Jakarta – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas mengungkapkan anggaran untuk pengentasan kemiskinan di kementerian dan lembaga hampir Rp 500 triliun tapi banyak diserap untuk studi banding dan rapat. Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Mardani Ali menilai hal itu sebagai sebuah bencana.
“Ini bencana. Mesti ada political will yang jelas,”kata Mardani saat dihubungi, Sabtu (28/1/2023).
Mardani mengatakan pihaknya akan mendalami hal tersebut dalam rapat dengar pendapat (RDP). Dia menyebut Abdullah Azwar bisa mengusulkan pola dan mekanismenya.
“MenPAN-RB bisa usulkan pola dan mekanismenya. Sayang uang rakyat tidak efektif. Kami akan dalami saat RDP di Komisi II,” ujarnya.
Lebih lanjut Mardani meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertindak. Sebab, menurutnya, anggaran ratusan triliun itu seharusnya bisa bermanfaat untuk masyarakat.
“Pak Presiden mesti ambil tindakan. Bedah dan bereskan agar anggaran Rp 500 T ini bisa nendang manfaatnya bagi rakyat,” imbuhnya.
Sebelumnya, Abdullah Azwar Anas menyoroti anggaran untuk pengentasan kemiskinan di kementerian dan lembaga hampir mencapai Rp 500 triliun. Akan tetapi, anggaran itu terserap ke studi banding dan rapat.
“Hampir Rp 500 triliun anggaran kita untuk anggaran kemiskinan yang tersebar di kementerian dan lembaga (KL), tapi tidak in line dengan target Pak Presiden karena, K/L sibuk dengan urusan masing-masing,” kata Anas, dalam acara Sosialisasi PermenPAN-RB No.1/2023, di Grand Sahid Raya, Jakarta Pusat, seperti dilansir detikFinance, Jumat (27/01/2023).
Anas menyayangkan anggaran disebut itu untuk program kemiskinan tapi terserap untuk rapat hingga studi banding. Dia menyebut studi banding itu dampaknya kurang.
“Programnya kemiskinan, tapi banyak terserap ke studi banding kemiskinan. Banyak rapat-rapat tentang kemiskinan. Ini saya ulangi lagi, menirukan Bapak Presiden, dan banyak program studi dan dokumentasi kemiskinan sehingga dampaknya kurang,” sambung mantan Bupati Banyuwangi itu.
Anas menyebut, apabila pengawasan terhadap tata kelola tidak diperhatikan, kondisi tersebut berpotensi akan terus terjadi secara berulang. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukannya ialah dengan penerbitan PermenPAN-RB No. 1/2023.
“Yang terjadi adalah ketika akhir tahun sibuk menghabiskan anggaran meski tidak in line dan berdampak ke prioritas Pak Presiden. Maka, tata kelolanya inilah yang akan kita pelototin, bukan bantuannya. Jadi kita akan pantau tata kelolanya,” ujar Anas.
Anas menyebut salah satu upayanya juga tecermin dari indeks penilaian reformasi birokrasi (RB) di instansi. Anas menegaskan, kini nilai RB akan mengacu pada dampak di masyarakat. Sebagai contoh dalam hal pengentasan kemiskinan, peningkatan RB bisa didapatkan apabila di daerah tersebut terlihat adanya penurunan kemiskinan. Kini, segalanya menjadi lebih terukur.
“Untuk RB-nya naik tidak harus undang konsultan dan rapat di hotel-hotel supaya RB naik. RB itu dampak, bukan sekadar di kertas. Teman-teman di KemenPAN-RB, ita rombak paradigmanya, dampak ini yang kita ukur,” ujarnya.
Anas menambahkan bahwa dari segi efisiensi anggaran, pihaknya tengah mendorong peningkatan digitalisasi birokrasi. Harapannya, acara-acara seperti rapat yang digelar di hotel-hotel dengan jumlah undangan yang besar bisa lebih diminimalisir. Acara seperti inilah yang kerap menghabiskan anggaran sangat besar.
Sumber: Detik