Hari ini, 23 Juni 2022, merupakan hari penting bagi Kota Pekanbaru. Ibukota Provinsi Riau tersebut sudah menginjak usia ke-238. Sebagai warga sekaligus wakil Daerah Pemilihan (Dapil) kota Pekanbaru di DPRD Provinsi Riau, banyak asa, cita dan masukan yang hendak disampaikan. Baik berasal dari pemikiran sendiri, juga merepresentasikan suara dari masyarakat kota Pekanbaru yang diintisarikan dari berbagai sarana dan kesempatan pertemuan dengan berbagai kalangan. Sebagai pembuka dan penting untuk disampaikan bahwa Pekanbaru bukan saja dimiliki oleh warga yang berdomisili di Pekanbaru. Dengan statusnya sebagai ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru juga mendapat tempat istimewa di hati masyarakat Riau pada umumnya. ibarat rumah tangga, prediket “ibu” dalam kata ibukota punya makna sangat kuat. Idealnya sebagai sosok penyayang dan menciptakan harmonisasi antar anggota keluarga. Berikut menjelma menjadi karakter yang memberi teladan dan terkadang berkorban sebagai tulang punggung demi menyelamatkan kepentingan keluarga.
Spirit sama diharapkan dimiliki Pekanbaru. Konsekuensi dari tuntutan barusan, Pekanbaru sudah tak sepantasnya dikelola dengan cara-cara using dan lama. Terlebih kota ini sudah menjelma menjadi kota modern, besar dan masuk kelompok kota terdepan di Indonesia. Meski persoalan khas perkotaan masih didapati, namun daya tarik sebagai sentra aktivitas perdagangan dan jasa terkemuka, pusat pendidikan, rujukan sektor kesehatan serta paling utama pusat pemerintahan provinsi. Keunggulan tadi plus ketersediaan infrastruktur ibarat gula dan semut. Menarik orang berbondong-bondong datang. Fenomena yang memicu perpindahan dan konsentrasi penduduk. Di satu sisi mendatangkan keberkahan tersendiri bagi Pekanbaru, namun di sisi lain ada dampak multidimensional kalau tidak dibarengi strategi dan perencanaan mumpuni. Tulisan ini bukan bermaksud meminta perlakuan istimewa pembangunan di Pekanbaru. Terlebih masih banyak kabupaten lain di Riau butuh pemerataan pembangunan. Namun keinginan utamanya adalah bagaimana paradigma pembangunan Pekanbaru tidak lagi didasarkan atas pemenuhan kepentingan sendiri. Tapi diarahkan untuk dapat memperkuat Riau secara umum.
Wujud implementasinya bagaimana Pekanbaru dan kabupaten/kota saling bersinergi dalam bentuk kerjasama antar daerah. Pekanbaru perlu pembangunan yang berorientasi kepada terwujudnya keterdukungan terhadap gagasan dimaksud. Diantaranya sudah tertuang melalui agenda semisal pengembangan kawasan Pekansikawan (Pekanbaru-Siak-Kampar-Pelalawan) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau. Dengan objek kesepakatan meliputi: bidang sosial budaya, bidang sosial ekonomi, bidang tata ruang dan lingkungan hidup, dan bidang sarana dan prasarana. Melalui pola sinergitas antar wilayah diharapkan akan berbuah efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, mengakselerasi pengembangan wilayah yang berbatasan, pengelolaan potensi daerah dengan prinsip saling menguntungkan berbasis keunggulan dan potensi masing-masing daerah yang ujungnya berdampak bagi kepentingan masyarakat di masing-masing kabupaten/kota.
Role Model
Perlu seabrek pemikiran untuk memperkaya mindset demi memosisikan Pekanbaru lebih dari sekedar simbol ibukota provinsi. Itulah kenapa sosok yang mengelola Pekanbaru harus terbuka, bukan merasa paling berkuasa apalagi modal manuver politik semata. Berbekal pengayaan ide diharapkan lahir berbagai terobosan. Kita ingin Pekanbaru role model bagi kabupaten/kota lain di Riau dan kebanggaan bagi Riau dengan menginspirasi daerah lain. Baik dari segi pemerintahan, sosial, politik, budaya dan ekonomi. Untuk menuju kesana, penguatan identitas pondasi utama. Modern dan beradab mesti sejalan. Sehingga orang luar sana mengetahui jati diri dan nilai Pekanbaru. Bicara jati diri sudah pasti melekat budaya Melayu. Namun patut disayangkan di Hari Jadi terselip cela. Informasi dari media massa bahwa di malam puncak HUT ke 238 Pekanbaru, Pemerintah Kota (Pemko) mengundang artis yang pernah tertangkap kasus penyalahgunaan Narkoba. Makin ironis, sang artis direncanakan akan meramaikan acara hiburan di Ruang Terbuka Hijau (RTH) bernama Tunjuk Ajar Integritas yang berlokasi di jalan Ahmad Yani persis di depan kediaman Walikota Pekanbaru. Sepintas acara hiburan tampak sepele. Namun berhubung ini Hari Jadi Pekanbaru, sangat tidak elok diisi acara yang sama sekali tak sejalan dengan visi menuju masyarakat sejahtera berlandaskan iman dan taqwa. Juga bertolak belakang dengan tagline Pekanbaru Kota Madani yang diartikan sebagai kota agamis, berperadaban, berkualitas dan berkemajuan. Seharusnya momentum sakral diisi even dan pengisi acara yang bisa menularkan energi positif.
Sebab jati diri bukan sekedar simbol dan motto. Tapi itulah yang memotivasi pikiran dan setiap sendi dalam rangka mewujudkan pembangunan. Berangkat dari khazanah Melayu yang mengacu ke nilai Islam, profesionalitas, amanah dan etos kerja sangat ditekankan. Asa dan harapan di Hari Jadi pekanbaru, ada peningkatan prestasi dan kinerja di pihak penyelenggara pemerintahan. Pimpinan dan segenap jajaran Pemko Pekanbaru hendaknya jangan cepat berpuas diri. Memang capaian Pemko sejauh ini patut diapresiasi. Seperti meraih terbaik nasional tiga tahun berturut-turut kategori pelayanan publik. Namun PR pelayanan publik mendasar masih banyak butuh pembenahan. Data Ombudsman RI Perwakilan Riau melaporkan bahwa masih banyak pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik di Pekanbaru. Paling mengemuka seputar layanan publik pendidikan, administrasi dan kependudukan termasuk paling klasik permasalahan banjir dan buruknya penanganan sampah yang sampai trending topik berita nasional dan jagad media sosial. Menyinggung pendidikan juga sedang hangat-hangatnya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mana Pekanbaru termasuk salah satu kabupaten/kota paling banyak menyumbang masalah di Riau. Penyebabnya kesenjangan sarana pendidikan berupa sekolah negeri.
Keluhan di atas bukan aib. Problematika yang dihadapi Pekanbaru dengan statusnya sebagai wilayah perkotaan sangat masuk akal mengingat pesatnya perkembangan penduduk, yang mana aspirasi dan tuntutan tentu makin besar pula. Apalagi Pekanbaru secara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) termasuk tinggi se-nasional bahkan tahun 2020 lebih baik dari Jakarta. Melalui IPM tergambar tingkat pendidikan lebih baik, yang mana konsekuensinya warga lebih kritis dan menuntut kehidupan lebih baik pula. Tingginya tuntutan warga semestinya pelecut semangat bagi unsur pimpinan hingga jajaran Pemko mencapai prestasi lebih hebat lagi. Kuncinya komitmen dan kemampuan manajerial. Dimulai penempatan SDM prima dan berkompeten. Menghadapi warga perkotaan butuh SDM handal. Jangan lagi terulang kejadian seperti tahun lalu ribut-ribut perihal penunjukan pejabat dan abdi masyarakat akibat jenjang pendidikan yang tidak sesuai aturan hingga sosok wanprestasi tapi tetap dipertahankan untuk mengisi jabatan strategis. Hal primitif kayak tadi sudah tidak sepantasnya terjadi di kota yang identik dengan istilah modern.
Upaya-upaya yang dipaparkan adalah bagian dari ikhtiar. Bukan saja demi eksistensi Pekanbaru. Namun bagaimana status ibukota yang diemban dapat dirasakan secara luas. Sebagaimana seorang ibu mengayomi anak-anaknya, begitupula hendaknya peran ibukota bagi Kabupaten/Kota di Riau. Untuk menuju ke sana mindset dan mentalitas mengelola Pekanbaru harus terus mengalami pembaharuan.
H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota DPRD Provinsi Riau
Daerah Pemilihan Kota Pekanbaru