TANCAP GAS DI AWAL TAHUN

“…Bila kamu berada di pagi hari jangan menunggu sore hari…” (HR. Bukhari).

Sepotong kutipan hadist atau perkataan Nabi Muhammad SAW di atas lebih dari cukup diambil sebagai bekal berharga menghadapi tantangan yang ada. Tak peduli apapun lingkupnya. Entah itu urusan pribadi, keluarga, masyarakat hingga menjalankan negara (baca: Pemerintah). Adapun yang disinggung terakhir merupakan objek dari tulisan ini. Karena memang waktu adalah faktor penentu keberhasilan urus-mengurus negara. Mengenai hubungannya dengan hadist, bagaimana penyelenggaraan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sedari awal tahun agar setiap target dan indikator suksesi yang telah direncanakan dan dirancang sejak semula dan sedemikian rupa dapat digapai dan dicapai semaksimal mungkin. Terlebih tahun 2020-2021 keuangan Pemerintah Daerah (Pemda) benar-benar berada di bawah tekanan paling berat mengingat dalam kondisi puncak pandemi. Dapat dipastikan banyak ketertinggalan dari segi jalannya pembangunan akibat target-target yang terpaksa direvisi sampai di-downgrade, belanja daerah yang dirasionalisasi demi refocusing. Oleh karena itu, tahun 2022 kesempatan tancap gas.

Persoalan ini sangat krusial. Karena APBD tak hanya menyangkut alokasi belanja Pemerintah Daerah (Pemda) an sich. Tapi dampak ditimbulkan terhadap keberlangsungan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Artinya APBD instrumen penting. Berkaca dari pengalaman setiap tahun, kurang cakapnya manajemen waktu merupakan kontributor utama rendahnya kinerja dan realisasi APBD. Ujungnya jelas masyarakat rugi. Keduanya, baik itu pendapatan dan belanja saling mempengaruhi dan berkait-kelindan. Realisasi pendapatan menentukan kapasitas “kantong” atau keuangan Pemerintah untuk menopang belanja daerah. Sementara belanja daerah elemen penting guna menstimulus pertumbuhan ekonomi daerah. Optimalisasi belanja daerah akan meningkatkan produktivitas. Alhasil, ketika perekonomian tumbuh menjanjikan peluang bagi Pemda menambah pundi-pundi penerimaan. Perkara manajemen mungkin dianggap sederhana. Mudah diucapkan tapi sulit diterapkan. Butuh komitmen dan totalitas dari segenap unsur imternal organisasi Pemda.

Tekad Berbenah

Setakad ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau telah menunjukan itikad berbenah. Tahun lalu, sesuai data dirilis Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pertanggal 17 Desember 2021, realisasi pendapatan APBD Provinsi Riau mencapai 94,54 persen. Realisasi tersebut bikin Riau masuk 10 besar nasional yakni di posisi delapan. Meski begitu jangan cepat berpuas diri. Peluang masih sangat besar. Ingat, Riau belum sepenuhnya lepas dari pola ketergantungan keuangan dari pusat. Raihan lebih baik berpulang pada komitmen meningkatkan kualitas manajemen dan aspek administratif. Pendapatan (intensifikasi dan ekstensifikasi) berikut tantangan perlu diidentifikasi. Dalam hal ini, inisiatif melakukan mapping (pemetaan) atas potensi Pajak Air Permukaan (PAP) di kabupaten/kota se-Riau oleh Inspektorat Riau bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau sejak Desember 2021 patut diapresiasi. Belum tergarapnya potensi PAP sudah lama jadi pembahasan intens di Komisi III DPRD Riau. Dengan mapping dapat diketahui pula perbedaan wajib pajak yang telah membayar PAP, misal potensi pajak air permukaan nilainya sekian ternyata setelah di-mapping lebih dari itu. Harapannya, kajian sejenis diperluas ke pajak dan retribusi lainnya. Sehingga upaya meningkatkan PAD lebih terarah. Termasuk pajak perusahaan-perusahaan beroperasi di Riau, baik kantor cabang dan sejenisnya. Gubri sendiri berulangkali menyinggung prinsip keadilan bagi perusahaan yang belum memiliki NPWP dari kantor pajak di daerah. Tahun 2020 Pemprov Riau, Pemkab/Pemko, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dirjen Pajak Kemenkeu dan Kakanwil Pajak Riau bahkan pernah lakukan pembahasan bersama. Selama ini, pajak dimaksud lebih banyak ke pusat. Entah itu perusahaan bergerak di sektor tambang atau Migas dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Sementara daerah harus berpuas diri dengan sistem bagi hasil. Sayangnya, bagian diperoleh tak sebanding dengan kekayaan alam yang diambil plus kerusakan infrastruktur dan lingkungan.

Selain terhadap jenis pajak dan restribusi yang sudah diatur Peraturan Daerah (Perda), kajian terhadap aturan terbaru yakni Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang telah diundangkan, juga perlu dilakukan. Mengutip pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, kenaikan tarif pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) berpotensi akan mendongkrak PAD. Hasil simulasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan penerimaan PDRD diperkirakan meningkat 50 persen. Namun perlu diketahui simulasi tadi teruntuk kabupaten/kota. Terakhir, kajian untuk mengetahui sudah sejauhmana implementasi digitalisasi pengelolaan keuangan daerah untuk mewujudkan transparansi keuangan pemerintah dan pengelolaan sumber-sumber PAD secara efektif dan efisien. Karena penyebab penerimaan rendah juga tak lepas dari pengelolaan yang masih memakai cara “jadul” yang rentan dikorupsi dan kebocoran. Sistem yang tidak realtime juga mempersulit memantau, menganalisis dan menggenjot penerimaan.

Rekayasa Melalui Belanja

Selanjutnya mengenai belanja daerah. Langkah Pemprov Riau melakukan lelang dini di awal tahun sangat bagus. Cuman sekarang masih menunggu pembuktian. Semoga saja berjalan sesuai rencana. Mengingat sekarang Pemprov mulai kebiasaan baru, tentu bejibun hambatan dan rintangan. Perubahan kebiasaan memang perlu dilakukan. Sebab, sekali lagi, penyakit klasik belanja daerah seringkali realisasi digesa mulai pertengahan tahun. Memang Pemda selalu bisa mengejar serapan jelang tahun anggaran berakhir. Namun kualitas program dan kegiatan sudah barang tentu jadi korban. Kemudian, dalam upaya menggesa belanja daerah perlu ada prioritas. Menimbang asumsi tahun 2022 boleh dibilang tantangan serba tak pasti, jadi perlu kecermatan. Belanja daerah mesti efisien dan efektif serta mempunyai impact terhadap perekonomian daerah. Paling utama memperkuat infrastruktur dasar pendukung perekonomian. Dukungan infrastruktur diperlukan sebagai daya tarik mendatang investasi yang bernilai tambah bagi daerah dan juga meningkatkan produktivitas masyarakat. Bercermin dari pertumbuhan ekonomi Riau tahun 2021 yang diklaim tumbuh hingga 4,10 persen sedikit banyak bisa memberi gambaran sekaligus arahan fokus belanja pembangunan di tahun 2022. Menurut data Pemprov Riau, secara umum perekonomian Riau didominasi lima lapangan usaha: industri pengolahan, pertanian, kehutanan dan perikanan, pertambangan dan penggalian, perdagangan dan Konstruksi. Usaha-usaha ini perlu mendapat perhatian agar produktivitasnya terus tumbuh. Adapun menyiasati keterbatasan anggaran, upaya Gubri meminta perusahaan terutama di sektor Migas yang jalannya bersinggungan dengan jalan provinsi atau kabupaten/kota agar dapat diprioritaskan untuk masyarakat sekitar perusahaan dinilai bisa membantu mengimbangi kesenjangan antar desa dan antar daerah.

Disamping itu, belanja daerah juga perlu berinovasi agar dapat menjaga atau mengendalikan tingkat inflasi di daerah. Apakah berupa pengendalian harga dan lain-lain sesuai kewenangan Pemda. Langkah ini penting untuk menjaga ekonomi masyarakat. Percuma membanggakan pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi inflasi malah lebih tinggi. Paling dikhawatirkan dari tahun 2022 adalah inflasi diprediksi akan melejit akibat kenaikan berbagai tarif atau harga yang diatur oleh Pemerintah. Paling mengemuka dan sudah dirasakan yakni kenaikan harga komoditas pangan di pasar. Disamping itu, berlakunya kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dimulai 1 April 2022 juga bakal menambah beban masyarakat membeli berbagai kebutuhan, karena dalam transaksi beban PPN dikenakan kepada konsumen atau pembeli. Tak cukup sampai di situ, kenaikan tarif lain turut menanti di hadapan. Mulai penyesuaian tarif listrik golongan pelanggan non-subsidi, penghapusan BBM jenis premium, dan penyesuaian harga LPG non subsidi yang sudah dimulai tahun 2021. Mengacu ke isu dan problematika tadi, Pemprov Riau mesti mengkoordinir Kabupaten/Kota demi terbentuknya kesamaan persepsi dan tindakan dalam rangka menjaga roda pembangunan dan perekonomian daerah terus berputar dan positif. Awal tahun merupakan kesempatan untuk tancap gas. Sekarang bukan saatnya lagi berleha-leha. Pembenahan internal harus dilakukan secara berkala supaya stamina melayani masyarakat dapat terus terjaga.

H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, LC, MM. ANGGOTA KOMISI III DPRD PROVINSI RIAU

Baca Juga

SF Hariyanto Resmi Jabat Pj Gubernur Riau, Ini Respon Ketua Fraksi PKS DPRD Riau

Pekanbaru – Ketua Fraksi PKS DPRD Riau H. Markarius Anwar, ST, M.Arch mengucapkan selamat kepada …