9 Agustus 2022 Provinsi Riau merayakan Hari Jadi ke 65. Sempat kembali mencuat diskursus mengenai kapan pastinya diperingati. Sebagaimana diungkapkan oleh Asisten I Setdaprov Riau Masrul Kasmy dalam sebuah kesempatan, bahwa terdapat perbedaan antara penetapan hari jadi Provinsi Riau dengan perayaan hari jadi Riau. Bagi kebanyakan masyarakat mengetahui HUT Riau jatuh pada tanggal 9 Agustus, seperti selama ini dirayakan setiap tahun. Namun menengok UU 19 Tahun 2022 tentang Provinsi Riau, ternyata 31 Juli 1958 merupakan tanggal pembentukan Provinsi Riau. Keraguan tersebut kemudian dijawab oleh Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau, Dr drh Chaidir MM yang mengatakan bahwa UU Darurat Nomor 19 Tahun 1957 diteken Presiden Soekarno tertanggal 9 Agustus 1957. Inilah lantas jadi dasar penetapan terbentuknya Provinsi Riau. Sekelumit perbedaan persepsi tadi tentu bukan esensi. Terpenting sekarang bagaimana di hari istimewa ini ada sesuatu digagas untuk Riau sekarang dan ke depan.
Apalagi Riau sekarang memasuki usia ke 65. Namun sudah seberapa jauh melangkah? Kendati banyak kemajuan paska otonomi daerah, ekspektasi dan aspirasi masih terus disuarakan. Mengingat Riau masih jauh dari mimpi-mimpinya. Bicara anugerah Sumber Daya Alam (SDA), sekedar melambungkan Riau bak negeri utopia. Persepsi orang luar daerah terhadap bumi lancang kuning terkesan wah. Sampai-sampai ada seloroh bahwa kendaraan pribadi plat BM selalu jadi “incaran oknum” ketika menempuh perjalanan ke daerah lain, saking dianggap banyak kaya. Tapi realita berkata sebaliknya. Kekayaan alam justru belum bisa dinikmati sepenuhnya oleh warga. Minyak di atas dan bawah bumi terus diperas, tapi lari entah kemana. Lihat infrastruktur jalan, lagi memunculkan selorohan: kalau dari luar daerah lalu kendaraan bergoncang hebat itu tanda masuk wilayah Riau. Wajar Riau terus menuntut pembagian lebih adil dan transparan ke Pemerintah Pusat. Meski setakad ini belum tampak langkah progresif. Jangankan menuntut bagi hasil lebih adil, untuk menikmati hasil Migas dan perkebunan saja tak kuasa. Tengok harga BBM, bahkan Riau pernah lebih mahal daripada provinsi lain yang bukan penghasil Migas. Ditambah minyak goreng ikut langka dan mahal di Riau yang notabene sentra kebun sawit. Sungguh terlalu.
Meski begitu, keadaan serba terbatas bukan berarti dalih berpasrah. Komitmen melakukan yang terbaik memajukan Riau harus selalu bersemayam dalam diri Pemerintah Daerah (Pemda), teristimewa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Selain sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat dan di sisi lain penyambung suara daerah ke pusat, pimpinan daerah juga punya tugas mulia mengonsolidasi kabupaten/kota yang ada di Riau. Sejarah mengajarkan bahwa Riau kuat akibat kabupaten/kota bersatu padu. Berbekal itu Riau pernah melawan sikap otoriter Orba saat pencalonan Gubernur dengan memunculkan kandidat dari putra daerah. Inilah yang harus dilestarikan. Modal berharga Riau mengejar capaian dan menaklukan setiap tantangan. Narasi barusan semakin dibutuhkan terlebih menghubungkan dengan tema HUT Provinsi Riau Ke 65 yakni “Riau Unggul”. Kalau mengacu ke RPJMD Provinsi Riau 2019-2024, Unggul diambil dari visi dan misi Terwujudnya Riau yang Berdaya Saing, Sejahtera, Bermartabat dan Unggul di Indonesia (RIAU BERSATU). Adapun penjabarannya: Menjadikan Riau berprestasi di bidang keagamaan, budaya, seni, dan olahraga serta terbaik dan terdepan dalam inovasi, pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan. Dari sini jelas bahwa kinerja Pemda menentukan.
Bersatu Padu
Dari sudut pandang kami, Riau dikatakan unggul ketika mampu mengelola potensi dan nilai lebihnya. Menilik konsep otonomi daerah, proses pengembangan dan memajukan daerah bertumpu pada sumber daya yang dimiliki dan cakap mengelola keunikan yang ada. Berangkat dari paradigma barusan, setiap keunggulan kabupaten/kota di Riau mesti dapat diidentifikasi dan dikelola secara baik oleh Pemprov. Walau dalam penyelenggaraan daerah kekinian Pemda dituntut berkompetisi, bukan berarti antara satu pemerintah kabupaten/kota di satu provinsi saling membusungkan dada. Sikap yang justru malah memperlemah. Keunggulan dapat dicapai suatu kabupaten/kota di Riau ketika saling menguatkan. Dengan begitu dapat mengakselerasi pembangunan khususnya bagi daerah yang punya keunggulan seraya tetap meminimalisir masalah kesenjangan antar daerah. Disinilah peran kepala daerah di tingkat provinsi. Diantara bentuk kongkrit sebagaimana dijabarkan dalam RPJMD melalui pengembangan dan kerjasama antar kawasan.
Disamping dapat memperkuat komoditas unggulan kabupaten/kota, pendekatan disebut di atas bertujuan supaya tak ada daerah tertinggal. Terutama kabupaten/kota saling berbatasan. Contoh ide Pekansikawan, kerjasama antar kawasan yang dapat mengolaborasikan Pekanbaru sebagai pusat perdagangan dan jasa dengan kabupaten/kota lainnya yang punya komoditas unggul. Urgensi makin terasa manakala melihat proyeksi. Berdasarkan data RPJMD, ada sejumlah sektor yang diunggulkan di Riau menurut nilai SLQ (Static Location Quotient) seperti pertambangan dan penggalian, pertanian dan perkebunan serta industri pengolahan. Disamping itu, didapati pula sektor lain dengan prospek dan pertumbuhan menjanjikan yaitu sektor perdagangan/jasa, sektor keuangan dan asuransi. Namun tak satupun kabupaten/kota punya potensi dan prospek dimaksud secara bersamaan. Satu sisi unggul tapi tidak di sisi lain.
Berkaca pada penjabaran, seluruh pemangku kepentingan di setiap level mulai pimpinan daerah di tingkat kabupaten/kota dan provinsi berperan untuk mengisi pembangunan ekonomi daerah dan harus mampu bekerja sama melalui bentuk kemitraan, pengelolaan keterkaitan antar sektor, program, pelaku dan antar kawasan. Teruntuk kepala daerah di level provinsi, kemampuan komunikasi dan konsolidasi jelas diperlukan. Harapan menguat sehubungan belum lama berselang Gubernur Riau Syamsuar menerima penghargaan Tokoh Publik Berpengaruh 2022 versi MAW Talk Awards, yang mengusung tema “Kepemimpinan Inspiratif untuk Indonesia Maju” di Yogyakarta (28/7/2022). Beliau satu-satunya gubernur yang menerima penghargaan. Tuah pengaruh tentu sangat diharapkan dapat menyatukan kabupaten/kota. Jangan sampai berpengaruh di luar tapi tidak ke dalam. Masih banyak pekerjaan rumah untuk memperkuat keunggulan daerah. Bukan menyoal konsolidasi saja, harus disertai program dan kebijakan. Peningkatan daya saing sektor unggulan ditentukan peningkatan produksi. Semua butuh investasi. Guna menambah daya tarik harus diawali pembenahan iklim investasi. Keunggulan daerah juga bersinggungan dengan peningkatan kemandirian. Jika kabupaten/kota dapat disinergikan, Riau sangat mungkin wujudkan ketahanan menuju kemandirian pangan. Alhasil kebutuhan dasar masyarakat dapat dipenuhi tanpa bergantung sepenuhnya suplai dari daerah lain.
Terakhir tak kalah penting, supaya daerah kuat hendaknya menyentuh penguatan kapasitas kelembagaan ekonomi masyarakat hingga tingkat desa. Salah satu berupa peningkatan peran BUMDES dan sektor ekonomi di desa. Sejauh ini ikhtiar Pemprov mengatasi permasalah desa tertinggal dan desa sangat tertinggal di Provinsi Riau patut diapresiasi. Saat menerima kunjungan kerja (Kunker) Komisi II DPR RI bulan lalu, Gubri menyampaikan bahwa permasalah bisa tuntas sampai akhir kepemimpinannya di tahun 2024. Sekedar info, saat ini di Riau didapati 159 desa mandiri, 520 desa maju, 801 desa berkembang, 87 desa tertinggal dan 24 desa sangat tertinggal. Pemprov menargetkan 801 desa berkembang di Riau menjadi 470 desa maju, 520 desa maju menjadi 473 desa mandiri, dan 159 desa mandiri. Kami di DPRD sangat mendukung. Sebab penguatan keunggulan daerah harus diawali dari bawah. Seiring pemerataan akselerasi pembangunan tercapai, akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan dan perekonomian akan meningkat. Praktis kemudian berdampak ke keterampilan dan kompetensi tenaga kerja termasuk memicu munculnya sektor wirausaha. Kerja besar ini butuh kolaborasi.
H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota DPRD Provinsi Riau