MENJAGA WARISAN NABI

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota DPRD Provinsi Riau dan Tokoh Masyarakat

12 Rabi’ul Awal 1444 Hijriah atau bertepatan tanggal 8 Oktober 2022, merupakan hari spesial dalam kalender umat Islam. Terkhusus di tanah air, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW punya tempat istimewa. Boleh dibilang maulid hanya populer di masyarakat kita. Kata tadi senada dengan kata milad yang merujuk ke hari lahir. Dalam tutur bahasa, terjadi penyesuaian secara turun-temurun yang kemudian akrab dikenal maulid nabi. Istilah barusan bentuk pengagungan lahirnya Nabi. Penghargaan dirasa sangat pantas. Tanpa beliau dan ajaran yang dibawa, kita masih hidup dalam masa kejahiliyahan. Ironis kalau kelahiran beliau lewat begitu saja tanpa ekspresi kesyukuran. Sekedar penggugah, ambil pelajaran dari kisah Abu Lahab. Kendati keluarga Nabi, dia penentang utama. Saking kuat rasa benci dan ingkar terhadap dakwah Nabi, kisah dan siksaan untuknya diabadikan Allah SWT dalam Al Quran. Namun ada riwayat menuturkan Abu Lahab mendapat keringanan siksa kubur berupa minum setiap hari senin. “Dispensasi” karena kala itu di hari senin 12 Rabiul Awwal, seorang budak Abu Lahab yaitu Tsuwaibah Al Aslamiyah mendatanginya dan membawa berita gembira yakni Siti Aminah telah melahirkan. Abu Lahab sangat bahagia dengar kabar itu. Saking bahagia, ia memerdekakan Tsuwaibah dan menghadiahkan ke Siti Aminah. Tsuwaibah inilah kelak salah satu perempuan menyusui Nabi. Hikmahnya, kalau seorang penentang Nabi “kecipratan” berkah hanya karena rasa senang atas kelahiran Nabi, harusnya kita umatnya yang masih hidup lebih bahagia lagi.

Rasa bahagia sangat sepadan mengingat apa yang dibawa Nabi Muhammad SAW bawa (iman dan Islam) sesuatu yang tak bisa digantikan dengan kenikmatan tertinggi apapun di alam semesta ini. Kehadiran beliau bukan saja bermakna ekslusif bagi umat Islam. Namun kemaslahatan nilai-nilai Islam secara inklusif sudah diakui seluruh umat. Beberapa warisan gagasan paling menonjol semisal pruralisme, kesetaraan manusia tanpa bedakan ras dan golongan, serta memperbaiki derajat wanita. Jadi kalau ada bilang ajaran Islam mengebiri peran wanita dapat dipastikan wawasan sejarahnya sangat minim. Jauh sebelum dunia barat koar soal emansipasi, Islam lebih dulu praktik. Contoh nyata istri Nabi Khadijah Ra, saudagar dan berperan penting dalam dakwah nabi. Selanjutnya Hafshah anak Umar bin Khattab yang punya kemampuan baca tulis dan dicatat tinta emas sejarah atas upayanya mendokumentasikan tulisan Qur’an ke lembaran pelepah kurma, membuat ia digelari “penjaga Al Qur’an”. Bahkan ada pula wanita ikut andil di medan perang seperti Nusaibah binti Kaab. Berikut pendiri universitas pertama di dunia (Al Qarawiyyin di Maroko) juga seorang wanita bernama Fatima al-Fihria. Sementara wanita di Eropa abad pertengahan mayoritas buta huruf dan statusnya dihinakan. Begitujuga kehidupan wanita di Amerika Serikat di abad 19 terkekang kehidupan sosial dan politiknya.

Rekonstruksi

Maulid Nabi momentum refleksi. Menyegarkan kembali ingatan akan perjuangan dan keteladanan hidup Nabi sepanjang perjalanan menyampaikan risalah dakwah nan mulia. Output-nya agar kita memperbaharui komitmen dan mempedomani ajaran beliau bawa. Sesungguhnya puncak sunnah dari ajaran Rasulullah SAW adalah mewujudkan peradaban dunia. Peradaban yang dimaksud adalah wujud dari konsep baldatun thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur. Ini hanya bisa dicapai ketika ikatan dengan Tuhan (tauhid) diperkuat dengan ibadah serta disempurnakan dengan karakter. Karena kaya dan makmur saja tak menjamin kebahagiaan dan ketenangan. Sudah banyak Al Qur’an bercerita perihal bangsa dan negeri besar di masa lalu. Salah satunya Kaum Saba’. Namun, kejayaan dan kemakmuran negeri Saba’ harus berakhir saat mereka berpaling dan meninggalkan ketaatan. Ujungnya diganti azab yang memporakporandakan negeri. Sampai kini polanya bisa disaksikan. Lihat negara-negara maju tampak mentereng dan bergelimang materi. Namun jiwa manusianya justru kosong. Akibatnya di negara tersebut justru tinggi kasus bunuh diri, pelecehan seksual, penyakit yang timbul dari kebebasan seks dan lain-lain. Negara mayoritas penduduk muslim juga mengalami hal sama kalau tidak meneladani ajaran yang Nabi bawa. Itulah kenapa pembentukan karakter prioritas. Nabi berkata tidaklah dia diutus selain menyempurnakan akhlak manusia.

Merujuk ke sejarah perjalanan hidup Nabi, diisi dengan persiapan dan pemantapan supaya terbentuk karakter pribadi unggul. Inilah fase substansial dimana beliau dikenal sebagai individu al-Amin dan memperlihatkan keunggulan kepemimpinan yang menyatukan seperti kisah Hajar Aswad. Fase ini pula dihadapkan pada peristiwa Isra Mi’raj. Setiap peristiwa, mulai masa kecil hidup yatim piatu disusul kehilangan satu persatu orang terdekat yang mendukung dan membela, semua membentuk sikap mental. Pelajaran bagi kita, cobaan dan musibah bukan dalih dan pembenaran menempuh jalan salah. Justru sebaliknya, membentuk pribadi lebih baik. Membentuk sikap mental dan karakter positif memang sulit. Sesaleh apapun kita pasti ada cela. Namun bukan berarti lalai berbenah. Kita manusia, bukan malaikat tanpa dosa. Ajaran Islam sudah beri panduan bagaimana menempa karakter. Selain itu, aspek terpenting lain dalam pembentukan karakter adalah amar ma’ruf nahi munkar. Islam anti pendangkalan makna bahwa agama hanya ranah ritual semata. Justru dibalik misi pembangunan karakter atau akhlak dibawa Nabi terungkap bahwa ibadah dengan Tuhan harus seirama dengan interaksi ke sesama. Tak sekedar saleh secara pribadi, tapi berdampak ke dimensi sosial. Bahwa positif secara pribadi bagus. Akan tetapi ajaran Islam juga menuntut peduli dan turut membangun lingkungan dan sistem lebih baik secara kolektif. Sehingga saling memperkuat.

Apalagi menghadapi era sekarang. Orang berkata benar dipojokan, sedang yang menipu, berkhianat, tak amanah dan zalim justru dibela dan dipuja; banyak orang paham ilmu, tahu benar salah tapi diam lihat kemungkaran. Mirisnya pelakunya mengaku muslim. Adapula sudahlah tak mampu beramar ma’ruf nahi munkar, mengutip Jalaluddin Rumi, malah “…jadi kerikil di jalan Muhammad”. Mengganggu gerak maju Islam, menghambat dakwah atau penegakan syariat agama. Semua bukan perkara baru. Sudah ada sejak zaman Nabi. Kuatnya penentangan terhadap dakwah Nabi menunjukkan Islam memang punya kekuatan transformatif. Terbukti Nabi berhasil melakukan rekayasa dan rekonstruksi sosial. Buahnya, mengangkat derajat masyarakat Arab yang sebelum dikenal sebagai masyarakat jauh dari peradaban, ke masyarakat yang haus akan ilmu dan mampu menaklukan peradaban yang sudah lebih dulu maju dan eksis seperti Romawi dan Persia. Semua berkat motivasi ajaran Islam. Selain mental dan karakter, perintah membaca (iqro’) juga menuntut kesadaran umat pentingnya ilmu pengetahuan sebagai sarana raih kebenaran. Capaian tadi selalu relevan sampai kapanpun. Semestinya jadi inspirasi bagi kehidupan kita. Sungguh rugi apabila refleksi Maulid Nabi semata dimaknai manifestasi kesalehan individual saja. Padahal penerapannya sangat luas. Semoga di hari Maulid Nabi, Allah SWT beri kekuatan untuk berpegangteguh jalankan warisan Nabi. Walau kita belum pernah menatap beliau, ingatlah Rasul pernah berkata: “Aku amat kagum terhadap hamba-hamba Allah di akhir zaman, mereka tidak pernah bertemu denganku, tapi senantiasa menjalankan akhlak-ku, menghidupkan sunnah-ku, mengikuti jalan-ku dan mendakwahkan ajaran-ku.”

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA DPRD PROVINSI RIAU DAN TOKOH MASYARAKAT

Baca Juga

KESADARAN BERSAMA CEGAH KEKERASAN SEKSUAL

Baru-baru ini Kepala Negara meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan …