1 November diperingati sebagai Hari Inovasi Indonesia (HII). Semula, filosofi dibalik peringatan sebagai upaya untuk mendorong terciptanya budaya inovatif oleh leader dan pelaku bisnis. Baik itu berupa budaya inovatif, produk inovatif dan layanan inovatif. Namun filosofi peringatan hari inovasi tentu tak terbatas bagi kalangan yang bergulat di dunia usaha dan bisnis saja. Inovasi menjangkau ekosistem lebih luas. Termasuk menyasar penyelenggaraan pemerintahan yang bersinggungan dengan kebijakan publik dan aktivitas melayani masyarakat. Bahkan regulasi memperkuat pernyataan barusan. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2017 tentang Inovasi Daerah telah menegaskan peran strategis Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam rangka melakukan pembinaan inovasi daerah.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, inovasi Pemerintah Daerah (Pemda) secara rutin setiap tahunnya diukur melalui sejumlah indikator yang terangkum dalam Indeks Inovasi Daerah (IID). Mengacu ke proses tersebut, Pemda mulai provinsi maupun kabupaten/kota berkewajiban melaporkan setiap inovasi yang digagas dan dilakukan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui sarana yang telah disediakan. Indeks kemudian menjadi dasar untuk dilakukannya penilaian berikut pemberian penghargaan, semisal Innovative Government Award (IGA). Tingkat daya saing daerah juga dapat dilihat dan diperbandingkan berdasarkan kuantitas dan kualitas inovasi daerah. Lalu muncul pertanyaan, seberapa pentingkah inovasi dan apa manfaat konkrit yang bisa dirasakan warga dari inovasi Pemda begitujuga manfaat diperoleh Pemda dari inovasi yang dilahirkan?
Pentingkah?
Penjelasan universal berikut dirasa cukup sebagai jawaban pertanyaan di atas, bahwa melalui cara dan pendekatan kebijakan yang inovatif akan memicu tata kelola pemerintahan lebih baik, meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat serta menentukan daya saing daerah. Apalagi sebagaimana arahan Badan Litbang Kementerian Dalam Negeri, fokus peningkatan inovasi di lingkup Pemda menyasar enam area inovasi yaitu: inovasi administrasi pemerintahan, inovasi manajemen pemerintahan, inovasi kebijakan, inovasi frugal, inovasi teknologi, dan inovasi sosial. Semua area tadi merupakan Tupoksi utama Pemda sekaligus krusial bagi masyarakat. Selain itu, bagi Pemda yang inovatif bakal diganjar penghargaan dan keuntungan lain bernilai prestisius. Sebab diusulkan mendapat alokasi Dana Insentif Daerah (DID).
Bagi Pemda, DID jelas salah satu sumber menggiurkan menambah pundi-pundi pendapatan daerah. Sayangnya untuk kasus Provinsi Riau, peluang dimaksud belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal kondisi APBD Provinsi Riau dalam beberapa kesempatan selalu dikeluhkan oleh Gubernur Riau karena tidak cukup untuk belanja infrastruktur. Contoh tahun 2020 Riau ambyar gara-gara tak dapat insentif yang ditujukan bagi Pemda berkinerja baik dan inovatif dalam penanganan pandemi dari Pemerintah Pusat. Di Sumatera hanya 5 provinsi mendapat DID: Sumatera Barat, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung. Disamping menyoal insentif, inovasi sekarang bukan lagi keinginan tapi keharusan dan kebutuhan bagi Pemda guna merespon perubahan dalam berbagai lini termasuk penyelenggaraan urusan pemerintahan. Seiring semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya sebagai warga negara membuat warga menuntut lebih, menilai komitmen, kesungguhan dan kinerja Pemda. Terakhir, inovasi juga sering disandingkan dengan penerapan teknologi informasi. Adaptasi terhadap perubahan-perubahan tersebut memaksa segala lini mau tak mau harus ikut jika ingin maju. Kalau lemot mengikuti perkembangan siap-siap ketinggalan atau perlahan tergilas zaman.
Komitmen dan Kolaborasi
Berbicara capaian dalam indeks inovasi bisa dilihat di situs Litbang Kemendagri. Mengacu pada indikator inovasi yang ada, Riau berada di rangking 282 dengan skor 38.82. Sekedar perbandingan data dengan Pemda terdekat, Provinsi Sumbar di ranking 99 dengan skor 63.40, Provinsi Sumut di ranking 278 dengan skor 39.41, dan Provinsi Aceh ranking 225 dengan skor 46.40. Melihat rentang 3 tahun terakhir, Sumbar bisa dibilang termasuk unggul. Adapun Aceh terbilang fenomenal. Dalam capaian indeks inovasi daerah tahun 2018, Aceh memperoleh prediket tidak dapat dinilai atau disclaimer. Tahun 2019 turun di posisi terendah dari 34 provinsi yang dinilai. Tapi tahun 2020, Aceh berhasil bangkit dan menempati peringkat 16 dengan prediket provinsi sangat inovatif. Pemaparan komparasi bukan bermaksud untuk menyudutkan Riau. Namun lebih ke bentuk motivasi, mungkin dengan meniru tekad dan semangat Aceh mengejar ketertinggalan capaian inovasi. Dengan begitu Pemda Riau dapat terus berimprovisasi melahirkan gagasan dan menjalankan amanah melayani masyarakat tanpa kenal lelah.
Apalagi Riau punya segudang potensi dan keunggulan sumber daya yang menuntut kecakapan untuk mengelolanya. Berbekal inovasi pendapatan daerah dapat digenjot, sektor pelayanan publik dapat ditingkatkan contoh simplifikasi pembayaran pajak, inovasi melahirkan pelayanan yang dapat menghasilkan retribusi dan lain-lain. Adapun dari sisi kebijakan, inovasi membantu terwujudnya agenda-agenda penting. Seperti Sumbar melahirkan inovasi kebijakan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang diinisiator Dinas Kehutanan. Program itu dirancang agar masyarakat setempat atau sekitar hutan dapat menjadi aktor utama dalam pengelolaan hutan. Selain berperan strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, juga membantu pemerintah dalam upaya pelestarian hutan. Pelajaran lain dari inovasi seperti PHBM adalah Pemda dalam menjalankan peran dan melahirkan inovasi bukan berarti sendirian atau one man show. Tetapi inovasi hanya dapat dihasilkan ketika Pemda dapat menjalin komunikasi secara intens, inklusif, transparan dan melibatkan stakeholder. Baik itu kemitraan antara Pemprov dengan DPRD, Provinsi dengan Kabupaten/Kota, OPD dengan OPD lainnya, dan antara masyarakat dengan aparat pelayan publik di daerah. Intinya, kolaborasi dan elaborasi kunci keberhasilan pengembangan inovasi daerah. Terakhir, inovasi juga membuka peluang bagi daerah terbaik untuk direplikasi atau scaling up idenya oleh daerah lain. Sehingga manfaatnya tidak hanya dirasakan bagi daerah inisiator, tapi juga dapat diterapkan secara nasional. Sebuah peluang amal jariyah.
H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA DPRD PROVINSI RIAU