Energi Dan Kebangkitan Ekonomi

Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM

Kegiatan ekonomi berbanding lurus dengan laju permintaan dan kebutuhan energi. Seiring pandemi berangsur menuju normal, dalam fase pemulihan ekonomi sektor energi jadi kunci. Tapi bicara energi harusnya tak lagi tema klasik berupa ketahanan dan pemerataan akses energi dalam negeri, yang mana sudah seharusnya itu terwujud sehubungan dampaknya terhadap penyelenggaraan fasilitas esensial seperti pendidikan dan kesehatan serta sarana dan prasarana dipakai masyarakat dalam keseharian dan sektor usaha menjalankan aktivitas produksi. Namun, narasi progresif yang penting untuk diangkat adalah sejauhmana keterandalan dan kemandirian energi. Apalagi mengacu ke proyeksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin menjanjikan. Hasil berbagai studi dan analisis menunjukkan ekonomi Indonesia diprediksi menduduki peringkat 4 dunia di tahun 2045 dan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$ 12.210 Miliar. Perkiraan barusan tantangan sekaligus menuntut kesiapan. Kalau ekonomi Indonesia ke depan berbasis produktivitas tinggi serta inovasi, Jelas butuh banyak energi.

Menghadapi tantangan kebutuhan energi sehubungan proyeksi ekonomi di atas, ada fakta lain cukup mengejutkan. Menurut informasi, PLN mengalami kelebihan pasokan (oversupply) pembangkit listrik. Mengutip data, Sumatera masuk diantara daerah alami surplus tertinggi sebesar 55 persen, berikut Jawa dan beberapa wilayah Sulawesi serta provinsi di Kalimantan. Bahkan, PLN menyebut angka oversupply bisa bertambah. Memang faktor tergerusnya tingkat konsumsi masyarakat akibat pandemi Covid-19 salah satu penyebab menurunnya angka permintaan terhadap konsumsi listrik secara signifikan tahun 2020. Selanjutnya beban usaha yang harus dipikul PLN akibat penggunaan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) semisal Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) oleh sektor industri dan pelaku usaha. Di luar itu, kelebihan pasokan listrik menjadi-jadi seiring mulai selesai dan beroperasinya berbagai pembangkit listrik proyek 35 ribu Megawatt (MW) membuat gap besar antara suplai listrik dan penambahan konsumsi listrik oleh masyarakat.

Prioritas

Kelebihan pasokan tentu dilematis. Bagi PLN, ketersediaan energi tanpa diimbangi permintaan tentu melahirkan problem baru. Menyikapi ini, sebenarnya tak lantas mikir jauh. Seharusnya optimalkan layanan listrik dalam negeri terlebih dulu. Toh rasio elektrifikasi, akses dan ketersediaan listrik bagi masyarakat di daerah-daerah belum 100 persen terpenuhi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa persentase rumah tangga menggunakan listrik PLN Kabupaten/Kota di Riau tahun 2020 sebesar 91,04 persen. Di tahun 2021 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau meningkatkan rasio elektrifikasi menjadi 92,536 persen. Kembali ke data BPS, masih didapati rumah tangga di Riau menggunakan listrik non-PLN seperti genset yakni 7,79 persen dan 1,17 persen rumah tangga tidak teraliri listrik. Tak sedikit kabupaten di Riau masih menuntut perhatian ekstra dari Pemda dan PLN agar warganya dapat menikmati aliran listrik. Sebut saja Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan dan Kepulauan Meranti. Malah unsur daerah DPRD Kabupaten Bengkalis tahun 2021 sampai bertamu ke Dinas ESDM Provinsi Riau untuk menyampaikan persoalan ketersediaan jaringan distribusi listrik yang belum tuntas di Kabupaten Bengkalis. Dibatasinya kewenangan oleh peraturan perundang-undangan memang membuat kabupaten tak bisa leluasa mengalokasikan anggaran kegiatan terkait elektrifikasi di APBD. Sementara masyarakat terus saja mengeluhkan masalah kelistrikan di pemukiman desa dan kelurahan.

Kelebihan pasokan semestinya dapat menjawab tantangan proyeksi Indonesia. Ketersediaan listrik maksimal dapat menggenjot produktivitas. Prinsip ekonomi supply dan demand juga harusnya berlaku di sini. Artinya warga memperoleh tarif listrik lebih terjangkau. Dalam tekanan ekonomi jelas memberi ruang bernafas bagi masyarakat: menekan pengeluaran rumah tangga dan menjaga daya beli. Terlebih potensi penambahan pasokan listrik terus terbuka seiring rencana pembangunan pembangkit listrik EBT sebagai upaya menurunkan penggunaan energi fosil, sesuai target dicanangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan sudah ada aturan turunan hingga ke daerah berupa Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Limpahan energi plus keterjangkauan tarif diyakini berefek positif guna memperkuat sektor-sektor fundamental perekonomian bangsa. Seperti program Electrifying Agriculture yang telah digagas PLN yang berorientasi memperkuat sektor pertanian. Membuka ide dan inovasi transformasi pertanian melalui sentuhan modernisasi dan digitalisasi. Di beberapa daerah semisal di Bali, pertanian dikelola melalui smart farming melalui mekanisasi dan digitalisasi. Mulai penghidupan pompa, distribusi air, irigasi, sprinkle penyiram tanaman secara masif dan efektif serta teknis pertanian lainnya. Efeknya, produksi meningkat dan mampu memenuhi pangsa pasar ekspor dari sebelumnya 3 ton mencapai 10 ton sekali pengiriman. Efisiensi operasional juga mencapai 76 persen.

Peluang

Selain bekal produktivitas, limpahan energi juga bernilai ekonomi tinggi. Kembali menyoal oversupply, kabarnya bakal diekspor. Singapura target pasokan kelebihan listrik. Rencana RI mengekspor listrik semakin nyata. Kerjasama tak hanya antara perusahaan Indonesia dan Singapura, namun juga dipayungi kesepakatan kedua negara. Di awal tahun 2022, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura menandatangani MoU bidang kerja sama energi. Penandatanganan MoU salah satu poin yang disampaikan pada pertemuan Leaders’ Retreat antara Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong 25 Januari 2022 di Bintan. Untuk merealisasikan, infrastruktur kelistrikan akan saling terhubung antar pulau. Direncanakan pasokan listrik di Jawa disambungkan ke jaringan Sumatera lalu melalui Riau akan dikirim langsung ke Singapura. Sejumlah provinsi tetangga Riau seperti Kepri sudah melangkah sebagai pengekspor listrik dari PLTS. Tahap awal ditargetkan ekspor perdana sebesar 100 megawatt non intermiten pada 2024. Batam juga begitu lewat pengembangan proyek EBT antara PLN Batam bersama mitra dan perusahaan pengembang EBT Singapura. Teruntuk Riau sebagai “rute” pasokan ekspor listrik merupakan kesempatan emas. Melihat target kebutuhan energi bersih Singapura mencapai 4 gigawatt non intermiten pada 2035, sangat potensial dilirik. Terlebih RUED Provinsi Riau 2020-2050 sudah menawarkan pokok pikiran potensi EBT. Paling mengemuka yakni bioenergi dan surya. Riau punya harta karun energi melimpah dari limbah kelapa sawit. Menurut survei Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, potensi energi listrik limbah sawit mencapai 12.654 MW. Potensi terbesar terdapat di Sumatera yaitu 8.812 MW. Peluang dari “yang terbuang” bukan hanya itu. Sampah selama ini selalu mengundang masalah juga potensi energi. Upaya Pemko Pekanbaru menggandeng perusahaan asal Jerman dalam hal pengelolaan sampah patut diapresiasi. Nantinya, sampah mencapai ribuan ton perhari bisa disulap menjadi energi listrik. Upaya tersebut juga implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Berangkat dari pemaparan, Riau sangat mungkin mengeksplotasi keuntungan dari potensi EBT. Disamping prioritas memenuhi kebutuhan listrik di Riau yang diperkirakan akan terus meningkat di tahun mendatang seiring pengembangan daerah dan kawasan industri, juga mengejar nilai keuntungan dari energi yang dihasilkan. Apalagi Pemerintah RI merealisasikan solusi kelebihan pasokan melalui satu storage sistem energi. Bukan saja menyelesaikan masalah oversupply, tapi memberi nilai keekonomian bagi negara. Pergeseran paradigma pengelolaan energi barusan perlu diantisipasi. Bicara kemandirian energi bermakna kemampuan mengelola energi sendiri. Bedanya kini pemahaman dituntut lebih komprehensif. Untuk mewujudkan capaian dimaksud tentu membutuhkan itikad politik dan kebijakan inovatif dari Pemerintah Daerah (Pemda) berkolaborasi dengan segenap pemangku kepentingan.

Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota Komisi III DPRD Provinsi Riau

Baca Juga

ISRA’ MI’RAJ DAN SPIRIT PERUBAHAN

 “Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil …