Guru “Merdeka” Menuju Merdeka Belajar

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, Lc, MM

Pekanbaru – Banyak cita dan harapan paska digelarnya acara sosialisasi Kurikulum Merdeka Belajar yang digelar di Kota Medan Sumatera Utara pada 19 Mei 2023. Sebagaimana disampaikan oleh Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), secara umum Kurikulum Merdeka berupaya mengembalikan pendidikan ke marwah-nya seperti diharapkan sedia kala: memerdekakan manusia lahir dan batin. Adapun kegiatan sosialisasi dimaksud secara khusus bertujuan menyampaikan kebijakan kurikulum ke seluruh satuan pendidikan dan Pemerintah Daerah (Pemda) agar dapat diimplementasikan secara maksimal. Sekilas mengulas Kurikulum Merdeka Belajar merupakan kebijakan yang dikeluarkan Kemendikbudristek di tahun 2020. Kebijakan ini berorientasi pada konsep P5, yaitu Pembelajaran Berbasis Proyek, Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Berbasis Portofolio, Pembelajaran Berbasis Kompetensi, dan Pembelajaran Berbasis Karakter. Sederhananya kelima konsep barusan adalah pendekatan pembelajaran yang diusung oleh Kurikulum Merdeka Belajar. Arahnya untuk menciptakan siswa yang mandiri, kreatif, dan inovatif, memberi kebebasan kepada siswa dalam menentukan materi yang ingin dipelajari serta cara belajar yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.

Kendati secara defenisi Kurikulum Merdeka Belajar lebih condong ke siswa, namun faktor utamanya tentu saja kembali ke tenaga pengajar. Kompetensi guru disini sangat menentukan. Sebab mereka diminta mampu memfasilitasi siswa supaya bisa belajar mandiri serta dapat mengembangkan potensi dan kecerdasan siswanya. Artinya guru mesti memahami secara luar dalam prinsip-prinsip dan konsep-konsep pendidikan inovatif terkait kurikulum. Guru yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang baik akan dapat memberi pembelajaran yang efektif dan efisien guna mendukung implementasi Kurikulum Merdeka Belajar. Dengan begitu mampu menemukan strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa didiknya, memperkaya dan mengembangkan bahan ajar yang relevan, menarik sesuai mata pelajaran dan dapat mengevaluasi secara berkala progress atau kemajuan siswa selama masa pembelajaran. Boleh dibilang dalam Kurikulum Merdeka Belajar, guru tak semata bertindak sebagai penyampai informasi. Akan tetapi idealnya sebagai fasilitator pembelajaran untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar. intisarinya kompetensi guru menjadi kunci.

Prioritas

Memang lisan para pejabat kementerian dan dinas pendidikan berkata tolak ukur Kurikulum Merdeka Belajar bukan sebatas kelengkapan administrasi dan keseragaman metode, tapi lebih ke keberhasilan anak merubah diri dan merasakan kebahagiaan selama proses pendidikan. Namun aspek administrasi setakad ini cukup mengganggu penguatan sektor pendidikan dan kompetensi guru. Bagaimanapun administrasi masih berkaitkelindan dengan peningkatan kesejahteraan mereka hingga alat ukur kompetensi itu sendiri. Jadi menyoal kompetensi guru tak semudah membalikkan telapak tangan. Problemnya kompleks dan solusinya mesti komprehensif. Sungguh zalim rasanya menuntut kecakapan tenaga pendidik tapi lalai memperhatikan kehidupan mereka. Dalam hal ini, itikad Pemerintah Pusat untuk memperjelas masa depan para guru patut diapresiasi. Tinggal sekarang bagaimana Pemda amanah dan bekerja all out. Dalam jangka pendek misalnya fokus terhadap agenda penting ke depan yakni pengajuan formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk tahun 2023. Sekedar berita, Pemerintah membuka kuota guru PPPK 2023 sebanyak 601.286 orang. Terkait hal itu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau telah mengusulkan formasi kebutuhan PPPK guru ke Kemenpan-RB sebanyak 3.057 formasi (16/5/2023).

Hal berikut yang paling krusial adalah permasalahan proses sertifikasi guru. Perihal ini seantero Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah. Mulai proses berbelit-belit, keterbatasan kuota sampai menimbulkan konflik di kalangan guru. Perkara ini pantas menduduki daftar prioritas teratas untuk ditangani. Dari segi regulasi, berdasarkan Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen yang diterbitkan tahun 2005 disebutkan bahwa sertifikat guru harus dilaksanakan dan dituntaskan selama 10 tahun sejak terbitnya UU itu. Tapi, sampai sekarang tak kunjung tuntas. Kalau mau sedikit frontal, kegagalan penuntasan sertifikasi guru bukti pelanggaran amanah UU pendidikan. Selanjutnya, urgensi semakin bertambah menengok kondisi dunia pendidikan kita. Secara persentase, Kemendikbudristek mencatat jumlah guru yang tersertifikasi di Indonesia belum mencapai 50 persen. Bila diangkakan sekitar 1,6 juta dari total 3,1 juta yang belum disertifikasi. Lebih mendetail persentase guru yang tersertifikasi terbanyak ada di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 48,44 persen, berikutnya di jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebesar 45,77 persen. Sementara persentase terkecil di jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) hanya 28,49 persen.

Mengacu ke kondisi dan diperkuat pengakuan asosiasi guru, kendala paling menonjol ruwetnya proses sertifikasi guru lantaran keterbatasan kuota. Bicara konteks kekinian, persoalan daya tampung telah diatur dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional draf Agustus 2022. Dalam Pasal dinyatakan bahwa setiap orang yang akan menjadi guru wajib lulus dari pendidikan profesi guru. Kemudian disebutkan pula Pemerintah Pusat memenuhi ketersediaan daya tampung pendidikan profesi guru untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Meski begitu yang dinantikan para guru pembuktian di ranah realita. Bukan sekedar wacana di atas kertas. Wajar kemudian para guru merasa iri dengan proses sertifikasi dosen yang mana prosesnya dinilai lebih mudah. Situasi tak bisa dipandang sebelah mata. Sertifikasi merupakan barometer yang sedikit banyak menentukan kelayakan profesi. Sertifikasi juga suatu tahapan untuk masuk ke tahap pembinaan, pengembangan dan peningkatan profesionalisme para guru. Jadi kesimpulannya sangat vital. Sehebat apapun nama program dan kebijakan kurikulum pendidikan yang diusung termasuk Kurikulum Merdeka Belajar, tanpa didahului pembenahan dan dukungan kelayakan profesi guru niscaya ujungnya bakal meleset dari target. Berharap inisiatif masing-masing personil guru untuk inovatif dalam mengajar tentu terlalu naif. Sampai kapanpun tak akan memajukan dunia pendidikan kita. Yang dibutuhkan proses sistemik untuk membentuk dan membangun SDM tenaga pengajar berkompeten.

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI V DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

RAMADHAN MODAL SOSIAL BERHARGA

Bulan mulia kembali hadir ke tengah kita. Sebagaimana diketahui, terdapat perbedaan terkait jadwal permulaan puasa …