“Gue pengen kerja cukup di depan computer dan di internet. Nggak mau yang lain, kerja pagi pulang sore sumpah nggak gue banget. Sekarang orang bilang yang model kayak gue ini namanya ‘kaum rebahan’ ya identik dengan gaya milenial yang maunya cari duit sambil rebahan di kamar,”.
Generasi milineal identik dengan istilah, generasi rebahan, generasi mojok di cafe yang malas gerak (mager). Saya mengambil cuplikan dari tulisan seorang generasi milenial yang ada di Pekanbaru yang juga merupakan seorang blogger. Begitulah zaman membentuk sikap hidup anak-anak sekarang. Generasi masa depan bangsa ini.
Para ulama dan sejarawan banyak mengatakan, “Anakmu bukan milikmu, mereka milik zamannya!” semakin kita memahami generasi ini beserta kriteria dan kekhasannya, makin kita bisa fokus pada kebaikan mereka. Kita dapat merancang program dan kegiatan yang sesuai dan produktif untuk aktivitas harian mereka.
Sebaliknya semakin kita tidak memahami kriteria dan kekhasan mereka. Panik. Lalu semakin panik dan mereka juga ikutan panik, maka kacaulah pensikapan kita terhadap mereka. Filosofi berpikirnya adalah, “didiklah anakmu menghadapi zaman yang bukan zamanmu!”.
Ada beberapa hal penting untuk mensikapi generasi milenial antara lain;
Pertama, berikan mereka ruang untuk menjadi diri sendiri. Mereka adalah anak Elang dan Rajawali. Bung Karno pernah mengatakan, “Bebek itu selalu bergerombol tetapi Elang atau Rajawali itu terbang tinggi sendiri.” Biarkan sayap mereka mengembang sempurna, jangan patahkan sayap mereka ketika baru mulai belajar terbang.
Kedua, berikan mereka kesempata untuk salah dan belajar dari kesalahan. Bukankah kita dulu juga pernah banyak berbuat salah di saat muda? Kita juga pernah galau seumuran mereka. Maka dengan membantu mereka memberikan kesempatan untuk memilih hal-hal yang sesuai minat dan bakat mereka, sepanjang itu produktif dan syar’i ini adalah pilihan yang tepat. Jika pilihan mereka belum tepat, dorong semangat mereka, maafkan dan lalu berikan kesempatan lagi. Sampai ia mendapatkan aktivitas produktif yang sesuai dengan minat an bakatnya.
Ketiga, zaman berganti, ilmu dan sains berkembang 300% per tahun, sehingga tidak mungkin kita mengajarkan semua hal pada anak-anak kita yang generasi milineal ini. Kalau dalam hal surfing informasi di internet mereka lebih jago dan ahli dari kita. Maka, tugas kita hanya membuat mereka bersemangat untuk belajar, menunjukkan bagaimana memilih pengetahuan yang relevan dengan minat dan bakatnya. Mengajarkan kemampuan melahirkan pengetahuan baru. Membangung gairah belajar yang kreatif dan penuh inovasi. Dan menjaga gairah belajar mereka sepanjang hayat. Sesuai petuah orang-orang tua kita,” Alam terkembang jadi guru.”
Keempat, Janga jadikan sekolah sebagai pusat pembelajaran. Saya sependapat dengan menteri Pendidikan bahwa sekolah adalah pusat pendidikan, bukan pusat pengajaran dan pembelajaran. Zaman sekarang ini kehebatan ilmu tidaklah berada di sekolah! Ada di dunia maya dan di tangan orang-orang hebat. Anak-anak milenial dengan perantaraan internet bisa langsung bertatap muka dan belajar ilmu dari pakarnya. Maka kalau tidak kita arahkan mereka akan belajar dari para pakar kemaksiatan dan kriminal.
Magangkan anak-anak milenial ini pada ahlinya. Menimba ilmu adab pada orang-orang yang sukses secara langsung. Dalam ilmu bisnis ini namanya coaching bisnis, belajar dari para mentor yang sudah berpengalaman dalam bidang tersebut. Belajar riil berupa pengalaman langsung di lapangan. Bukan akademisi yang “menara gading” terpakau pada teori dan buku yang tidak aplikatif dan praktis di lapangan nyata.
Kelima, jangan jadikan gadget sebagai musuh. Jadikan gadget ini sebagai alat akses kepada ilmu yang hebat-hebat dan praktisi-praktisi yang mumpuni. Dorong mereka menggunakan gadgetnya untuk mengakses dunia luar dengan baik, belajar ilmu-ilmu hebat dari orang-orang hebat, berdiskusi penuh adab dengan sosok-sosok yang berprestasi serta shalih dan sukses. Shalih di sini adalah shalih secara personal sekaligus shalih secara sosial.
Kalau kelima hal ini dapat kita laksanakan maka mereka generasi milenial ini akan sukses menjalani kehidupan walaupun “mager” dan lebih banyak rebahan di kamar atau kongkow-kongkow produktif di kafe. Saya sudah buktikan ini dengan program “Ngopi dan Ngode” (Ngobrolin Iman dan Ngomporin Ide) bersama adik-adik di Akremus (Akademi Kreatif Muslim). Saya coba memulai semoga bisa menginspirasi.
Salam Ekonomi Kreatif !