KESELAMATAN PASIEN PRIORITAS UTAMA

Hari Keselamatan Pasien Sedunia yang diperingati setiap 17 September merupakan momentum untuk menggalang solidaritas. Agar ada aksi nyata guna mengurangi risiko perawatan kesehatan.Kita rasakan dan alami sendiri, betapa penyelenggaraan kesehatan masih dibayang-bayangi segudang permasalahan. Sebagian dapat diatasi sebagian mengendap. Pembiaran pastinya bukan opsi bijak. Boleh jadi perkara berhasil dipendam. Tapi bak bom waktu, siap meledak kapan saja.Ketika terungkap problemnya sudah terlanjur kompleks. Seumpama penyakit, didiamkan lama-lama komplikasi. Kalau sudah di titik kulminasi, dampak dan kerugian bukan hanya di pihak pasien. Tapi menurunkan imej dan kepercayaan terhadap Rumah Sakit dan Tenaga Kesehatan (Nakes) serta merembet ke Pemerintah. Kami selaku anggota DPRD Provinsi Komisi V yang membidangi kesehatan sudah sering mendapati keluh kesah dan aduan warga bahkan kalangan anggota dewan sendiri. Setakad ini berbagai rapat rutin digelar bersama mitra kerja supaya penyelenggaraan kesehatan dapat optimal. Namun mengingat sudah kayak benang kusut, butuh waktu mengurainya. 

Selevel RSUD milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) saja dihantui masalah klasik, apatah lagi Fasilitas Kesehatan (Faskes) di bawahnya. Pernah viral berita di media dan media sosial di pertengahan tahun 2022, seorang warga penderita kanker stadium 4 berobat ke RSUD Arifin Achmad (AA) Riau. Setelah dicek, pihak RSUD menyatakan kondisi pasien baik lalu diberi obat dan dipersilahkan pulang. Beberapa waktu berselang, kondisi pasien memprihatinkan dan dibawa ke RS lain. Paska perawatan intensif, pasien meninggal. Peristiwa barusan mengundang perhatian publik. Sampai-sampai sejumlah elemen menggelar aksi unjuk rasa di depan kantorGubernur. Massa meminta Gubernur Riau (Gubri) mencopot penanggungjawab RSUD. Kendati sudah berlalu, ini pelajaran berharga. Tanpa bermaksud memojokan sosok dan profesi tertentu, di tataran global kelalaian diamini sebagai ancaman nyata. Menurut data, pelayanan kesehatan yang tak aman satu dari 10 penyebab utama kematian dan kecacatan di dunia. Kesalahan tindakan medis, diagnosis, penggunaan obat baik oleh pasien atau Nakes. Dampaknya bisa fatal. Cedera, cacat sampai kematian.

Belum Optimal

Harus diakui prinsip keselamatan pasien rumah sakit belum diterapkan secara optimal dalam pelayanan kesehatan. Padahal penting. Insiden dapat dicegah bila prinsip keselamatan pasien dapat diterapkan. Keselamatan bukan semata tertuju ke pasien. Melainkan seluruh insan di lingkup fasilitas pelayanan kesehatan. Intinya, mengurangi semaksimal mungkin marabahaya.Berangkat dari keadaan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah merumuskan strategi meningkatkan keselamatan pasien lewat penerbitan Permenkes 11/2017 tentang Keselamatan Pasien. Aturan memaparkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien, meliputi: Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien; Memimpin dan mendukung staf; Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko; Mengembangkan sistem pelaporan; Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien; Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien; dan mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Disamping memberi pedoman, juga dibentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) sebagai tindak lanjut Keputusan Menkes 503/2020. Meskipun regulasi terus berbenah, tetapi realisasi tak mudah. Sejumlah faktor pengambat mengemuka. Sarana dan prasarana perlu ditingkatkan agar memenuhi standar ideal.Berikut paling krusial penguatan Sumber Daya Manusia (SDM). Bicara sarana sudah mahfum. Sampai kini masih didapati Faskes Pemerintah tipikal negara berkembang. Kondisi bangunan tak layak, pintu dan jendela rusak, listrik dan air tak lancar dan seterusnya. Begitujuga dukungan alat. Mulai jumlahnya yang terbatas, adapula tergolong baru tapi tak berfungsi atau rusak akibat buruknya pemeliharaan. Terus, amburadulnya proses pengadaan dan distribusi peralatan medis. Tak sedikit kasus pengadaan obat tak mencermati tanggal kadaluarsa. Perihal pengadaan kebutuhan medis tak bisa dianggap sepele. Pernah kejadian, keluarga pasien penderita kanker paru-paru mengeluh stok obat kosong di RSUD Arifin Achmad. Sementara obat tak boleh putus dikonsumsi oleh pasien.

Selanjutnya, pendukung pelayanan kesehatan berkualitas tentu saja SDM kesehatan. Bicara ketersediaan, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah dokter di Indonesia termasuk terbesar di Asia Tenggara. Meski begitu, setiap 10.000 penduduk, rasio dokter di Indonesia hanya 6,23 pada 2020. Ini terendah ketiga di Asia Tenggara. Singapura pemilik rasio dokter tertinggi yaitu 24,6 per 10.000 penduduk. Malaysia dan Brunei Darussalam masing-masing 22,86 dan 16,09 per 10.000 penduduk. Teruntuk Riau, rasio dokter kondisinya sebelas dua belas secara nasional. Rasio dokter spesialis Riau tahun 2020-2021 13 per 100.000 penduduk. Artinya 100.000 penduduk dilayani oleh 13 orang dokter spesialis. Walau meningkat dari tahun 2019 (11 per 100.000 penduduk), namun sebaran dokter spesialis belum merata danterpusat di Kota Pekanbaru dengan rasio 48 per100.000 penduduk. Tenaga dokter umum agak berbeda situasinya. Segi jumlah masih sangat jauh dari target tahun 2025 yakni 45 per 100.000 penduduk. Keberadaannya juga terfokus di Kota Pekanbaru. Rendahnya rasio tenaga dokter umum kendala mewujudkan pelayanan kesehatan. Lebih lanjut, Nakes terbanyak di Riau adalah tenaga keperawatan 28 persen, disusul tenaga penunjang kesehatan 25 persen dan Bidan 20 persen. Nakes paling sedikit dokter gigi, kesehatan lingkungan, tenaga gizi, keterapian fisik masing-masing 1 persen. Kurangnya tenaga gizi mimpi buruk kala Riau sedang berjuang hadapistunting.

Penguatan SDM

Penguatan SDM urgen ditempuh. Sebab mereka kunci. Mulai administrasi hingga layanan kesehatan itu sendiri. Menyoal administrasi penyumbang lambatnya penanganan pasien. Sebut saja pengurusan jaminan kesehatan, pendaftaran dan antrian. Menimbang pasien di Faskes Pemerintah dan swasta sekarang mulai didominasi peserta BPJS, maka perlu perhatian. Sudah rahasia umum, keluhan terhadap penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) begitu masif. Padahal Lambatnya penanganan bisa mengancam jiwa. Disamping urusan administratif, penguatan SDM dinilai mendesak guna meminimalisir kesalahan medis yang kerap terjadi dalam pelayanan kesehatan. Banyak kasus dikaitkan human error semisal kompetensi SDM, sampai aspek teknis seperti tulisan tangan tak terbaca di laporan medis pasien, kendala bahasa, atau kelelahan petugas. Terkait ini, transformasi digital solusi ampuh. Mulai administrasi hingga rekam medis. Pemanfaatan teknologi solusi mengurangi kesalahan fatal. Melalui sistem elektronik, rekam medis terdokumentasi secara sistematis, kronologis, dan akurat. Terlebih Kemenkes sudah menerbitkan PMK Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, yang mewajibkan Faskes menerapkan rekam medis elektronik. Proses transisi dilakukan selambatnya31 Desember 2023. Kemenkes akan memetakan berupa Indeks Kematangan Digital supaya dapat diketahui mana yang siap dan yang belum. Dalam agenda belum lama ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian Kesehatan mendorong implementasi Rekam Medis Elektronik (RME) di Provinsi Riau. Kita berharap RS di bawah kewenangan Pemprov Riau secepatnya beradaptasi. Terakhir, aspek mendasar penguatan SDM tentunya memperhatikan kelayakan pendapatan mereka. Bagaimanapun turut berpengaruh ke kinerja.

Menyiasati tantangan di atas butuh komitmen tingkat tinggi dan menuntut koordinasi apik lintas sektoral. Khususnya pihak penyelenggara pemerintah selaku regulator. Baik itu antara Pusat dan daerah; sinergitas Pemprov dan Pemerintah Kabupaten/Kota; Komunikasi antara eksekutif dan legislatif. Melalui kepedulian dan atensi, lahir keseriusan mengevaluasi dan merumuskan tindakan bersama demi keselamatan pasien. Sebab paradigma keselamatan pasien pada dasarnya mencegah atau mengurangi risiko.

Dr. (H.C.) H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM.

ANGGOTA KOMISI 5 DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

RAMADHAN MODAL SOSIAL BERHARGA

Bulan mulia kembali hadir ke tengah kita. Sebagaimana diketahui, terdapat perbedaan terkait jadwal permulaan puasa …