allah. Apalagi bahasanya minta tolong kepada Allah.

Adakah anak yang seperti ini di zaman sekarang..?? JAWABANNYA: ADA, yakni ketika sang ayah telah memasukkan nilai aqidah ke dalam jiwa anak. Maka akan lebih mudah orang tua meluruskan anak apabila dalam diri mereka telah tertanam kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.

KESALAHAN ORANG TUA HARI INI..

  • Ayah sibuk kerja di luar bahkan jarang pulang karena sibuk kerja, akhirnya saat anak tidak sopan atau muncul kenakalannya yang menghukum kesalahan anak adalah ibunya. Mengapa? Ini cenderung akan menyakiti anak sebab bagi ibu yang tidak tahan beban kesibukan yang banyak di rumah dan berhadapan dengan anakny yang “super aktif” cara meluruskan kesalahan anak dengan pukulan langsung yang menyakitkan. Mengapa harus ayah yang menghukum?? Karena ayah menggunakan logika, cenderung stabil dan memenuhi kepemimpinannya di rumah.
  • Saat ayah menasehati, menegur atau menghukum anak yang bersalah, tiba-tiba ibunya membela anaknya. Ini berefek sangat buruk. Mengapa..?? Anak akan menjadi resisten, kebal, manja dan bomerang bagi orang tuanya, sebab ia merasa besar kepala dan tidak merasa bersalah dikarenakan ada pembelanya.
  • Tidak ada tahapan memperbaiki, melainkan langsung pada hukuman tingkat pukulan. Padahal usia anak masih di bawah sepuluh tahun. Maka hendaknya usia 0-10 tahun dengan cara sering memasukkan nasehat kepada anak, setelah di atas sepuluh tahun barulah pukulan.

 

Ayah..bunda…

Kkta bukanlah Nabi atau Rasul atau orang shaleh terdahulu yang punya keimanan tinggi mendidik anak, tapi kita hanya ingin menjadikan mereka bakti dan baik akhlaknya. Biarlah mereka tidak berprestasi akademik tapi pandai beradab, mendengarkan nasehat dan mulia berakhlak kepada orang tuanya. Tentu ini akan terjadi bila para orang tua banyak membekali diri dengan keimanan dan ibadah yang banyak, tak boleh kurang. Shalat jangan tinggal, ibadah sunnah apalagi wajib jangan lalai, adab dan akhlak harus teladan. Maka seburuk apapun anak, saat orang tuanya tidak bermasalah dengan Allah akan mudah bagi Nya untuk mengembalikan mereka pada fitrahnya. Sebanyak apapun ilmu parenting dan buku-buku pendidikan dimiliki tidak akan terjadi bila tidak seizin Allah Swt. Wallahua’alam.

*konselor sosial tidak berbayar..!! 081365 451960 (wa/tlp).

Baca Juga

PKS Kembali Lantik 53 Anggota Dewan Pakar, Mayoritas Purnawirawan TNI-Polri

Jakarta — Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu melantik 53 anggota Dewan Pakar baru …