Keputusan BK Offside, Secara Hukum Hamdani Tetap Menjabat Ketua DPRD Pekanbaru Hingga Saat Ini

Pekanbaru — Badan Kehormatan (BK) dianggap tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan pemberhentian Hamadani dari jabatan sebagai ketua DPRD Kota Pekanbaru.

Hal itu disampaikan oleh Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI), Dr Saut Maruli Tua Manik SHI SH MH yang menilai BK bukanlah lembaga fight pradilan tetapi sifatnya adalah merekomendasikan.

“Jadi kalau ada yang mengatakan Hamdani sudah tidak menjadi ketua berdasarkan keputusan BK, saya kira ini perlu dievaluasi perkataannya, bahaya ini dalam tatanan negara, nah Offside namanya itu,” kata Saut saat dihubungi melelui telefon seluler, Kamis (28/11).

Untuk diketahui bahwa keputusan BK memberhentikan Hamdani dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Pekanbaru di sampaikan dalam paripurna pada hari Senin (26/10/2021) malam.

Namun dikatakan Saut, paripurna itu bukan sesuatu yang ingkrah, karena masih ada proses-proses yang harus dilalui, kalau semua proses itu sudah di lakukan baru bisa dikatakan bahwa Hamdani menurut tatib DPRD sudah tidak menjabat sebagai ketua.

“Itupun menurut tatib bukan pandangan hukum, kapan dia bisa dikatakan senyata-nyata dia tidak menjadi ketua yaitu kalau seandainya ada upaya hukum yang dibawa para pihak,” jelasnya

Masih kata Saut, “Misalnya ketika DPRD sudah paripurna kemudian ada upaya berikutnya dan disetujui juga misalnya, nah Hamdani melakukan upaya hukum, katakalah ke PTUN, sudah putus di PTUN sudah ingkrah baru bisa di kategorikan tidak menjabat ketua, itu yang harus di luruskan.”

Praktisi hukum ini berharap agar dewan tidak melakukan offside dalam penafsiran karena akan dipandang di mata masyarakat bahwa terdapat masalah secara pemikiran atau secara ke ilmuan.

Terkait dengan pernyataan salah satu pimpinan DPRD bahwa Hamdani tidak mempunyai hak lagi untuk urusan surat menyurat (sebagai Ketua DPRD Pekanbaru). Saut menyampaikan bahwa jangan sampai hal itu terjadi apalagi jika berkenaan dengan anggaran yang di tandatangani oleh orang yang bukan memiliki kewenangan.

“Karena walau bagaimana Hamdani secara hukum tetap ketua, kalau seandainya ada keluar masuk surat, atau bahkan ada yang berkaitan dengan anggaran kemudian di tandatangani yang bukan Hamdani maka bisa menimbulkan perkara yang berbeda nantinya,” ucapnya.

Saut juga menyinggung terkait Wakil Ketua DPRD yang menjadi saksi, menurutnya hal itu menunjukkan adanya conflict of interest. BK melakukan sesuatu seperti semi pengadilan, menerima saksi yang juga berhubungan dengan para pihak yaitu antara wakil dengan ketua, Ia melihat ada kepentingan sehingga tidak objektif menjadi saksi.

“Kalau misalnya DPRD mau berbicara ini, jangan lebih meninggikan suasana politik tetapi juga harus berbicara secara argumentasi hukum,” tuturnya.

Lanjutnya lagi, Ia mengatakan yang perlu ditegaskan adalah stakeholder jangan lari dari kewajiban-kewajibannya atapun lari dari ketentuan yang seharusnya dilakukan.

“Mereka kan berbicara masalah pelanggaran tatib yang dilakukan oleh ketua DPRD tapi mereka juga nggak bercermin bahwa mereka juga melakukan pelanggaran tatib. Contohnya prosedur dalam beracara, itu dipenuhi tidak? Kalau misalnya tidak di penuhi berarti BK juga melanggar tatib,” demikian ucap saut.

Baca Juga

PKS Kembali Lantik 53 Anggota Dewan Pakar, Mayoritas Purnawirawan TNI-Polri

Jakarta — Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu melantik 53 anggota Dewan Pakar baru …