TEKAD EKSTRIM ATASI KEMISKINAN

Kemiskinan ekstrim menyita porsi perhatian terbesar pengambil kebijakan mulai tingkat pusat hingga daerah. Menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo yang menetapkan pengurangan kemiskinan ekstrim sebagai agenda prioritas dengan target nol persen di tahun 2024, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar baru-baru ini (20/1/2023) kembali menggelar rapat pembahasan bersama para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Dalam kesempatan itu, Gubri menekankan sinergitas, konsolidasi, kolaborasi lintas kewenangan dan lintas sektoral untuk mengatasi kemiskinan ekstrim. Mengutip berita Cakaplah.com, ada tiga strategi ditempuh Pemprov Riau. Pertama berupaya mengurangi beban masyarakat lewat program bantuan sosial dan jaminan sosial. Kedua meningkatkan pendapatan masyarakat melalui program pemberdayaan oleh dinas-dinas terkait, antara lain program pemberdayaan UMKM, pelatihan-pelatihan menyasar penduduk tamatan SD dan SMP agar bisa membuka usaha sendiri dan mandiri dan program sejenis.  Ketiga pengurangan kantong kemiskinan lewat program Rumah Layak Huni (RLH), sanitasi, pengelolaan dan pengembangan sistem penyediaan air minum dan lain-lain. 

Persoalan kemiskinan tak bisa dipandang sebelah mata. Mau berembel ekstrim atau tidak, kemiskinan dipandang sama. Nabi Muhammad SAW kerap berdo’a: “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kemiskinan dan siksa kubur” (HR. Abu Bakrah RA). Do’a tadi cerminan bahwa manusia berupaya menghindar dari kemiskinan. Dalam konteks bangsa, negara manapun dan masa kapanpun, kemiskinan dianggap faktor yang dapat menurunkan daya saing di tataran global. Kemiskinan bukan perkara nasib. Mustahil pula dihapuskan dari muka bumi. Tapi bukan berarti membiarkan dan menjauhinya. Di hadist lain, Nabi Muhammad SAW pernah berdo’a minta dimatikan dalam keadaan miskin dan dikumpulkan dalam golongan orang miskin. Do’a tadi bukan berarti bertolakbelakang dengan do’a di hadist sebelumnya. Do’a Rasul meminta dekat dengan orang miskin bermakna supaya kita jangan sisihkan mereka. Sehingga lewat kedekatan berbuah kepedulian. Dengan begitu muncul upaya dari segala arah dan lini. Barangkali inilah kenapa kemiskinan berujung ekstrim, upaya belum tersistematis dan keberpihakan di sisi pengambil kebijakan. Menyinggung disebut terakhir, kebijakan lahir tanpa menimbang kondisi. Contoh menaikan BBM saat ekonomi belum pulih, regulasi lebih berpihak ke konglomerat dan pemodal.

Anggaran

Menyoal kebijakan, banyak cara tersaji dan ide-ide brilian yang sudah dikantongi negara (baca: Pemerintah). Tinggal sekarang pelaksanaan. Benar bahwasanya kemiskinan tak selesai oleh Pemerintah sendiri. Tapi peran Pemerintah tetap sentral. Terutama lewat anggaran. Sayangnya realita masih jauh dari ekspektasi. Kinerja APBD masih dibayangi masalah tipikal kayak pelambatan laju penurunan tingkat kemiskinan. Teruntuk Riau, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan di Provinsi Riau per Maret 2022 adalah 6,78 persen. Kendati masih di bawah angka kemiskinan nasional yaitu, 9,54 persen, namun sepanjang 2017 sampai 2021 Provinsi Riau belum mencapai target penurunan angka kemiskinan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau 2019-2024. Baru tahun 2022 mencapai target sesuai RPJMD. Hal tadi diakui sendiri oleh Wagubri Edy Natar dalam sebuah acara. Keadaan bertambah gawat melihat jumlah penduduk miskin ekstrim di Provinsi Riau per september tahun 2022 sebesar 100.330 jiwa atau 1,4 persen. Kondisi tadi tentu perlu perhatian serius. Apalagi masih ada daerah di Riau angka kemiskinan sangat tinggi dan jauh di atas rata-rata nasional.

Tidak dapat dipungkiri APBD instrumen kunci pertumbuhan ekonomi dan mengendalikan inflasi, yang mana substansial pengaruhnya mengurangi kemiskinan. Meski efektivitas penanggulangan kemiskinan dipengaruhi banyak faktor, APBD diyakini bekerja langsung merekayasa banyak peluang. Perkara paling mudah sebagaimana langkah Pemprov Riau di awal tulisan: berupa belanja program pemberdayaan atau padat karya atau melalui fasilitasi pengembangan UMKM, alokasi bantuan ataupun jaminan sosial terutama ketika risiko-risiko sosial akibat perubahan kebijakan atau gejolak ekonomi. Keadaan cukup kompleks, walau transfer dana ke APBD terus meningkat tidak serta-merta memperluas ruang fiskal daerah. Ada daerah kondisi kemiskinan akut sementara perhatian anggaran provinsi dan pusat belum memadai. Tapi jamak terjadi, beban belanja rutin pegawai membuat terbatasnya ruang fiskal. Padahal, dukungan anggaran makin dibutuhkan demi memperluas manfaat dan cakupan program penanggulangan kemiskinan dan intervensi Pemerintah Daerah (Pemda) mengatasi faktor khas pemicu kemiskinan di daerah. Disamping itu, ruang fiskal luas bukan jaminan daerah mampu mengakumulasikan belanja ke sektor kunci penanggulangan kemiskinan seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan perlindungan sosial. Banyak daerah tren ruang fiskal cukup bagus tetapi masih didapati kantong kemiskinan ekstrim. Riau barangkali berada dalam situasi ini.

Perencanaan

Sebenarnya secara jumlah, alokasi di APBN cukup besar: lebih Rp. 500 triliun. Belum lagi alokasi di APBD. Jadi isu utama penanggulanan kemiskinan ekstrim bukan semata anggaran.  Ditambah sejak otonomi daerah dan desentralisasi, dana transfer dari pusat ke daerah terus bertambah. Baik secara nominal maupun persentase. Seiring perubahan tadi, peran Pemda diharapkan kian sentral guna menentukan hasil pembangunan. Pertanyaan sekarang sudah seberapa efektif penggunaan anggaran? Aspek ini tantangan terbesar. Selagi belum ada pembenahan, jangan harap seluruh program penanggulangan kemiskinan ekstrim baik pusat dan daerah berhasil. Belum lagi ketika program dan kegiatan diboncengi kepentingan politis. Semakin tidak tepat sasaran. Kuncinya konvergensi program. Untuk memastikan mulai tahap perencanaan, penentuan alokasi anggaran, penetapan sasaran dan pelaksanaan program tertuju pada satu titik atau lokus, baik itu secara wilayah maupun target masyarakat yang berhak.  Upaya pembenahan mencakup penyerapan anggaran. Agregat dana daerah yang mengendap di perbankan masih sangat besar. Jelang akhir Desember tahun lalu, Presiden sampai geram mendapati APBD mengendap mencapai ratusan triliun. Saldo dana mengendap tersebut tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda tahun 2023 di Sentul (17/01/2023) kembali mendorong Pemda merealisasikan anggaran tahun 2023 yang telah disalurkan sesuai peruntukan dan memutar roda perekonomian.

Ini problem serius. Sebagian besar dana menganggur merupakan bagian belanja modal yang notabene sangat dibutuhkan disamping belanja barang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di daerah. Rendahnya penyerapan akan menghilangkan manfaat sebagian dana pembangunan yang juga berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Pangkal semua adalah perencanaan. Berbekal perencanaan matang, dengan asumsi ruang fiskal terbatas sekalipun Pemda masih bisa menjalankan program penanggulangan kemiskinan asal belanjanya efektif dan efisien. Masalah muncul manakala perencanaan kegiatan atau program tidak optimal. Diperparah pemanfaatan APBD belum sepenuhnya berpihak terhadap kepentingan menanggulangi kemiskinan serta sistem dan database program yang tidak terintegrasi. Setiap sektor punya agenda masing-masing. Kalau begini situasi bagaimana mau mencapai keberhasilan sebuah program? Jangankan ingin sesuai target, sekedar mengawasi kemajuan saja susah. Tanpa mengabaikan faktor penyebab lain, berangkat dari studi terhadap sejumlah daerah membenarkan bahwa peningkatan kualitas perencanaan mempengaruhi tingkat penyerapan APBD. Sebuah perencanaan yang baik bisa mendeteksi sejak awal kemungkinan kegagalan realisasi kegiatan. Perencanaan yang baik akan melibatkan proses penetapan tujuan sekaligus cara (modus), tahapan, dan asumsi untuk mencapai tujuan tersebut. Dari pemaparan tergambar bahwa upaya penanggulangan kemiskinan ekstrim harus didahului tekad yang ektrim pula untuk pembenahan.

H. Sofyan Siroj Abdul Wahab, LC, MM. Anggota DPRD Provinsi Riau

Baca Juga

Anggota DPRD Riau Abdul Kasim Minta Perbaikan Jalan Tuntas Sebelum Arus Mudik 

Dumai – Anggota DPRD Provinsi Riau dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, H Abdul Kasim SH, …