Mendistribusikan Kemerdekaan

Telah 75 tahun kemerdekaan Indonesia diperingati. Meski secara raga kita tak pernah berada di masa perjuangan meraih kemerdekaan, tetapi jiwa merdeka bersemayam hingga ke pelosok nusa. Di hari kemerdekaan ini ungkapan bahagia dan suka cita diekspresikan ke dalam berbagai bentuk perayaan dan acara. Tua muda, miskin kaya, pejabat rakyat semua berbaur dan melebur menjadi satu tanpa sekat pembeda. Suatu pemandangan luar biasa yang bisa kita lihat di hari nan bersejarah bangsa.

Seiring waktu, narasi kemerdekaan terus berevolusi dan dielaborasi ke arah lebih progresif. Paska reformasi membawa perubahan fundamental dalam penyelenggaraan pemerintahan. Ditandai dengan desentralisasi dan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. Langkah baik guna memperkuat rasa kepemilikan terhadap “kemerdekaan”. Wujudnya demokratisasi melalui pengokohan pilar-pilar demokrasi yang sebelumnya hanya didominasi suara elit; Keterlibatan dan partisipasi rakyat hingga ke akar rumput; dan paling utama distribusi “kemerdekaan” ke daerah berupa pengelolaan kekayaan daerah untuk kepentingan daerah. meski ada celah itu wajar. Toh manusia dan produknya tak ada yang sempurna. Negara semisal Amerika Serikat dan negara di Eropa juga butuh proses lama mencapai level sekarang. Adapun bangsa kita, mengutip buku karangan Max Lane berjudul “Indonesia: Bangsa yang Belum Selesai”, bahwa Indonesia merdeka bukan jaminan berjaya tapi justru permulaan menuju fase selanjutnya. Perjalanan yang menguji konsistensi serta kontribusi masing-masing kita.

Tugas Mulia

Pemerintah Daerah memikul tugas mulia agar warisan kemerdekaan dapat dirasakan segenap rakyat. Karena kemerdekaan bukan jargon, harus ada wujud riil yang dapat dirasakan. Terjaminnya pemenuhan hak-hak dasar rakyat dari pemerintah, baik dalam bentuk barang publik (public goods) pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kehidupan layak dan lain-lain,  termasuk hak politik dan demokrasi. Dalam menjalankan tugas itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) punya peran spesial. Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebut provinsi selain berstatus Daerah juga wakil Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan umum di wilayah provinsi.

Berangkat dari posisi itu, wajar Pemprov menyuarakan kepentingan daerah. Untuk Riau, berulang kali Pemprov Riau bersama lembaga legislatif dan elemen masyarakat Riau meminta keadilan Dana Bagi Hasil (DBH), kebijakan anggaran nasional dan perhatian pusat terhadap pembangunan di Riau. Terakhir suara itu kembali bergaung  melalui lisan Gubernur Riau (Gubri) H. Syamsuar saat membuka webinar berjudul ”Merayu APBN untuk Infrastruktur Riau yang Lebih Baik” yang ditaja Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Riau, Selasa (11/8/2020). Di forum yang hadirkan tiga narasumber yakni anggota Komisi V DPR RI asal Riau Syahrul Aidi, Kepala Dinas PUPRKPP Riau M Taufik Oesman Hamid dan Kepala Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Riau Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Gubri berharap kontribusi besar komoditas dan SDA Riau terhadap perekonomian nasional sepadan dengan perhatian dan alokasi pembangunan infrastruktur untuk Riau di APBN.

Dalam hal ini DPRD Provinsi Riau selaku mitra Pemprov mendukung penuh pernyataan Gubri. Berikut juga mengapresiasi antusiasme wakil Riau di DPR RI, salah satunya saudara Syahrul Aidi selaku anggota Fraksi PKS di Komisi V DPR RI bidang infrastruktur, yang getol menyampaikan aspirasi Riau di APBN. Namun upaya ini butuh sinergitas dan keterpaduan. Terutama Pemprov Riau agar selalu mengevaluasi dan membenahi kemampuan perangkat serta mempersiapkan diri. Karena persoalan “merayu” APBN tak bisa mengandalkan sentimen kedaerahan semata. Namun harus dibarengi prestasi dan unjuk kinerja.

Berbenah Sebaik Persiapan

Ada celotehan, kenapa provinsi tetangga seperti Sumatera Barat bisa meraih dana melimpah dari APBN sementara Riau tidak. Kuncinya simpel: keinginan, kesungguhan dan kinerja. Provinsi Riau patut berkaca. Kekurangan selama ini pengalaman berharga. Seperti merebut Dana Insentif Daerah (DID) yang merupakan cara Pusat untuk memotivasi komitmen daerah dan menciptakan suasana kompetisi memberi pelayanan dasar terbaik bagi masyarakat, dan memberi reward bagi Pemda berkinerja baik. Barometernya: tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum, pelayanan dasar publik dan infrastruktur. Sayangnya transfer DID ke Riau terbilang minim. Penyebabnya kinerja yang belum optimal. Ambil contoh aspek mendasar seperti Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Hasil evaluasi SAKIP 2019 Provinsi Riau memperoleh predikat B. Praktis tak berhak atas subsidi dan dana alokasi dari Kementerian Keuangan. Karena reward hanya bagi Pemda berpredikat A. Selain itu, respon terhadap peluang jadi catatan. Ketidaksiapan secara teknis pernah berujung tak dapat terlaksananya Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tahun 2018 dalam jumlah signifikan. Tahun 2019 bahkan proposal DAK Fisik tak disetujui kementerian/lembaga terkait.

Selain hal di atas, ada aspek lain tak kalah urgen. Dalam konteks kemerdekaan, pertanyaan relevan bagaimana Pemda memaknainya? Terkait ini, bisa melihat Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Badan Pusat Statistik sebagai indikator tingkat perkembangan demokrasi Indonesia yang diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan 3 aspek yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, lembaga demokrasi. Adapun IDI Provinsi Riau tahun 2019 (75,21) mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018. Secara nasional, Jakarta mendapat skor tertinggi dan provinsi satu-satunya di Pulau Jawa yang berada di lima besar IDI.

Maka kunci merayu APBN sangat tergantung prestasi dan kinerja. Kami optimis, kepemimpinan Gubernur Syamsuar dan Wakil Gubernur Edy Natar Nasution punya itikad ke sana. Komitmennya pun sudah tampak. Diantaranya realisasi APBN yang menurut Direktorat Jenderal Perbendaharaan, secara nasional Riau berada di urutan kedua. Barometernya serapan anggaran seperti realisasi DAK termasuk dana desa. Evaluasi kinerja pelaksanaan APBN semester I tahun 2020 Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Riau juga mencatat serapan anggaran untuk DBH mencapai Rp4.076 M dari pagu anggaran sebesar Rp6.074 M. Ini perlu dipertahankan dan terus dibenahi agar bisa konsisten.

Dari pemaparan di atas jelas bahwa kemerdekaan yang kita peringati bukanlah akhir, tapi justru fase permulaan menuju ke depan. Orang bijak berkata: menggapai sesuatu itu sulit tapi mempertahankan jauh lebih sulit. Para pendahulu berjuang merebut kemerdekaan dengan jiwa raga dan tak minta dibangunkan monumen. Keinginan mereka hanyalah penerusnya dapat hidup layak, lepas dari penjajahan yang mengebiri martabat dan harga diri bangsa. Mempertahankan kemerdekaan bukan dengan perayaan dan slogan. Tapi bagaimana buah kemerdekaan didistribusikan. Sehingga dapat dirasakan oleh setiap insan tanpa ada lagi yang merasa diterlantarkan dan dianaktirikan.

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI III DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

Sampai Jual Kebun, Pasien Asal Meranti Ini Sebut Rumah Singgah PKS Sangat Membantunya

Pak Adam, usianya tak lagi muda, tubuhnya kurus. Sudah dua pekan ia berada di Rumah …