Berkolaborasi Penuhi Hajat Publik

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau

Ada banyak asa dari Rapat koordinasi (Rakor) Gubernur se-Sumatera yang digelar di Pekanbaru pada Kamis (30/6/2022). Disamping sebagai wadah aspirasi provinsi se pulau Sumatera, forum tersebut juga merespon isu paling hangat seputar rencana penghapusan tenaga honorer atau non ASN. Dihadapan Wakil Menteri (Wamen) Dalam Negeri, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar dalam Rakor menyampaikan kegelisahan yang dihadapi honorer terkhusus para guru, tenaga kesehatan dan penyuluh pertanian. Apalagi Riau memiliki sekitar 19 ribu pegawai non ASN belum termasuk di kabupaten/kota se-Riau. Perlu prioritas agar mereka dapat diangkat menjadi CPNS/PPPK guna meminimalisir dampak yang akan ditimbulkan. Perkara honorer perlu dapat perhatian serius. Sebab menurut pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Riau, ada potensi besar “tsunami pendidikan” apabila proses rekrutmen tak maksimal sampai tenggat waktu akhir tahun 2023. Sebab dunia pendidikan akan mengalami kekurangan ASN akibat adanya pensiun besar-besaran guru di tahun 2022 dan 2023. Honorer dihapus, seleksi PPPK tak maksimal, sedangkan jumlah PNS pensiun banyak  maka jalannya pendidikan bisa lumpuh. Tak hanya pendidikan, sektor lain juga hadapi ancaman sama.

Selain sebagai forum menyuarakan isu seperti di atas, acara sejenis juga bernilai penting. Jadi bukan semata ajang curhat atau galang keluh-kesah. Tapi ada peluang besar untuk hasilkan sesuatu bernilai signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pemenuhan hajat masyarakat. Saling bersinergi mengakselerasi pembangunan antar provinsi di pulau sumatera. Kami di lembaga legislatif punya harapan sama sebagaimana Gubri, bahwa hasil rakor Gubernur se-Sumatera yang dilaksanakan merumuskan hasil dan kesepakatan strategis. Sungguh luar biasa bila 10 gubernur di Sumatera dengan sekitar 50 juta penduduk dapat duduk bersama dan saling bekerjasama. Berkaca pada capaian daerah di pulau Sumatera beberapa tahun belakang trennya terus positif dan berpengaruh besar dalam pembangunan nasional setelah pulau Jawa. Dengan sumber daya yang ada, Sumatera dapat menjadi simpul pembangunan nasional melalui pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Tak hanya dalam konteks ekonomi. Di luar itu, secara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera tahun 2021, dari 10 Provinsi IPM di atas nasional, tiga diantaranya di Sumatera yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat masuk kategori tinggi. Selanjutnya tingkat pengangguran terbuka nasional tahun 2021, ada delapan Provinsi di Sumatera lebih baik dari tingkat pengangguran terbuka nasional. Adapun tingkat kemiskinan nasional tahun 2021, dari 18 provinsi yang lebih baik dari rata-rata nasional, enam diantaranya Provinsi di Sumatera.

Kolaborasi

Berangkat dari data, Sumatera memperlihatkan progres sangat menjanjikan. Namun masih perlu kerja keras mengejar ketertinggalan dari pulau Jawa. Target barusan bukan mustahil asal kerjanya juga cerdas lewat kolaborasi dan sinergitas. Untuk itu, harus muncul kesadaran dari masing-masing daerah. Karena inisiasi kerjasama antar daerah dapat berjalan efektif apabila ditemukan kesamaan isu, permasalahan dan kebutuhan. Untuk menemukan kesamaan, butuh forum dan wadah dapat memfasilitasi dan mempertemukan. Perihal kesamaan isu, paling relevan untuk disinggung tentu saja mengenai penyelenggaraan pelayanan publik mendasar dan upaya meningkatkan kemandirian daerah dalam melaksanakan pembangunan. Rupa-rupa pelayanan publik diantaranya pendidikan, kesehatan, air bersih dan sebagainya; Kerjasama kawasan perbatasan untuk meminimalisir daerah tertinggal; Tata ruang yang saling mempengaruhi seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan lingkungan dan sebagainya; serta penanggulangan bencana dan penanganan potensi konflik, kemiskinan dan mengurangi disparitas wilayah.

Berkaca dari pemaparan, begitu banyak ruang kerjasama. Sesuai bidang kami di Komisi V DPRD Riau, sektor pendidikan dan kesehatan dipandang urgen untuk mendapat sentuhan kolaborasi antar daerah. Sebab selama ini kerjasama antar daerah lebih didominasi urusan ekonomi. Dan sudah ada beberapa provinsi menempuh langkah tersebut. Semisal Pemprov Aceh bekerjasama dengan Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB). Meski kerjasama lintas pulau, konsepnya perlu ditangkap. Adapun kerangka kerjasama yaitu memfasilitasi pelaksanaan pendidikan pelatihan dan pemagangan bagi putra-putri Aceh yang ingin mengembangkan kompetensi dan meniti karier di sektor Pariwisata. Pola kerjasama seperti ini sangat relevan dan dibutuhkan oleh Riau yang mana Pemda antusias berupaya membangun pariwisata daerah. Untuk menuju ke sana tentu harus diawali penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal utama. Jangan rajin bikin slogan pariwisata tapi pelit investasi atau keluar modal biayai pendidikan SDM. Sehebat apapun fasilitas pendukung pariwisata dibangun dan sebanyak apapun biaya branding percuma tanpa dibarengi kapabilitas SDM pendukung pariwisata. Terkait kerjasama strategis provinsi se sumatera, bisa digagas desain destinasi pariwisata lebih menarik atau saling terkoneksi antara satu provinsi dengan provinsi lain.

Kepentingan Daerah

Kerjasama pendidikan juga kunci mengejar pertumbuhan ekonomi. Kita patut bersyukur pertumbuhan investasi di Riau terbilang baik. Namun sekali lagi, triliunan nilai investasi yang masuk ke daerah tiada arti tanpa ada peningkatan daya saing SDM. Kerjasama antar daerah bisa didorong ke arah ini. Bukan hanya antar daerah malah, bahkan antar negara. Seperti ditempuh Pemprov Jawa Tengah yang mengembangkan kerjasama dengan Pemerintah Singapura guna mendirikan sekolah kejuruan di kawasan industri. Tujuannya untuk memasok kebutuhan SDM bagi dunia industri dan perusahaan. Sehingga investasi yang ditanamkan di daerah betul-betul dapat dirasakan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh penduduk sekitar untuk meningkatkan taraf hidup. Hasil pendidikan sekolah yang didirikan jelas sangat bermanfaat bagi peningkatan keterampilan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha di kawasan industri. Kembali ke Riau, diharapkan ide serupa dapat diterapkan ke kawasan industri yang sudah masuk dalam rencana pembangunan daerah. Lebih baik lagi kalau lingkup kerjasama diperluas dengan provinsi di sumatera, teristimewa yang berdampingan dengan Riau. Sehingga melahirkan kemitraan berupa penggabungan keunggulan kompetitif dari sejumlah daerah untuk membuat kawasan tersebut lebih menarik bagi investor regional dan internasional. Riau jelas akan sangat diuntungkan.

Terakhir kolaborasi di sektor kesehatan. Dalam hal ini Riau punya prospek menjadi pusat Rumah Sakit (RS) pendidikan hingga RS pusat untuk penyakit seperti kanker dan jantung. Bukan saja untuk wilayah Riau, tapi sah-sah saja bermimpi lebih setidaknya terbaik di Sumatera. Keinginan tersebut sudah beberapa kali diangkat dalam rapat kerja Komisi V DPRD Provinsi Riau dengan RSUD Arifin Achmad (AA). Dalam rapat, Komisi V meminta rumah sakit milik pemerintah itu menyiapkan grand design kelengkapan infrastruktur. Kami sangat mendorong dan mendukung penuh untuk menjadi RS dengan kesiapan infrastruktur sarana dan prasarana terbaik dan terlengkap. Riau bisa memanfaatkan forum kerjasama guna membuka peluang mewujudkan keinginan. Entah itu berbentuk kerjasama antar daerah/dalam negeri, juga terbuka kesempatan bekerjasama dengan negara semisal Singapura yang terbukti sukses menyandang prediket sebagai negara “wisata” untuk keperluan berobat atau mendapat fasilitas kesehatan.

Demikianlah sedikit pemikiran. Intinya, Pemda mesti sadar. Seiring makin tinggi tuntutan perbaikan kualitas pemenuhan kebutuhan publik, maka tak bisa main solo. Meski secara konsep desentralisasi atau Otoda diartikulasikan usaha menata dan mempercepat pembangunan di wilayah masing-masing, namun penerjemahan tak kaku. Tak bisa dipungkiri, maju mundurnya satu daerah bergantung pada daerah lain, khususnya yang berdekatan. Secara regulasi, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah telah memberi Pemda alternatif, solusi dan inovasi guna menghadapi tantangan. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah lebih memperjelas dengan memberi legalitas untuk dilaksanakan kerjasama pembangunan, baik dengan pihak ketiga (publik atau swasta) maupun kerjasama antar daerah. Keuntungan berkolaborasi bukan saja membantu merealisasikan kepentingan bersama, tapi juga kepentingan daerah sekaligus solusi menyiasati keterbatasan APBD. Persoalan ini penyebab utama sempitnya ruang gerak mewujudkan kegiatan pembangunan yang memberi manfaat dan dirasakan langsung masyarakat. Dengan berpegang pada prinsip saling membutuhkan dan saling melengkapi, niscaya akan mampu menemukan solusi jitu.

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau

Baca Juga

Komisi II DPRD Riau Soroti Empat Masalah di UPT KPH Mandau

Duri – Komisi II DPRD Provinsi Riau melakukan Kunjungan Insidentil (Kuntil) ke Unit Pelaksana Teknis …