Lebih Mudah Merusak

“Kami membangun Piramida ini selama 60 tahun. Barangsiapa ingin menghancurkannya, maka hancurkanlah dalam masa 600 tahun. Sesungguhnya merusak itu lebih mudah daripada membangun.”

Demikian Muhammad bin Abdullah bin Bathuthah menceritakan salah satu tulisan yang terdapat pada bangunan Piramida Mesir ketika ia menyinggahi negeri tersebut dalam 27 tahun perjalanannya mengelilingi dunia (1325 M-1352 M).

Membangun itu – apakah dalam makna seutuhnya yaitu membangun bangunan tempat tinggal, monumen atau dalam makna relasi, pertemanan, rumah tangga, lembaga, organisasi, bahkan negara – membutuhkan energi yang tidak sedikit jumlahnya. Tidak sebanding tentunya dengan kemudahan untuk mencedrai atau menghancurkannya.

Contohnya Proklamasi Indonesia di tahun 1945 adalah hasil dari perjuangan yang tiada henti, perjuangan menakhlukkan kelelahan, sampai-sampai Soekarno untuk menggambarkan begitu lamanya kita dijajah dengan ungkapan tiga ratus lima puluh tahun. Banyak sudah pengorbanan – deraian air mata, harta, perasaan, nyawa – yang tiada terhitung jumlahnya.

Membangun organisasi juga tidak mudah, kita menenggelamkan perbedaan dengan harapan yang mengapung ke permukaan itu persamaan. Kita buat rencana dan target supaya kita sampai bersama-sama ke tujuan yang kita inginkan. Kita ajak orang lain untuk masuk dan bergabung supaya organisasi tidak mati dan dikubur kita.

Demikian pula rumah tangga. Sedari awal suami istri mesti sudah memahami bahwa di antara mereka terdapat perbedaan – dan bukankah karena perbedaan juga kita menikah! Laki-laki dan perempuan – yang dengan itu kita mencari persamaan. Sandal disebut sepasang bukan karena sebelah kanan atau kiri kedua-duanya. Kalaupun tampak kekurangan pada pasangan, itu karena Tuhan ingin memberikan nilai pada kita dengan jalan tiada pernah bosan menasehatinya. Nasehat yang hanya diakhiri oleh kematian yang memisahkan.

Dan relasi perteman atau persahabatan adalah identitas dari kemanusiaan kita. Binatang atau hewan ternak tidak pandai membangun relasi. Setiap perbedaan bagi mereka adalah api perpecahan yang harus terus dikobarkan. Bukankah jamak kita dengar pepatah orang tua kita dulu bahwa seribu teman terlalu sedikit, sedangkan satu musuh terlalu banyak.

Di atas kemuliaan manusia membangun rumah, gedung-gedung mencakar langit, membangun hubungan kemanusiaan adalah puncaknya. Umat-umat dahulu kala disebut jahiliyah (bodoh) bukan karena bangunan rumahnya jongkok, tetapi karena bangunan kemanusiaannya rapuh.

Tuhan tautkanlah hati-hati kami dan dekaplah kami dalam rumah-Mu

Baca Juga

Ramadhan Bulan Produktif

Pekanbaru – Bulan mulia kembali hadir ke tengah kita. Sebuah anugerah luar biasa bagi umat …