Dana PEN Krakatau Steel Akan Sia-Sia Jika Tidak Diikuti Perbaikan Regulasi dan Managemen

Jakarta (24/07/2020) — Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS menyatakan bahwa dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diberikan kepada PT Krakatau Steel akan sia-sia jika tidak diikuti oleh perbaikan regulasi untuk membendung baja impor dan perbaikan managemen korporasi.

Hal itu disampaikan oleh Chairul menjelaskan hasil Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke PT Krakatau Steel di Cilegon, Banten Selasa, 21 Juli 2020.

“Hasil kunjungan kami ke Cilegon kemarin dalam rangka mengecek kesiapan PT Krakatau Steel sebagai salah satu penerima Dana PEN, kami berharap agar dana pinjaman yang diberikan pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan skema Mandatory Convertible Bond (MCB) kepada PT Krakatau Steel sebesar 3 Trilyun Rupiah benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh Managemen PT Krakatau Steel serta harus didukung oleh perbaikan regulasi yang selama ini membuat industri baja dalam negeri terpuruk,” ungkap Chairul saat ditemui di Gedung DPP PKS Jakarta, Jumat (24/07/2020).

Menurut Chairul pemerintah harus melakukan perbaikan regulasi untuk mendukung Indusri Baja Nasional Indonesia. Beberapa tahun terakhir ini kondisi Industri baja Indonesia sangat tidak kondusif oleh serbuan baja impor dari berbagai negara terutama Tiongkok. Akibat maraknya baja impor tersebut, PT. Krakatau Steel menghentikan lini produksi wire rod pada akhir 2018 dan menurunkan produksi section and bar mill sampai 50%. Dampaknya, terjadi pengurangan tenaga kerja 3.500 orang.

“Menurut kami ada beberapa regulasi yang perlu diperbaiki untuk memulihkan Industri baja kita terutama Krakatau steel, regulasi yang perlu diperbaiki adalah penerapan pengadaan bea masuk anti dumping (BMAD) yang ada di PP 10/2012 dengan merevisi penjelasan pasal 14 di PP tersebut yang menjadi celah masuknya Baja Impor yang masuk di Wilayah Batam dan memberlakukannya di seluruh Indonesia. Karena dampak dari masuknya baja Impor melalui Batam mengakibatkan utilisasi pabrik baja di Indonesia sangat rendah yang hanya mencapai sekitar 43% di tahun 2019,” jelas Politisi PKS asal Riau ini.

Selain perbaikan regulasi, menurut Chairul pembenahan managemen di Krakatau Steel perlu dilakukan. Managemen yang baru harus meningkatkan efesiensi dan menurunkan pemborosan yang selama ini terjadi.

“Langkah mismanagemen jangan terjadi lagi di Krakatau Steel, temuan BPK tahun 2015 dan 2016 tentang adanya pemborosan di proyek pabrik baja berteknologi tanur tiup jangan terulang kembali oleh managemen yang sekarang. Dan sejatinya pada tahun 2016 Krakatau Steel juga sudah pernah menerima dana dari Negara berupa PMN sebesar Rp1,5 triliun tetapi tidak cukup membantu dan termanfaatkan dengan baik,” ungkap Chairul.

Menurut Chairul Industri baja di Indonesia merupakan Industri strategis yang mempunyai dampak langsung dan efek multiplier.

“Industri Baja kita ini harus terus dijaga, karena mempunyai dampak langsung dan efek multiplier, sektor baja menyentuh hampir suluruh sendi kehidupan kita, mulai dari industri, transportasi, konstruksi dan fabrikasi. Jika industri baja mampu mendukung aktifitas ekonomi di berbagai macam Industri termasuk makanan, barang konsumsi, ritel, layanan dan lain-lain, maka akan menghasilkan dampak yang positif bagi seluruh perekonomian Indonesia. Kedepan, kami berharap pemerintah betul-betul memperhatikan industri baja kita dan mendorong industri baja kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” tutup Chairul. (*)

Baca Juga

Komisi II DPRD Riau Soroti Empat Masalah di UPT KPH Mandau

Duri – Komisi II DPRD Provinsi Riau melakukan Kunjungan Insidentil (Kuntil) ke Unit Pelaksana Teknis …