Jodoh Umat Itu Bernama PKS

Jika ada yang berkata jodoh itu butuh waktu dan penuh liku, ada benarnya. Dalam ranah politik, misalnya. Tercatat sudah 11 kali pemilu berlangsung. Dari 1955 hingga 2014. Pada rentang itu, umat terus berjuang mencari jodoh terbaiknya dan baru mendapatkannya Kamis, 14 Februari, jelang Pemilu 2019.

Begitulah tafsir saya atas pertemuan pimpinan Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dengan pimpinan PKS di Jakarta. Ketua Umum PA 212, Slamet Maa’rif secara eksplisit dan tegas menyatakan dukungannya kepada PKS.

Pemilu 1955, suara umat terfragmentasi. Ada banyak partai Islam. Yang terbesar ada Masyumi dan NU. Saat itu, Masyumi memperoleh sekitar 20% suara, ada di posisi kedua dibawah PNI. Sedangkan NU mendapat kisaran 18%.

Pemilu selama Orde Baru dilaksanakan sebanyak lima kali. Dari 1971 sampai 1997. Hanya ada tiga partai. PPP jadi satu-satunya partai Islam. Tapi PPP tidak pas dianggap sebagai representasi umat, karena didirikan dari hasil fusi partai-partai Islam yang dipaksa oleh Orde Baru.

Pemilu 1999 umat juga belum menemukan jodohnya. Partai Islam bermunculan bak cendawan di musim hujan. Suara umat terdistribusi ke PAN, PK, PKB, PBB, PSII, dan sebagainya. Kondisi itu terus berlanjut pada Pemilu 2004, 2009 dan 2014.

Jelang Pemilu 2019, Allah swt sepertinya berkehendak umat segera menemukan jodohnya. Berbagai peristiwa penting lahir yang berimplikasi pada munculnya kesadaran politik umat dan ghirah yang meluap-luap. Pemantiknya adalah penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada September 2016.

Ada Aksi Bela Islam berjilid-jilid. Puncaknya pada 2 Desember 2016 di Silang Monas. Melegenda. Fenomenal. Ahok kemudian tumbang di Pilkada DKI 2017 dan masuk penjara. Umat terkonsolidasi.

Usai itu, relasi Islam dan Negara bukan membaik. Tapi jadi antagonistik. Ulama banyak dipenjara, stigmatisasi radikal dan anti Pancasila kepada umat dan lahirnya Perppu Ormas yang membubarkan HTI.

Highlight antagonistik Islam vis a vis Negara ini yang justru kian mengobarkan api ghirah perjuangan umat. Sekaligus menyadarkan bahwa perlunya sebuah partai Islam yang kuat dan besar untuk menjadi penyambung lidah umat di parlemen dan pemerintahan.

Dukungan penuh PA 212 dan GNPF Ulama kepada PKS tentu saja tak datang ujug-ujug. Mereka melihat jejak rekam perjuangan dan pengorbanan partai dakwah itu bersama umat dan ulama. Dari Aksi 212, menolak Perppu Ormas, mengikuti saran ulama di Pilkada DKI dan Jabar serta menentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Para ulama di PA 212 dan GNPF Ulama sepertinya terinspirasi nasehat Rasulullah saw dalam memilih jodoh.

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Jika dikaitkan dalam konteks politik, maka yang harus dijadikan jodoh adalah partai yang berasas Islam. Dan asasnya tersebut bukan sebatas pemanis atau kata-kata indah. Tapi jadi pedoman dalam perjuangan siyasi. Antara asas dan perilaku politik berbanding lurus.

Alhamdulillah, umat yang sudah terkonsolidasi sudah menemukan pilihannya setelah melalui jalan panjang dan berliku. Dan jodoh umat itu bernama PKS.

Erwyn Kurniawan
Presiden Reli

 

Baca Juga

Belajar dari Kasus Sritex, Ini Catatan Kapoksi PKS Komisi VII DPR RI Hendry Munief

Solo – Industri Pertekstilan saat ini mengalami goncangan, dimana salah satu market leader sektor ini …