Jakarta – Pada Kamis (19/5/2022) sore, Presiden Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah membuka kembali kran ekspor minyak goreng. Hal ini mendapat sambutan luar biasa dari pelaku industri kelapa sawit.
Hal berbeda justru disampaikan oleh Dr Syahrul Aidi Maazat, anggota Fraksi PKS yang menilai hal itu biasa-biasa saja. Semestinya itu dilakukan jauh sebelum itu.
“Pembukaan kran ekspor saat ini hal biasa saja,” terang Syahrul Aidi.
Pembukaan ekspor minyak goreng ini tidak menyentuh substansi masalah kisruh minyak goreng ini. Setidaknya masalah industri minyak goreng ini menurut Syahrul Aidi ada di sektor perizinan, monopoli usaha, dan pengembangan biodiesel.
“Substansi kisruh minyak goreng saat ini bukan soal kran ekspor. Namun justru kita melihat pada perizinan, monopoli usaha hingga hilirisasi kelapa sawit seperti biodiesel. Kita melihat pemerintah lamban,” terangnya.
Saat ini momentum yang tepat kata Syahrul Aidi untuk menyentuh substansi persoalan itu. Saatnya izin dibuka seluas-luasnya. Industri kelapa sawit dan turunannya hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja.
“Pemerintah segera buka kran perizinan industri minyak goreng. Dan khususnya oleh BUMN dan BUMD” tegas alumni Al Azhar ini.
Jumlah lahan kelapa sawit yang dikuasai oleh BUMN yaitu mencapai 9,2 persen. Terbesar. Namun sayang BUMN tak ada mengelola hilirnya.
“Bukan BUMN saja yang berpotensi, tapi banyak daerah yang siap mengelola industri ini jika diberi kepercayaan dalam bentuk perizinan. BUMN dan BUMD nantinya diharapkan mampu mengendalikam pasar sehingga persoalan seperti saat ini tak terjadi lagi,” ungkapnya optimis. (Dre)