UNTUKMU YANG AKAN MENIKAH (2)

Oleh: Setiyati, S. Si

Kesiapan diri Anda untuk menikah adalah setengah dari keberhasilan memasuki fase berumah tangga. Itulah yang diistilahkan kepada ikhwan dan akhawat yang akan memasuki jenjang pernikahan. Setelah mereka berhasil menata diri dan memperbaharui hubungan ilahiyah dengan Allah SWT dan menyerahkan secara total kepada-Nya siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya, maka inilah awal dari kebahagiaan secara hakiki yang akan dijemput.

Seorang aktivis dakwah yang akan menikah tentu jauh sebelumnya telah menyiapkan seluruh anggota keluarganya termasuk kedua orang tuanya. Menyiapkan di sini diartikan sebagai proses dari dakwah keluarganya. Seorang ikhwah begitu dia mendapat hidayah dan merasakan nikmatnya berislam dengan kaffah (menyeluruh) lalu terlibat dalam gerakan dakwah amar makruf nahi munkar (menyuruh yang baik mencegah yang mungkar), dia harus memahami bahwa keindahan yang ia rasakan harus menyentuh dan “mensibghah” (mencelup dengan iman) keluarganya.

Aktifnya dalam dakwah siang dan malam, sibuk rapat dari masjid ke masjid ternyata sedikitpun tidak meninggalkan bekas keindahan itu kepada kedua orang tuanya, bahkan kegiatannya masih dianggap asing dan tidak umum di masyarakat. Akibatnya, ketika ikhwah tersebut ingin mengajak orang tuanya memahami dan menerapkan nilai islami di dalam keluarganya tentu tidak bisa diterima secara instan.

 Termasuk dalam menetapkan kriteria calon dan prosesi pernikahan, pada dua hal ini banyak keluarga ikhwan dan akhawat banyak yang masih belum terkondisikan sehingga orang tua memandang anak mereka tidak taat dan cenderung melawan pilihan dan cara orang tuanya. Padahal, ini tidak seharusnya terjadi. Dakwah kepada keluarga bukan saja pada saat akan menikah tetapi jauh sebelum itu anak sebagai aktivis tarbiyah hendaknya telah memberi keteladanan islami yang ahsan dalam keluarganya. Mulai dari yang kecil dan sepele misalnya shalat ke masjid atau tepat waktu bagi akhawat, makan dan minum duduk menggunakan tangan kanan, bertutur kata lembut dan sopan kepada orang tua, mengedepankan perbuatan daripada perkataan dalam dakwah di keluarga. Dengan demikian orang tua akan memberikan kepercayaan bahwa anaknya adalah benar-benar anak yang shaleh dan shalehah, dewasa dan berpikiran matang sehingga setiap pilihan dan cara yang dibawa anaknya tidak akan keliru. Setiap tata cara islami dalam pernikahan kelak jauh dari adat istiadat yang merusak akidah dan syarat-syarat yang bukan merupakan rukun nikah yang memberatkan calon mempelai.

Kepada para akhawat, Anda harus sadar dan ingat bahwa kewajiban mencarikan jodoh itu adalah tanggung jawab orang tua dan walinya. Bukan orang lain, apalagi murabbiyahnya. Maka bila dakwah telah menyentuh hati orang tuanya maka kepercayaan mencari jodoh itu diserahkan kepada Anda, dan tentunya dalam hidup beramal jamai Anda akan meminta bantuan kepada murabbiyah. Sekalipun apabila orang tua yang mencarikan, mereka sudah bisa menerima kriteria yang diajukan sebab penerimaan dakwah mereka sudah bagus.

Pilihan Kriteria Calon :

  1. Bagi ikhwan, hendaknya dia bisa mengkomunikasikan kepada orang tuanya bahwa dia akan memilih calon istri yang menutup aurat dengan benar sesuai syariat, karena ketika kelak dia bepergian jauh meninggalkan rumah istrinya bisa menjaga aurat, menjaga kemuliaan diri dan anak-anaknya, serta menjaga harta suaminya dan bisa menjaga aib-aib suaminya di luar rumah.
  2. Seorang calon suami hendaknya menjelaskan dengan ahsan kepada orang tuanya bahwa kelak yang akan menjadi istrinya adalah yang pandai mengurus rumah dan anak-anaknya, menyiapkan hidangan dan selalu ada di rumah bila baru pulang dari bepergian. Karena ketenangan seorang suami bila beban berat pikirannya di luar rumah dapat disejukkan dengan istri yang selalu ada di sampingnya.
  3. Mengutamakan calon istri yang menyayangi anak-anak. Suami akan merasa tenang bila meninggalkan anak-anaknya bersama seorang istri yang bersikap lembut dan sayang terhadap anak-anaknya, karena akan terhindar dari kecelakaan.
  4. Agama dan akhlaknya baik, inilah pilihan yang paling lama menjadi pertimbangan seorang ikhwan dalam memilih seorang akhawat. Suami mempunyai tanggungjawab terhadap agama dan akhlak istrinya di hadapan Allah SWT, maka bila hari-hari dalam rumah tangga lebih lama prosesnya untuk memperbaiki agama dan akhlak sang istri tentu akan lebih lama pula fase dakwah selanjutnya yakni ishlahul mujtama’ (memperbaiki masyarakat) dan seterusnya. Agama dan akhlak keduanya harus diikat dalam sebuah amal nyata yakni dakwah, maka sudah barang tentu baik agama dan akhlaknya dia adalah seorang aktivis dakwah, dengan agama dan akhlaknya dia akan memberi maslahat dakwah pada masyarakatnya.

Untuk akhawat, kriteria calon suami sama dengan di atas atau hanya kebalikannya saja. Akan tetapi ada yang bersifat khusus adalah dia adalah ikhwan yang menyayangi ibunya, sesering apakah dia punya waktu khusus untuk melayani ibunya. Sebab, bila ia menyayangi ibunya sudah tentu juga menyayangi istrinya.

Bila kriteria ini sudah disepakati orang tua tentu mereka bisa menerima dengan lapang hati atau dengan istilah ithmi’nan (tenang), maka langsung saja dikomunikasikan kepada pembina tarbiyahnya agar mendapatkan calon yang sefikrah dan tujuan dakwah yang sama. Kriteria di atas bukan berarti sudah ada pilihan sendiri, sesungguhnya pandangan berjamaah itu lebih baik dan menyimpan hikmah yang tidak kita ketahui hari ini. Pandangan dakwah itu ada firasat ilahiyahnya yang halus sehingga keberkahan itu lebih besar.

Setelah dakwah telah masuk melaui keteladanan seorang aktivis tarbiyah dalam keluarganya, bukan saja menikah yang bisa terkondisikan dukungan dakwah berupa harta dan jiwa mereka pun akan diberikan untuk agama Allah ini. Itulah buah dari hati yang telah tersentuh oleh dakwah. Semua dilakukan dengan cinta dan khidmat yang ikhlas untuk rakyat, karena Allah SWT.

Bersambung…

Baca Juga

Misi Menjaga Fitrah

Pekanbaru – Tak terasa bulan suci dan penuh limpahan keberkahan telah berlalu. Tinggalkan sejuta kenangan. …