Ini Profil Dr Salim, Teladan Kesetiakawanan Sosial Nasional

Dr. H. Salim Segaf al-Jufri, Lc,. M.A.

Pekanbaru – Dr. H. Salim Segaf al-Jufri, Lc,. M.A dikenal dengan panggilan akrab Dr. Salim atau Habib Salim. Ia adalah cucu dari Gurutua Sayid Idrus bin Salim (SIS) Al-Jufri yang merupakan pendiri organisasi kemasyarakatan Alkhairat. Organisasi yang berdiri di kota Palu, Sulawesi Tengah (1930) itu memiliki jaringan luas di berbagai provinsi, terutama di Indonesia bagian timur.

Salim dilahirkan di kota Solo, Jawa Tengah (17 Juli 1954). Ayahnya seorang guru dan sekaligus pedagang. Ibunya seorang ibu rumah tangga yang mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih. Mereka hidup sebagai keluarga sederhana, apalagi saat itu Indonesia baru saja merdeka, menghadapi tekanan penjajah dan problem domestik.

Salim menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Islam (SDI) Diponegoro, dekat Pasar Kliwon. Meski kakeknya termasuk pendiri sekolah itu, namun Salim tidak diistimewakan, belajar dan bergaul bersama teman-temannya. Banyak alumni SDI Diponegoro yang menjadi tokoh nasional, antara lain Nurhayati Assegaf (mantan Anggota DPR RI). Di luar jam sekolah, Salim dan teman-teman biasa bermain layang-layang di alun-alun kota Solo.

Setamat SD, pada tahun 1960-an, kondisi Indonesia dilanda prahara politik akibat pemberontakan komunis (PKI). Kota Solo juga dilanda banjir besar, rumah keluarga Salim dan tetangga di sekitar Kaliwidas pun tergenang. Sehingga warga harus mengungsi ke tempat lebih tinggi di Masjid Riyadh atau Masjid Assagaf.

Menjelang remaja, Salim diajak keluarga ziarah ke kota Palu menjenguk kakeknya yang sudah mendirikan perguruan besar Alkhairat. Perjalanan dilakukan dengan jalan darat menuju Surabaya, lalu dilanjutkan dengan kapal laut yang menghabiskan waktu hingga satu bulan. Karena kondisi sulit untuk kembali ke Solo, Salim akhirnya melanjutkan pendidikan Mualimin di Alkhairat Palu, tapi harus mengulang kembali kelas 4 Ibtidaiyah (SD).

Nasabnya sebagai cucu Gurutua tidak membuat manja, Salim remaja harus belajar keras bersama murid-murid lainnya. Salah seorang kawan sekelas di Muallimin Alkhairat adalah Abdul Gani Kasuba yang saat ini menjadi Gubernur Maluku Utara. Setelah menamatkan jenjang Tsanawiyah dan Aliyah, Salim bertekad melanjutkan ke perguruan tinggi. Orangtuanya berharap masuk kampus negeri seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) atau Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, kakeknya mengarahkan agar belajar ke Tanah Suci Mekah atau Madinah.

Salim mengikuti tes masuk Universitas Islam Madinah, dan termasuk satu di antara dua siswa Alkhairat yang diterima. Selama 13 tahun lebih Salim belajar di Madinah menempuh pendidikan sarjana, magister dan doktoral hingga lulus dalam bidang syariah dengan predikat cumlaude. Setamat kuliah, Salim mengikuti panggilan jiwa untuk mengajar seperti ayah dan kakeknya. Dr. Salim mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA), Jakarta.

Di tengah kesibukan mengajar, Dr. Salim menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan beragam warga yang ingin mengetahui seluk-beluk ajaran Islam melalui Syariah Consulting Center (SCC). Karena kompetensi dan kepakarannya, Dr. Salim diminta menjadi Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Pengawas Syariah di berbagai korporasi (Hotel Sofyan dan Bank DKI).

Karir publiknya semakin menonjol saat dipercaya sebagai Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi dan Oman (2005-2009) pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Berkat hubungan baik dengan kerajaan Arab Saudi dan para pemimpin negeri kawasan Timur Tengah, Dr. Salim berhasil mendorong pengelenggaraan konperensi internasional (2006) tentang potensi ekonomi Indonesia. Presiden SBY hadir dan bertemu untuk pertama kali dengan Raja Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud, lalu melanjutkan perjalanan maraton ke Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Yordania. Hasilnya, investasi Timur Tengah mulai masuk Indonesia.

Namun, peristiwa yang paling berkesan adalah saat jamaah haji Indonesia (2007) mengalami cobaan akibat terlambatnya pengiriman makanan ke Arafah dan Mina. Hal itu sebenarnya tanggung jawab pihak katering yang ditunjuk Kementerian Agama. Namun sebagai Duta Besar, Dr. Salim tidak berdiam diri, sekuat tenaga melobi pemerintah Saudi agar mengirimkan logistik darurat. “Bahan pangan sudah dikirimkan dan tersedia dalam jumlah cukup, namun jamaah Indonesia memang mencari nasi,” ujar Dr. Salim tersenyum. Para jamaah dan pihak Kemenag sangat bersyukur telah dibantu Dubes Salim.

Periode selanjutnya (2009-2014), Dr. Salim mendapat kepercayaan sebagai Menteri Sosial RI dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Prestasi yang menonjol antara lain mengintegrasikan program bantuan sosial yang selama ini parsial dalam skema Program Keluarga Harapan (PKH). Sehingga semua kebutuhan keluarga miskin dari segi pangan, kesehatan, pendidikan anak dan tunjangan usaha/kerja diselaraskan. Pada masa Mensos Salim juga ditetapkan data terpadu fakir-miskin yang berhak menerima bantuan iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan pertama kali.

Publik mengenang Dr. Salim sebagai sosok bersahaja yang tidak sungkan keluar-masuk hutan, naik-turun gunung mengunjungi komunitas adat terpencil (suku Badui, suku Anak Dalam, suku Dayak, hingga suku Korowai dan Kombei di Papua). Bahkan, Dr. Salim biasa tidur di rumah warga yang akan direhab karena sudah tidak layak huni (RTLH). “Selain menghemat biaya akomodasi hotel, tinggal bersama warga akan memperjelas program apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat. Kita merasakan langsung, bukan hanya supervisi sepintas,” jelas Dr. Salim.

Filosofi dan tindakan nyata menunjukkan Kesetiakawanan Sosial Nasional sangat ditunggu Rakyat Indonesia. Agar Indonesia tetap Bersatu dan Sejahtera. [sw]

Baca Juga

Komisi II DPRD Riau Soroti Empat Masalah di UPT KPH Mandau

Duri – Komisi II DPRD Provinsi Riau melakukan Kunjungan Insidentil (Kuntil) ke Unit Pelaksana Teknis …