POTENSI MARITIM YANG TERSIAKAN

Sektor maritim tema tepat untuk diangkat. Terutama 21 Agustus diperingati sebagai Hari Maritim Nasional. Hari ini patut diperingati setiap tahunnya agar kita sebagai generasi yang hidup saat ini sadar akan potensi besar yang dimiliki Indonesia. Sebanyak dua pertiga wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan. Inilah yang menjadikan Indonesia sering disebut sebagai Negara Maritim. Ada dua versi perihal tanggal peringatan Hari maritim Nasional, yakni 21 agustus dan 23 September. Masing-masing punya dasar sama-sama kuat dan pantas masuk dalam kalender penting kebangsaan. Hari Maritim Nasional 21 Agustus diperingati untuk memperingati armada laut Indonesia yang berhasil mengambil alih kekuasaan militer laut Jepang pada 21 Agustus 1945 lalu. Sementara itu, versi 23 September ditetapkan dalam Munas Maritim I pada tahun 1964 oleh Presiden Soekarno, sebagai langkah untuk kembali mempertegas jati diri sekaligus memantapkan posisi Indonesia sebagai negara maritim.

Baik 21 Agustus dan 23 September punya momen istimewa. Namun dalam kesempatan kali ini lebih mengetengahkan momentum 21 Agustus disebabkan nilai historis dibalik penetapannya. Sebagai bentuk penghargaan setinggi-tingginya atas pengorbanan dan perjuangan pahlawan. Dimana saat itu pasukan laut Jepang membombardir pasukan Indonesia mulai dari pesisir selat Malaka hingga Laut China Selatan dan pasukan Indonesia unggul dalam pertarungan tersebut. Empat hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, berbekal peralatan sederhana, kekuatan angkatan laut RI berhasil mengambil alih kekuasan militer laut Jepang. Berangkat dari kisah heroik dan patriotik tersebut, memperingati Hari Maritim Nasional semestinya dapat memotivasi kita untuk mensyukuri jerih-payah para pejuang yang merebut perairan dari tangan penjajah. Bentuk rasa syukur diwujudkan dengan cara menjaga dan mengelola sebaik-baiknya kawasan perairan dan kelautan. Dalam hal ini jelas diperlukan kebijakan dari Pemerintah mulai pusat hingga daerah agar sektor maritim dapat berdayaguna dan dijaga kelestariannya agar mendatangkan manfaat berkelanjutan bagi warga negara.

Anugerah

Diantara nilai manfaat paling tampak jelas adalah sisi ekonomisnya. Terlebih bagi Provinsi Riau dimana pengembangan sektor ekonomi maritim sudah seharusnya mendapat perhatian serius. Karena secara hasil laut Riau selama ini termasuk cukup besar. Dukungan geografis Selat Malaka dan perairan lainnya seperti di Bengkalis, Dumai, Kepulauan Meranti merupakan modal berharga yang bikin iri banyak daerah lain. Ini harusnya menjadikan Riau unggul atas sektor maritim terutama perikanan dan bentuk pemanfaatan lainnya termasuk pariwisata yang menonjolkan keindahan perairan dan pulau. Namun banyaknya problematika menghambat upaya optimalisasi sektor dimaksud. Sebut saja diantaranya seperti tata perairan dan kelautan yang belum maksimal, konflik pemanfaatan sumber daya dengan provinsi tetangga yang berbatasan wilayah perairan, aktivitas illegal fishing dari nelayan negara luar dan banyak lagi. Terkait illegal fishing, pada 2018 Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu Susi Pudjiastuti merujuk dari data World Bank melaporkan bahwa kerugian Indonesia mencapai 2000 T. Riau dengan wilayah maritimnya tentu tak lepas dari kerugian tersebut. Hambatan-hambatan yang disampaikan tadi harus diurai satu-persatu agar tidak berujung kayak benang kusut. Disamping sisi pemanfaatan, perhatian atas pengelolaan maritim juga wajib mempedulikan arti penting kelestarian lingkungan. Supaya limpahan anugerah Tuhan tersebut dapat dinikmati oleh generasi daerah ke depannya. Apalagi berdasarkan hasil kajian KKP, wilayah pengelolaan perikanan yang meliputi perairan Laut Andaman dan Selat Malaka di mana Provinsi Riau masuk ke dalamnya, masuk ke dalam zona merah (overfishing). Langkah strategis jangka pendek menggeser wilayah penangkapan, namun jangka panjang butuh manajerial lebih mumpuni dan strategik.

Manajerial

Dari gambaran permasalahan di atas, tata kelola dan strategi butuh pendekatan secara regulasi, kebijakan dan, tak bisa dinegasikan, kemampuan politik. Dalam hal regulasi, telah disahkan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) Provinsi Riau tahun 2020-2040 menjadi Perda dalam sidang paripurna DPRD Provinsi Riau di awal tahun 2021 merupakan bekal berharga. Karena isu maritim dan kepulauan merupakan satu kesatuan. Perda tersebut menjadi acuan berikut instrumen penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir, serta rencana aksi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu, Perda RZWP3K bisa memberi kekuatan hukum atau dasar pemberian izin guna memanfaatkan alokasi ruang di perairan laut wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil, juga acuan penyelesaian konflik perairan laut. Bagi warga yang menggantungkan hidup dari sektor kelautan jelas ini tak hanya bicara menyelamatkan hidup mereka. Lebih dari itu sangat menjanjikan bagi perekonomian daerah dari pemanfaatan hasil laut dan potensi wisata. Sekarang agar lebih berdayaguna, bagaimana Perda tadi hendaknya dapat terintegrasi dengan RTRW Provinsi. Urgensi intergrasi dimaksud juga sejalan dengan keinginan dibalik Undang-Undang Omnibus Law Ciptaker.

Menyoal kebijakan, perlu penyegaran komitmen lama tentang pengembangan perikanan wilayah pesisir dan laut sebagai tujuan pengembangan kawasan. Bentuknya dengan mendorong manajemen pemanfaatan sumberdaya guna mencapai skala ekonomi melalui integrasi kebutuhan sarana produksi, proses produksi, pemasaran hasil dan pengelolaan lingkungan dalam suatu sistem. Sehingga pengembangan perikanan pesisir dan laut dapat dipacu kontribusinya terhadap kenaikan produksi perikanan dan pengembangan kawasan perikanan budidaya dengan konsep pengembangan komoditas unggulan. Secara teknis langkah ini butuh upaya masif. Mulai identifikasi potensi sumberdaya perikanan laut, tangkap, budidaya dan pengolahan di Riau; pemetaan usaha sektor perikanan laut yang telah ada, baik yang berjalan maupun yang stagnan; rencana tindaklanjut pengembangan sektor perikanan pesisir dan laut disertai estimasi teknis dan biaya yang disinkronkan dengan RPJMD; membuat klaster pengembangan perikanan pesisir dan laut dengan pemanfaatan sumberdaya yang ada berbasis keunggulan kabupaten/kota; optimalisasi balai benih ikan, sentra pakan, pemasaran, pendampingan dan penyuluhan dan lain-lain. Untuk menuju kematangan strategi, harus terbuka kerjasama melibatkan praktisi, akademisi dan pendidikan tinggi di Riau yang punya basic keilmuan dan keahlian yang relevan.

Selain berbicara regulasi dan kebijakan di tingkat daerah, pendekatan politik juga menentukan. Harapan Pemprov agar Riau masuk kategori daerah kepulauan patut didukung penuh elemen daerah dan perwakilan Riau di pusat. Gubernur Riau Syamsuar menyampaikan hal itu pada saat menggelar pertemuan dengan Tim Kerja Sekjen DPR RI dalam rangka Penyusunan Konsep Awal Naskah Akademik dan Rancangan Undang-undang tentang Provinsi Riau. Landasan dibalik harap Pemprov Riau sangat beralasan. Indonesia mengenal istilah daerah kepulauan, namun sangat disayangkan bila Riau tak masuk kategori daerah kepulauan. Padahal Riau juga memiliki pulau terluar dan pulau-pulau kecil, Terdapat 17 lokasi prioritas (Lokpri) pulau kecil dan terluar. Sama halnya seperti Provinsi Kepri yang sudah masuk kategori daerah kepulauan. Agar aspirasi kepentingan kedaerahan dapat diakomodir dalam RUU tentang Provinsi Riau, soliditas dari unsur daerah kuncinya. Aspirasi Riau untuk masuk ke dalam kelompok daerah kepulauan praktis akan merubah cara dan pendekatan ke depan. Sektor maritim Riau pun akan mendapat perhatian lebih dalam agenda nasional. Ikhtiar-ikhtiar tadi selain bentuk rasa syukur kita atas anugerah Ilahi juga penghargaan atas pengorbanan para pejuang terdahulu.

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

BANSOS TANPA PAMRIH

Bantuan Sosial (Bansos) menjadi topik pembicaraan di berbagai media. Berawal dari keputusan Pemerintahan di bawah …