Bulan Ramadhan di hadapan. Bulan membawa banyak kebaikan dan keberkahan. Dalam bulan Ramadhan kita bisa saksikan dan rasakan sendiri betapa menggebu-gebu niat dan keinginan untuk berbuat kebaikan. Setiap insan, terlepas dari kadar keimanan, berpacu untuk melakukan hal-hal positif. Orang yang semula jarang tampak ke masjid mulai rajin beribadah ke masjid. Kitab Al Qur’an sebelumnya di rumah nyaris tak tersentuh ketika memasuki Ramadhan berlomba-lomba membaca bahkan mengkhatamkan. Pemandangan kebaikan tersaji dimana-mana. Orang-orang berebut ambil bagian berbagi takjil atau makanan saat waktu berbuka dan sahur kepada sesama dan mereka membutuhkan. Begitu juga infak, sedekah dan donasi mengalir deras. Sederhananya bulan Ramadhan ibarat turbo yang memberi tenaga berkali-kali lipat ke mesin mobil. Sulit dijelaskan secara ilmiah tapi faktanya memacu insan muslim bersemangat memperbaiki diri dan mengekspos sisi positif kita sebagai manusia.
Berangkat dari berkah dan kekuatan bulan Ramadhan, sangat disayangkan memasukinya tanpa perencanaan dan gagasan. Disamping persiapan amalan ibadah wajib dan sunnah, Ramadhan sejatinya momentum meradikalisasi visi dan misi Islam. Pemilihan kata barusan beralasan. Kata radikal secara kamus bersifat netral, bermakna mengakar ke sesuatu yang penting dan mendasar; maju dalam berpikir dan bertindak. Adapun visi dan misi dimaksud adalah ekonomi dan keuangan syariah sebagai bagian esensial ajaran Islam. Upaya radikalisasi dipandang perlu agar tertanam kesadaran dan pemahaman pentingnya ekonomi syariah. Ramadhan momentum tepat mengingat selama sebulan umat digembleng dengan berbagai sarana pembelajaran dan dakwah. Materi ekonomi dan keuangan syariah mesti jadi perhatian. Selain pengetahuan, hendaknya ada aksi kongkrit selama Ramadhan. Terlebih di tengah kondisi bangsa dimana masyarakat begitu tertekan akibat sulitnya mata pencaharian ditambah harga kebutuhan pokok dan hidup terus merangkak naik. Semua problem didominasi ekonomi. Berdasarkan itu, Islam menuntut umat hadir memberi solusi berlandaskan pada ajaran Islam. Ekonomi dan keuangan syariah jalan paling realistis mencapai kemajuan.
Prospek
Pertanyaan kenapa harus ekonomi dan keuangan syariah agaknya tak relevan lagi diajukan. Paling mendasar fenomena global membuktikan kegagalan sistem ekonomi yang ada. Dalam konteks kebijakan, dukungan semakin bulat. Kehadiran Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (NKEKS) salah satunya. Peluang dan potensi ekonomi dan keuangan syariah bukan tataran konsumtif semata tapi juga produktif. Sebuah kerugian jika Indonesia negara penduduk mayoritas muslim terbesar namun tidak ambil kesempatan sebagai leader pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Bicara keuntungan ini bukan hanya nasional berupa pemenuhan kebutuhan penduduk muslim, tapi lingkupnya global. Berdasarkan data dirilis The State of Global Islamic Economy Report menunjukkan sebanyak 1,9 juta muslim dunia melakukan pengeluaran 2,02 triliun dolar AS terhadap enam sektor riil ekonomi syariah dan industri halal dan memiliki 2,88 triliun dolar AS aset keuangan syariah. Banyak sektor bisa diisi.
Terkhusus Riau semakin urgen. Secara budaya Melayu kental nilai keislaman. Oleh karena itu, Riau idealnya terdepan membumikan rahmatan lil alamin ekonomi dan keuangan syariah. Secara prospek juga lebih menjanjikan. KNEKS sendiri melalui Direktur Eksekutif dalam audiensi virtual dengan Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar (8/3/2022) meyakini peluang Riau dalam pengembangan ekonomi dan keuangan Syariah sangat besar. Pemprov Riau juga tengah mempersiapkan Pergub tentang pengembangan ekonomi dan keuangan Syariah menyasar pemberdayaan pengembangan UMKM, sektor usaha dan keuangan syariah hingga industri dan produk halal. Langkah memang tak mudah. Namun demi kepentingan lebih besar harus digesa. Implementasi dan eksekusi perlu ditempuh secara komprehensif dan sistematis. Karena upaya mewujudkan memerlukan ekosistem sehingga ada keterdukungan. Beberapa hal mendasar dinilai fundamental untuk dimatangkan sebagai berikut:
Pertama, dukungan perbankan syariah merupakan penggerak utama ekonomi syariah. Selain keberadaan bank-bank nasional dan umum, kita patut bersyukur proses konversi Bank Riau Kepri ke syariah hampir tuntas. Ini modal utama Riau berkompetisi. Peran BRK Syariah ke depan semakin sentral. Mulai menjalankan fungsi sebagai BUMD dalam hal mendatangkan profit bagi daerah, termasuk fungsi support atas kebijakan Pemprov Riau guna merealisasikan ekonomi dan keuangan syariah di daerah serta kepentingan masyarakat. Teruntuk disebut terakhir, sinergi BRK sangat penting dalam pengembangan UMKM dalam industri halal yang mana nantinya bisa berupa sektor makanan dan minuman, fashion, farmasi dan kosmetik sebagaimana tertuang dalam masterplan industri produk halal Indonesia. Selain itu, inovasi dan adaptasi industri keuangan syariah makin terbuka untuk dikembangkan. Pengembangan dana sosial syariah melalui transformasi pengelolaan wakaf uang nasional dan transformasi digital dan bentuk lainnya sesuai jiwa zaman dan tuntutan kekinian.
Kedua, fasilitasi kawasan khusus. Sama halnya dengan sektor lain, pengembangan ekonomi syariah khususnya industri halal butuh komitmen. Secara nasional, babak baru lahir seiring hadir Kawasan Industri Halal (KIH). Terbitnya Permenperin 17/2020 membuka harapan bagi pengembang kawasan industri jadikan halal salah satu nilai tambah dan keunggulan guna menarik investasi dengan tujuan mengakselerasi industri nasional. Konsep KIH bisa diterapkan dalam berbagai bentuk seperti kawasan industri, kawasan berikat, pusat logistik berikat, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas maupun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Menyoal UMKM, klasterisasi dan relokasi mereka ke KIH dapat meningkatkan kualitas produksi, kapasitas dan juga kelangsungan produksi secara berkelanjutan. Dalam KIH, UMKM diberi solusi menyelesaikan permasalahan klise seperti perizinan, keamanan, sumber daya air, pasokan energi dan juga transportasi untuk kemudahan rantai pasok. Semua terpadu dan menyatu. Apabila terwujud, UMKM lebih mudah naik kelas manakala aktivitasnya berorientasi ekspor.
KIH terus berproses. KNEKS mengungkap sudah ada 5 kawasan diajukan ke Kemenperin. Dalam hal ini peran Pemda sangat menentukan. Riau cukup responsif ikut antre mendaftar. Dalam agenda silaturahmi dan audiensi dengan pengurus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Riau tahun lalu, Gubri menyinggung kawasan dan potensi industri halal di Riau. Sudah ditetapkannya kawasan industri seperti Kawasan Industri Tenayan Raya, Siak, Dumai dan Kuala Enok Indragiri Hilir memberi nilai plus. Dinas terkait Pemprov Riau mengatakan, dari kawasan industri yang ada, kawasan ekonomi khusus syariah berlokasi di Kawasan Industri Tenayan. Untuk inspirasi, Riau bisa mencontoh daerah lain. Semisal Pemprov Jawa Timur menggiring UMKM masuk ke KIH HIPS Sidoarjo mengandeng lembaga perbankan syariah. Tak hanya UMKM, industri menengah dan besar terbuka ambil bagian. Dalam rangka menyiasati kebutuhan perluasan lahan industri untuk produk halal atau KHI dirancang mendukung kedekatan dengan bahan baku dan lokasi strategis untuk memenuhi tujuan ekspor atau rantai pasok pasar domestik. Dengan begitu KIH memadukan pelaku usaha besar hingga kecil. KIH juga dapat diarahkan sebagai jaringan bahan baku halal Indonesia yang dibutuhkan industri produk halal dunia. Produk pertanian dan perkebunan serta hasil perairan. Skema akan mengkatrol Indonesia lebih strategis dalam rantai global produk halal dunia.
Kembali menyoal prospek Riau, banyak produk barang dan jasa bisa dihasilkan. Produsen madu lebah dan produk tekstil sebagai penghasil atau hub perdagangan menimbang posisi Riau yang strategis menarget pasar internasional. Paling bernilai tentunya kelapa sawit. Berbekal status daerah sentra penghasil, sungguh peluang emas bagi Riau. Apalagi kalau menguasai proses dari hulu ke hilir. Produk sawit bukan hanya minyak goreng dan biodiesel. Kandungan minyak sawit bermanfaat banyak bagi industri farmasi dan kosmetik. Dalam webinar “Perkembangan Teknologi sediaan Farmasi untuk Penghantaran Obat dan Kosmetik” digelar Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (UI), terungkap banyak sekali manfaat. Diantaranya mengurangi risiko kanker hati, paru-paru, pankreas, penyakit lambung, kanker epithelial dan katarak, penyakit jantung, menjaga kesehatan mata, meningkatkan sistem imun, mencegah kerusakan sel darah merah karena oksidasi dan secara ilmiah terbukti memiliki kandungan antioksidan tinggi dan senyawa membantu menurunkan kolesterol. Nilai dan manfaat bisa bertambah seiring inovasi dan pengolahan lebih lanjut. Dalam konteks tadi, sinergitas Pemda dengan dunia pendidikan tinggi di Riau sangat menentukan mengenali manfaat lain. Selain makanan, dan minuman serta fashion, farmasi dan kosmetik produk paling gres dalam industri halal. Berhubungan kesadaran masyarakat muslim terus meningkat akan produk dengan pengakuan atau sertifikasi halal. Tak hanya itu, produk halal juga lebih menenangkan dipakai bagi semua umat.
H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota DPRD Provinsi Riau