Pajak Dari Rakyat Untuk Rakyat

Kata pajak belakangan menjadi trending topic nasional hingga lokal. Mewarnai jagad dunia nyata dan dunia maya. Skala nasional, heboh massal terjadi paska draf usulan pemerintah ke DPR soal Rencana revisi kelima Undang-Undang (UU) nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bocor ke publik. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyayangkan hal itu terjadi sebelum Presiden menyampaikan secara langsung ke parlemen. Tapi tak apalah, toh nasi sudah jadi bubur dan publik menilai ada aroma kurang enak. Dalam beleid terungkap keinginan Pemerintah menggenjot penerimaan dari sektor pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dari pemberitaan, beberapa jenis kegiatan jasa sampai kebutuhan pokok masyarakat menjadi sasaran pajak. Paling bikin heboh citizen dan netizen soal wacana pemerintah memungut PPN Sembako, jasa pendidikan bahkan jasa bersalin. Poin kebijakan itu tertuang dalam rencana perluasan objek PPN. Memang draf yang menjabarkan konsep perpajakan yang direncanakan belum dapat diakses secara luas. Meski begitu, dari informasi yang berseliweran bisa saja ada benarnya dan bisa juga ada yang keliru. Tapi sebagian isu diamini anggota DPR-RI. Terlepas seperti apa konsepnya, melihat objek rencana perluasan pajak wajar muncul rasa was-was di tengah masyarakat. Karena penambahan PPN bakal ditanggung masyarakat selaku konsumen. Dalam kondisi ekonomi sekarang, penambahan pajak ibarat sudah jatuh ketiban tangga pula.

Selain menjadi isu nasional, pajak juga jadi topik lokal meski tak seheboh pajak di atas. Dalam konteks kedaerahan sudah dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas perubahan Rancangan Perda Provinsi Riau tentang Perubahan Ketiga atas Perda nomor 8 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Namun latar belakang berbeda. Sebagaimana dipaparkan dalam naskah penjelas bahwa perubahan dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak daerah khususnya dari kendaraan non-BM yang belum menjadi objek pajak kendaraan bermotor Provinsi Riau dan juga menyasar potensi pemasukan dari Pajak Air Permukaan (PAP), sebagaiman telah disampaikan Gubri Syamsuar dalam pidato pengantar dalam rapat paripurna di gedung DPRD Provinsi Riau, Senin (7/6/2021).

Urgen

Dua poin dalam perubahan Perda pajak Provinsi Riau dipandang urgen. Mengenai pajak kendaraan bermotor adalah upaya intensifikasi sekaligus membenahi kekurangan. Begitujuga halnya PAP, mengingat di Riau banyak perusahaan yang menggunakan air permukaan namun selama ini belum ada kejelasan pengaturan mengenai tata cara perhitungan alternatif dan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Perubahan atas pajak motor dan PAP diharapkan membawa keuntungan bagi pendapatan daerah yang sumbangsih PAD baru sekitar 39%. Persentase tadi dinilai belum cukup bagus untuk menunjang komposisi dan struktur APBD Riau yang masih sangat tergantung dari dana perimbangan yang diperoleh dari Dana Bagi Hasil (DBH). Meski DBH hak daerah, namun berkaca dari tren beberapa tahun belakangan ketergantungan akut terhadap DBH terbukti sangat mengganggu belanja daerah. Terutama ketika produktivitas Migas mengalami penurunan atau harga minyak dunia anjlok.

Perubahan Perda Pajak Provinsi Riau juga punya sisi urgensi lain sehubungan dengan kondisi yang dihadapi masyarakat sebagai objek pajak. Di tengah aktivitas ekonomi belum sepenuhnya pulih, Pemda dituntut dapat “membumi”. Inilah salah satu yang mendasari keinginan Pemprov Riau melakukan perubahan seperti termuat dalam draf Rancangan Perda di bagian Menimbang, bahwa menghadapi keadaan dan situasi yang mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosial maka Kepala Daerah dapat mengatur ketentuan pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan/atau sanksinya. Narasi tadi sudah tepat. Namun harus jelas konsep implementasinya ke depan agar adil dan menyasar kelompok masyarakat paling terdampak. Sanksi/denda masih diperlukan untuk menertibkan wajib pajak. Diantaranya sebagaimana rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai perlunya mengatur sanksi/denda administrasi penyetoran Pendapatan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dalam Perda Pajak.

Sebagai informasi, laporan BPK menyatakan bahwa Pemprov Riau belum menerapkan denda keterlambatan penyetoran PBBKB khususnya bagi sektor industri di Riau. Hal tadi jelas sebuah kerugian. Sayangnya kami tidak mendapati rekomendasi BPK dimaksud dalam draf usulan perubahan. Disamping sanksi/denda, rencana eksekusi yang mumpuni juga dibutuhkan. Tentang pajak bermotor, persoalan database kendaraan bermotor harus dibenahi. Mengenai PAP, walau sekarang masih tahap penyusunan Perda, setidaknya langkah-langkah ke depan dapat tergambar. Sebab tantangan cukup berat. Belajar dari daerah lain yang sudah lama mengatur PAP dalam Perda Pajak, kendala utama terletak pada koordinasi lintas sektor, baik itu antar OPD berikut dengan Pemerintah Pusat. Apalagi ada dugaan kuat banyak perusahaan belum mengantongi Surat Izin Penggunaan Air Permukaan (SIPAP) dari kementerian terkait. Bahkan pengurusan izinnya pun tak sedikit masih berlarut-larut. Ketiadaan SIPAP bisa menjadi penghambat utama implementasi PAP. Kemudian perlu juga monitoring agar tidak terjadi kecurangan dalam penerapan instrumen alat ukur termasuk tindakan kalibrasi.

Demikianlah sedikit pemikiran yang dapat disampaikan terkait perubahan Perda tentang pajak daerah Provinsi Riau. Kembali ke dasar pertimbangan dalam draf, kami mendukung narasi Pemprov Riau meringankan beban masyarakat dalam kondisi tertentu melalui perubahan kebijakan baik berupa pengurangan, keringanan dan pembebasan. Terakhir, sebagai khazanah, filosofi pajak ala Ibnu Khaldun pantas jadi rujukan. Bahwa pengenaan tarif pajak harus dibuat penuh kehati-hatian agar ekonomi dapat bergerak bagus dan geosospol tetap stabil. Pajak terlalu tinggi dapat membebani sehingga berbahaya bagi produktivitas. Ujungnya bukan memulihkan ekonomi malah sebaliknya. Perekonomian tumbuh ketika kebijakan pemerintah mendukung tumbuh-kembang kegiatan ekonomi. Ketika pemerintah harus memungut pajak orientasinya harus dalam rangka memberikan pelayanan lebih baik kepada masyarakat. Dan dapat dibuktikan secara kasat mata. Bukan janji-janji dulu baru bukti. Karena pajak pada dasarnya dari rakyat dan manfaatnya harus kembali ke rakyat.

SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM.

WAKA PANSUS PERUBAHAN PERDA TENTANG PAJAK DAERAH DPRD PROVINSI RIAU

 

 

 

Baca Juga

Komisi II DPRD Riau Soroti Empat Masalah di UPT KPH Mandau

Duri – Komisi II DPRD Provinsi Riau melakukan Kunjungan Insidentil (Kuntil) ke Unit Pelaksana Teknis …