Bos Optimal, SDM Handal

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, Lc, MM

Pekanbaru – Berdasarkan pemaparan Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II DJPb Riau, pagu dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) Provinsi Riau tahun 2022 Rp1,49 T lebih untuk 13 pemda. Adapun yang sudah disalurkan semester I tahun 2022 mencapai Rp893,7 M untuk 2.383.856 peserta didik atau 59,82 persen. Lebih detail teruntuk pagu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sudah terealisasi 62,54% yang disalurkan ke 1.522 sekolah terdiri dari 521.351 siswa. Mengacu ke realisasi, belum optimalnya penyaluran dana BOS mengundang kekhawatiran. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan 197/2021, realisasi penyaluran akan berdampak terhadap pengalokasian berikutnya. Misal, anggaplah tahun ini dapat 200 juta tapi di akhir tahun masih tersisa 20 juta, maka tahun berikut alokasi tidak lagi 200 juta tapi hanya 180 juta, karena segitu dinilai kemampuan serapannya. Menyoal dana BOS tahun 2022 memang dilematis. Apalagi ada keterlambatan pembayaran dari Pemerintah Pusat akibat anjloknya realisasi dana alokasi khusus atau DAK non fisik. Masalahnya, salah satu komponen utama DAK non fisik adalah anggaran pendidikan. Sehingga, anjloknya realisasi berimbas keterlambatan berbagai program termasuk anggaran pendidikan yang membuat pencairan BOS turut terdampak. Selain itu, keterlambatan penyampaian rekomendasi penyaluran dana BOS dari Pemerintah Daerah (Pemda) masih menunggu proses verifikasi nilai sisa tahun anggaran 2020 dan 2021. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani telah berulang kali mengingatkan Pemda agar masalah tersebut segera diatasi. Sekali lagi, turunnya realisasi anggaran akan membuat alokasi TKD tahun depan berkurang. Jadi optimalisasi penyaluran dana BOS signifikan guna memutus siklus.

Optimalisasi dan pembenahan diperlukan agar manfaat dana BOS dirasakan secara maksimal oleh pendidik dan peserta didik. Alasan ini mendorong Pemerintah Pusat menyalurkan dana BOS langsung ke sekolah penerima. Bahkan saat ini skema sudah sangat rinci mencakup nama, alamat dan rekening sekolah. Penyederhanaan birokrasi sejalan dengan program Merdeka Belajar yang mengusung spirit perbaikan kebijakan, prosedur dan pendanaan serta otonomi lebih besar bagi satuan pendidikan mereformasi anggaran di sekolah. Di tahun 2022 pula, perencanaan dan pelaporan BOS memakai Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) sebagai aplikasi tunggal. Selama ini sistem pengelolaan anggaran sekolah masih terpisah dari sistem pengelolaan keuangan daerah. Untuk menyederhanakan sistem, ARKAS diintegrasikan dengan Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD). Jadi satuan pendidikan atau sekolah mengisi di satu aplikasi saja. Kemendagri dalam hal ini pihak yang mengatur payung regulasi integrasi penggunaan ARKAS. Optimalisasi BOS juga kunci atasi bermacam problematika. Sebut saja kesenjangan akses dunia pendidikan, fenomena banyaknya anak putus sekolah dan lain-lain. Pada prinsipnya, pencetusan BOS tertuju ke sana. Khususnya menyasar siswa dari keluarga kurang mampu memperoleh pendidikan berkualitas dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun. BOS sangat membantu kurangi beban, dimana faktor ekonomi seringkali jadi penghalang nomor wahid. Sayangnya di lapangan, penggunaan BOS belum berbicara banyak. Contoh dalam upaya antisipasi kasus putus sekolah kayak di Riau yang angkanya tinggi se-Indonesia. Stimulus dana BOS bisa berupa biaya transportasi bagi siswa miskin hingga menghilangkan berbagai pungutan yang kerap didapati saat penerimaan murid dengan berbagai alasan seperti renovasi gedung, pembelian peralatan pendidikan, perbaikan pagar dan lain-lain.

Disamping pengentasan masalah pendidikan, semakin luas dan luwesmya penggunaan dana BOS membawa multiplier effect. Di awal pandemi dana BOS termasuk dalam aspek belanja negara. Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 memberi ruang fleksibilitas penggunaan. Pemanfaatan dana BOS bertransformasi dari semula dari kegiatan operasional pendidikan menjadi satu bagian pendukung dalam pemulihan ekonomi. Perombakan skema membuat penyaluran dana BOS diarahkan kepada pertumbuhan ekonomi dan menstimulus konsumsi masyarakat, serta mampu menjangkau banyak pihak di bidang pendidikan. Dengan adanya fleksibilitas dana BOS untuk membeli pulsa internet maka dapat mengurangi pengeluaran orang tua. Terutama bagi orang tua siswa yang terkena PHK akibat pandemi. Dana BOS juga telah dipergunakan untuk membeli berbagai kebutuhan pelaksanaan protokol kesehatan di sekolah semisal cairan pembersih tangan, disinfektan, masker dan penunjang kebersihan lainnya. Itulah kenapa APBN dan APBD dianggap cara paling efektif, efisien dan paling cepat merangsang aktivitas ekonomi. Pembelian barang dan alat-alat disebut tadi secara langsung dan tidak langsung akan menciptakan transaksi.

Peran Kolektif

Berkaca dari pemaparan, optimalisasi dana BOS tuntutan kekinian. Untuk mencapainya, kinerja Pemda menentukan. Dalam rumpun urusan Pemda Riau meliputi percepatan penetapan dan pengusulan rekening satuan pendidikan dalam penyaluran dana BOS, BOP PAUD dan BOP Kesetaraan; memastikan implementasi, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan sistem ARKAS berjalan baik; memfasilitasi Disdik kabupaten/kota dan mendorong satuan pendidikan menerapkan penganggaran, penatausahaan, dan pelaporan penggunaan dana BOS menggunakan ARKAS. Di luar aspek administratif Pemda, ada juga peran bersama mewujudkan optimalisasi dana BOS transparan dan tepat guna. Bagi Riau makin urgen berhubung sejumlah preseden. Seperti pengunduran diri 64 Kepala Sekolah (Kepsek) SMP di Kabupaten Inhu yang mengaku sering diperas oknum penegak hukum. Mengutip pernyataan Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Riau, modusnya oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) diduga bekerjasama dengan oknum penegak hukum, sengaja mencari kesalahan Kepsek dalam mengelola dana BOS untuk kemudian dilaporkan. Selain itu ada juga kasus Kepsek di Riau jenjang SMA/SMK resah atas adanya program titipan oknum pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau. Dari curhat sejumlah Kepsek dan pemberitaan media, kegiatan dimaksud dijalankan oleh SMA/SMK dengan sumber dana BOS/BOSDA. Salah satu program ditolak adalah digitalisasi pendidikan yang menurut Disdik Provinsi Riau program andalan dengan menggunakan vendor/pihak ketiga. Kepala Disdik Provinsi Riau saat itu menyatakan tak pernah rekomendasikan apalagi mewajibkan. Hal-hal macam tadi seakan sudah rahasia umum. Menkeu saja mengamini banyak oknum coba membancak BOS. Meski dana sudah ditransfer ke sekolah, Menkeu bilang masih saja diakali banyak oknum dengan mengancam Kepsek.

Wajar apabila para Kepsek dan pihak sekolah sering dihantui ketakutan. Meski tak sedikit pula oknum sekolah ikut “bermain”. Pada dasarnya solusinya bagaimana menjamin informasi penggunaan dana dapat berlangsung transparan. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) sudah bagus, yang mewajibkan Kepsek memajang penggunaan dana BOS. Dengan begitu semua pihak mulai orang tua dan elemen masyarakat dapat menyaksikan. Tirulah pengelolaan keuangan di masjid, yang disajikan di papan pengumuman dan disampaikan secara regular dalam momen tertentu. Langkah ini diyakini dapat mengantipasi tindakan pemerasan dilakukan oknum-oknum kepada Kepsek. Kami selaku Komisi V DPRD Provinsi Riau juga mengajak baik itu aparat penegak hukum dan lembaga masyarakat dapat sama-sama mengawasi. Tapi tujuan bukan untuk mencari kesalahan. Namun dalam upaya menjamin penggunaan dana BOS dapat lebih optimal dan lebih baik. Seiring pengelolaannya semakin baik maka hasilnya pun baik pula bagi kepentingan bangsa.

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

Komisi II DPRD Riau Soroti Empat Masalah di UPT KPH Mandau

Duri – Komisi II DPRD Provinsi Riau melakukan Kunjungan Insidentil (Kuntil) ke Unit Pelaksana Teknis …