MENJAWAB DILEMA PARA BURUH

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota DPRD Provinsi Riau

14 Mei 2022 para buruh berencana akan mengadakan aksi terpusat di DPR-RI dan di beberapa daerah bersempena Hari Buruh 1 Mei. Aksi tertunda bersamaan dengan momen libur Idul Fitri. 1 Mei memang didedikasikan sebagai hari istimewa bagi para buruh dan tenaga kerja se-dunia. May Day yang diperingati setiap tahunnya tak pernah basi mengulas segala permasalahan dan tantangan dihadapi kaum pekerja. Update informasi dari berbagai sudut pandang dan pendekatan turut melahirkan gagasan baru. Meski problematika hampir serupa tiap tahunnya, tapi tuntutan akan solusi lebih efektif terus mengemuka. Apalagi dua tahun belakangan persoalan dihadapi para buruh bereskalasi secara drastis. Peliknya keadaan selama wabah Covid-19 melanda berdampak ke semua kelompok dan golongan ekonomi. Terutama dirasakan masyarakat ekonomi menengah bawah yang didominasi pekerja dan buruh. Bertepatan dengan Hari Buruh pula, seperti biasa, diwarnai beragam pidato pejabat. Dalam konteks kenegaraan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui akun Twitter resminya @jokowi menyampaikan terima kasih kepada pekerja dan buruh dan menyebut bahwa kerja keras mereka lah yang terus membuat roda ekonomi terus bergulir dan bergerak maju.

Pernyataan Kepala Negara diharapkan membawa pesan dan energi positif. Namun, paling utama dan ditunggu ada aksi konkrit menjawab kegelisahan yang menghantui kehidupan para buruh dan pekerja, serta langkah strategis agar prospek mereka ke depan lebih baik. Pengakuan Presiden bahwa besarnya kontribusi buruh bagi ekonomi bangsa merupakan hal nyata. Ketika pembatasan sosial selama pandemi banyak sektor ekonomi nyaris bahkan tumbang gara-gara dikuranginya produktivitas tenaga kerja. Buruh juga paling rentan akibat keterbatasan sarana bertahan hidup dan tanpa sumber pendapatan alternatif. Bulan pertama pandemi jumlah pengangguran melonjak akibat PHK masif. Persentase pekerja informal bertambah sementara pekerja formal justru turun. Menggelembungnya pekerja informal dari pekerja formal diduga efek PHK pekerja dan buruh. Untuk skala Riau, awal pandemi data BPS menyebut jumlah pengangguran per-Agustus 2020 naik 6,32 persen dibanding tahun 2019. Seiring pulihnya perekonomian, tingkat pengangguran per Februari 2022 menurun ke 4,40 persen. Riau boleh dibilang salah satu daerah merasakan dampak. Mengingat status pekerjaan utama dominan adalah buruh, karyawan dan pegawai yaitu sebesar 43,76 persen. Makin menyesakkan kabar dari sektor Migas yang menyerap tenaga kerja cukup besar, mencapai ribuan orang. Belum optimalnya sektor Migas bikin masalah makin kompleks.

Sulit Sejahtera?

Kembali ke tema awal, ada 11 poin tuntutan dalam unjuk rasa memperingati Hari Buruh pada 14 Mei mendatang. Paling mengemuka dari materi tuntutan adalah terungkap bahwa tantangan memenuhi tingkat kesejahteraan buruh dan pekerja bukan menyoal penghasilan saja. Tapi bagaimana keberpihakan kebijakan secara komprehensif. Memang tak menampik sudah ada perbaikan dari segi pembayaran THR bagi pekerja, termasuk di Riau. Begitujuga keputusan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 yang telah diputuskan, secara nasional naik rata-rata 1,09 persen. Adapun Provinsi Riau disepakati naik sebesar 1,7 persen. Satu-satunya provinsi berani nyeleneh hanya Pemda DKI, yang merevisi besaran kenaikan UMP 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen. Membahas UMP nasional dan Riau, kenaikan berkisar Rp50.000 dibandingkan UMP 2021 dinilai para buruh tak banyak membantu. Terlebih penghasilan mereka sempat terpangkas akibat pandemi dan belum kembali ke kondisi normal. Kondisi kian diperparah kenaikan harga berbagai komoditas dan bahan pokok yang melambung tinggi dan tak bisa dikendalikan oleh Pemerintah. Kalau isu harga Pertalite dan LPG 3 kg benar terjadi, semakin bertambah beban.

Sebagaimana disinggung di atas, kebijakan faktor penentu. Ironisnya tak sedikit kebijakan dibuat malah kontraproduktif dengan upaya meningkatkan kesejahteraan buruh dan pekerja. Tuntutan paling utama dan berulang kali disampaikan setiap 1 Mei yakni penghapusan outsourcing masih belum bisa dipenuhi. Malah di instansi dan organisasi pemerintah termasuk di Riau banyak didapati praktik perekrutan tenaga honorer ala-ala outsourcing. Dari sini saja sudah paradoks dan memprihatinkan. Jangan lupa pula heboh kebijakan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang akhirnya direvisi setelah menuai protes. Paling fenomenal tentunya UU Cipta Kerja yang banyak digugat dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam aturan yang diprotes keras asosiasi buruh dan pekerja, terdapat pasal tertentu yang mengedepankan kepentingan para pebisnis dan abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, perlindungan dan pemenuhan hak bagi para pekerja. Secara umum, poin-poin bermasalah dalam UU Cipta Kerja terkait hak atas upah minimum, hak atas status pekerjaan, batasan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan libur serta pengaturan tenaga kerja asing.

Peran Negara
Negara harus hadir melindungi kelompok ekonomi menengah ke bawah. Mulai pelaku usaha kecil dan menengah serta buruh dan pekerja. Karena merekalah pondasi ekonomi bangsa. Secara kuantitas kelompok tersebut mayoritas di negeri ini, sekaligus rentan secara ekonomi dan kesejahteraan. Kita patut bangga Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun 2022. Sebuah forum kerja sama multilateral yang merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, dan 80 persen PDB dunia. Beranggotakan negara maju dan berkembang dengan tingkat pendapatan menengah dan tinggi. Ditambah prediksi sejumlah lembaga keuangan memperkirakan Indonesia bakal menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia, makin membuat sempurna. Akan tetapi prospek barusan bukan tanpa persyaratan. Kesejahteraan warga harus dipenuhi terlebih dahulu. Karena banyak kajian menyimpulkan kesejahteraan berbanding lurus dengan produktivitas. Ketika hak-hak buruh dan pekerja masih terabaikan, upah naik tapi biaya hidup naik berkali-kali lipat dari upah, selama itu pula prospek ekonomi ibarat pungguk merindukan bulan.

Pusat hingga Pemda dituntut hadir melindungi hak tenaga kerja tanpa mengenyampingkan upaya menjaga keberlangsungan aktivitas pelaku usaha. Pandemi memang masa sulit bagi pelaku usaha. Namun jangan sampai dimanfaatkan untuk menegasikan hak-hak pekerja. Khusus bicara Pemda, instrumen kebijakan dan diskresi yang diberikan peraturan perundang-undangan guna mengelola ketenagakerjaan sebagai rumpun urusan wajib daerah merupakan bekal untuk menyiasati persoalan terkait ketenagakerjaan di daerah. Namun, sayangnya banyak Pemda beranggapan perannya saat memutuskan upah minimum saja. Padahal tak sebatas itu. Setidaknya ada beberapa hal dipandang urgen untuk ditempuh.

Pertama, menjamin terlaksananya hak hidup layak berikut memelihara segitiga hubungan industrial pemerintah-pengusaha-pekerja maupun segitiga keterkaitan upah-produktivitas-kesejahteraan. Pengawasan harus konsisten demi mencegah permasalahan sosial para buruh dan pekerja akibat hak yang dilalaikan. Banyak pelaku usaha berjuang menunaikan hak pekerjanya, namun ada juga memanfaatkan momentum pandemi mencurangi hak pekerja. Baik itu hak atas upah dan sejenisnya termasuk hak perlindungan kesehatan. Dalam menjalankan fungsi, program Pemda diharapkan tepat sasaran dan efektif. Jujur saja, program Pemerintah teruntuk pekerja dan buruh banyak kurang efektif dan efisien. Seperti Kartu Prakerja yang digembar-gemborkan selama pandemi, dinilai mubazir anggaran dan tidak tepat guna. Kayaknya tak ada negara lain menggelar pelatihan tenaga kerja secara online. Kalaupun ada pelatihan atau kursus online sifatnya otodidak. Akan lebih bermanfaat apabila dialokasikan untuk perlindungan kesehatan dan jaring pengaman sosial atau bantuan langsung kepada keluarga pekerja yang terdampak.

Kedua, Upaya penciptaan lapangan kerja. Implementasi mandat ini tak lantas Pemda secara langsung menyediakan lapangan pekerjaan, meski juga terbuka peluang melalui pelaksanaan proyek padat karya dan pelibatan sektor usaha dalam kegiatan belanja Pemerintah seperti dilakukan Pemprov Riau yang menjalin kerjasama dengan Mbizmarket untuk pengadaan barang dan jasa. Paling penting adalah bagaimana memfasilitasi pembukaan ruang lapangan kerja baru. Di luar itu, Pemda juga punya tanggung jawab membina kapasitas pekerja agar produktif dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana yang ada.

Demikianlah beberapa ikhtiar yang bisa ditempuh. Pemaparan mungkin belum mengakomodir semua. Tapi setidaknya dapat memberi secercah harapan bagi para pekerja dan buruh di masa pemulihan ekonomi sekarang dan masa mendatang. Pelibatan buruh dan pekerja lebih intens dalam bahasa kebijakan Pemerintah jauh lebih signifikan dan dinantikan. Sebagai cara paling nyata menyampaikan pesan ke para buruh dan pekerja bahwa mereka adalah aset penting bagi bangsa daripada sekedar pidato dan jargon berisi kepedulian.

Baca Juga

Komisi II DPRD Riau Soroti Empat Masalah di UPT KPH Mandau

Duri – Komisi II DPRD Provinsi Riau melakukan Kunjungan Insidentil (Kuntil) ke Unit Pelaksana Teknis …